BEM Probolinggo Raya Siap Kritik Pembangunan Secara Tegas

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di seluruh Kampus se-Probolinggo Raya sepakat untuk mengkritik secara tegas proses pembangunan daerah dan negara.
Kesepakatan ini diungkapkan dalam pertemuan BEM se-Probolinggo Raya serta dalam acara bedah buku berjudul Dari Populisme ke Anarkisme, Potret Gerakan Mahasiswa Pasca-Reformasi yang diselenggarakan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Probolinggo, Rabu (25/10/2023).
Advertisement
Bedah buku dimulai pukul 12.30 hingga 14.30 dan dihadiri oleh Abdul Khalid Boyan sebagai penulis buku, Ahmad Sahidah dari Universitas Nurul Jadid, Muhammad Hilman Mufidi, Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, serta Mansur, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Probolinggo, yang mewakili Plt Bupati Ugas Irwanto yang berhalangan hadir.
Abdul Khalid Boyan menyatakan, buku Dari Populisme ke Anarkisme, mengandung pesan tersirat untuk para mahasiswa, yakni pentingnya peran kolektif mahasiswa dalam mendorong perubahan dan bahwa mereka bukan hanya aktor tunggal. Terutama dalam menghadapi berbagai tantangan yang selalu ada dalam menjaga dan mengawal demokrasi di setiap periode.
Menurutnya, setiap gerakan mahasiswa merupakan sebuah warning bagi mahasiswa itu sendiri dan juga para penguasa. Oleh karena itu, gerakan mahasiswa jangan sampai diframing anarkis oleh masyarakat.
Selain itu, ini juga menjadi warning bagi penguasa, agar tidak memanfaatkan situasi anarkis untuk kepentingan apapun. Mengingat mahasiswa memiliki tanggung jawab intelektual dan harus tetap dinamis.
"Yang dimaksud anarkis dalam hal ini yakni mahasiswa anti politik, mahasiswa anti pemerintahan, mahasiswa anti negara, mahasiswa anti DPR dan MPR, dan lain sebagainya," kata Khalid.
Selain itu, lanjutnya, ada tiga nilai yang sebenarnya terdapat dalam diri setiap mahasiswa, yakni kekuatan intelektual, kekuatan moral, dan kekuatan politik. "Tiga kekuatan inilah yang menjelma pada diri mahasiswa itu sendiri," imbuhnya.
Sementara itu, Ahmad Sahidah, Dosen Pasca Sarjana Universitas Nurul Jadid, menambahkan pentingnya membaca buku Dari Populisme ke Anarkisme bagi para mahasiswa. Ia menyarankan agar mahasiswa tidak hanya fokus bangku kuliah saja.
"Mahasiswa yang baik adalah mereka yang menerima materi di bangku kuliahan dan juga turun jalan. Jangan sampai mahasiswa dininabobokan dengan diberikannya jabatan atau kedudukan, termasuk program-program yang membuat mahasiswa tidak garang lagi," kata Sahidah.
Menurutnya, sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa harus aktif berperan, melakukan kajian menyeluruh, dan berpikiran kritis. Namun, penting untuk memahami dengan baik arti dari kedudukan.
"Walaupun berbicara kedudukan, maka juga harus dipahami betul-betul. Jangan sampai karena diberikan kedudukan, maka suara mahasiswa dininabobokan. Misalnya ada Mahasiswa A atau Organisasi A diiming-imingi kedudukan menjadi komisioner," tambah Sahidah.
Terakhir, Sahidah menjelaskan bahwa mahasiswa harus menyadari adanya kekuatan politik yang menjadi tanggung jawab bersama. Selain itu, mereka juga harus berhati-hati agar kepentingan murni tidak dimanfaatkan oleh kepentingan lain.
"Galang lobi sebaik mungkin. Gerakan anarkisme merupakan gerakan terakhir ketika suara tidak lagi didengar. Aksi turun jalan menjadi gerakan terakhir ketika saluran komunikasi macet dan tersumbat. Sebab, aksi turun jalan menjadi aksi yang bisa dipilih ketika tingkat kekecewaan itu sudah terlampau tinggi," katanya.
Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Muhammad Hilman Mufidi, yang juga diundang sebagai perwakilan kaum milenial, sepakat bahwa mahasiswa juga harus aktif berperan, termasuk dalam dunia politik.
Dengan demikian, ketika ada kebijakan politik yang merugikan masyarakat, mahasiswa yang menjadi agen perubahan utama dapat menyuarakan suara rakyat tersebut.
"Saya percaya, mahasiswa merupakan generasi penerus yang melanjutkan peran generasi sebelumnya. Oleh karenanya, mahasiswa yang menjadi ujung tombak harus aktif berperan, termasuk dalam meraih kedudukan itu," tambah Hilman.
Ketua Aliansi BEM se-Probolinggo Raya, Achmad Syaifuddin, bersama dengan BEM dari universitas lainnya, sepakat untuk bertindak proaktif. Artinya, mereka tidak akan hanya diam melihat situasi yang ada.
Mereka akan aktif terlibat dalam ranah politik dan memberikan kritik yang membangun terhadap daerah maupun negara. “Terlebih lagi, ketika ada kebijakan yang membuat sengsara masyarakat di kalangan bawah,” tegasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |