Kesehatan

Riset Aksi di Apotek Komunitas: Probiotik Tingkatkan Layanan GERD dan Diabetes

Kamis, 17 Juli 2025 - 07:21 | 18.37k
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Peran apoteker di era kesehatan modern tak lagi terbatas pada sekadar menyerahkan obat. Di tengah tantangan penyakit kronis seperti GERD (gastroesophageal reflux disease) dan diabetes tipe 2, apoteker di apotek komunitas kini mulai bertransformasi menjadi mitra klinis yang aktif terlibat dalam edukasi, pencegahan, hingga inovasi terapi. Salah satu terobosan menarik datang dari program action research berbasis probiotik yang berhasil dijalankan di beberapa apotek Surabaya.

Dalam penelitian kolaboratif antara akademisi dan apoteker komunitas ini, tim melibatkan dua kelompok pasien—masing-masing penderita GERD dan diabetes tipe 2—yang mendapatkan suplemen probiotik multistrain selama 14 hari. Hasilnya? Tak hanya keluhan pasien berkurang, tetapi pemahaman apoteker dan kepercayaan masyarakat juga meningkat.

Advertisement

Probiotik Bukan Sekadar Tren

“Probiotik multistrain itu bukan hanya buat pencernaan, tapi bisa menekan peradangan dan menyeimbangkan ekosistem mikroba di usus,” jelas Ge Recta Geson, apoteker peneliti utama. Efek ini, menurutnya, relevan untuk berbagai penyakit kronis yang sering berakar pada gangguan sistemik akibat disbiosis usus—seperti GERD dan diabetes.

Dalam studi tersebut, pasien GERD mengalami penurunan skor gejala GERD-Q rata-rata sebesar 5,4 poin setelah dua minggu konsumsi probiotik. Sementara pasien diabetes menunjukkan penurunan kadar gula darah puasa rata-rata 11,2 mg/dL. Angka ini tergolong signifikan secara klinis dan statistik.

Riset Aksi, Bukan Riset Biasa

Yang membuat studi ini unik adalah pendekatannya: bukan studi klinis murni, melainkan riset aksi. Artinya, para apoteker tidak hanya menjadi pelaksana, tetapi juga peneliti, evaluator, dan reflektor praktik mereka sendiri.

Melalui siklus plan-act-observe-reflect, apoteker dilatih untuk merencanakan intervensi, melaksanakan, mengamati hasil, lalu merefleksikan dampaknya bersama dosen pembimbing dari Fakultas Farmasi. Hasilnya bukan hanya memperbaiki praktik, tetapi juga membuka peluang publikasi ilmiah, peningkatan kompetensi, bahkan kontribusi untuk akreditasi institusi.

Manfaat Ganda: Ilmiah dan Ekonomis

Efek domino dari pendekatan ini cukup menggembirakan. Beberapa apotek mencatat peningkatan penjualan suplemen probiotik pasca program, sementara pasien mulai terbuka pada terapi non-obat yang bersifat preventif.

“Banyak pasien merasa lebih nyaman menggunakan terapi alami. Ini mendorong kepercayaan pada apoteker sebagai konsultan kesehatan, bukan hanya penjaga etalase obat,” ujar Gary Alvaro Geson, analis metode dalam studi ini.

Dari Komunitas, Oleh Komunitas, untuk Kesehatan Indonesia

Program riset aksi ini tidak menerima dana eksternal dan dijalankan sepenuhnya oleh tenaga lokal dengan dukungan akademik. Menurut Prof. Dr. Apt. Antonius Adji Prajitno, M.S. dosen pembimbing dalam proyek ini, pendekatan semacam ini sejalan dengan misi perguruan tinggi untuk melakukan pengabdian masyarakat yang konkret dan berdampak.

“Kalau apotek komunitas bisa jadi tempat riset dan edukasi, itu artinya sistem kesehatan kita makin inklusif dan berbasis bukti,” tegasnya.

Arah Baru Farmasi Komunitas

Artikel ini ingin membuka mata bahwa riset bukan hanya milik laboratorium besar atau rumah sakit ternama. Apotek di tengah permukiman pun bisa menjadi pusat inovasi dan pendidikan kesehatan masyarakat.

Probiotik mungkin tampak seperti produk biasa, tapi jika digunakan dengan pendekatan yang tepat dan ilmiah, ia bisa menjadi jembatan antara pengobatan konvensional dan penyembuhan yang lebih komprehensif. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES