Ketahanan Informasi

Masa Depan Perkebunan Berkelanjutan: Peluang Pasar Karbon dalam Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca

Minggu, 22 September 2024 - 15:52 | 11.06k
Talkshow mengenai Tata Kelola Perkebunan Berkelanjutan yang membahas peluang pasar karbon dalam penurunan emisi GRK di sektor perkebunan. (FOTO: ist)
Talkshow mengenai Tata Kelola Perkebunan Berkelanjutan yang membahas peluang pasar karbon dalam penurunan emisi GRK di sektor perkebunan. (FOTO: ist)

TIMESINDONESIA, TANGERANG – Perkebunan Indonesia Expo yang sangat dinantikan akhirnya kembali hadir dengan semangat baru, menawarkan berbagai wawasan menarik tentang industri perkebunan di tanah air. Salah satu rangkaian acara yang sangat dinantikan adalah talkshow mengenai Tata Kelola Perkebunan Berkelanjutan yang membahas peluang pasar karbon dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor perkebunan. 

Hal ini sesuai dengan arahan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman demi menghadapi perubahan iklim yang berdampak signifikan terhadap produksi dan produktivitas tanaman perkebunan, Kementerian Pertanian terus berupaya mencari solusi tepat guna, salah satunya mempercepat penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Advertisement

Talkshow yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membahas bagaimana pelaku usaha di sektor perkebunan dapat memanfaatkan pasar karbon untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Dengan meningkatnya kesadaran global akan pentingnya pengurangan emisi, acara ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan dorongan bagi industri untuk mengadopsi praktik berkelanjutan yang bermanfaat secara ekonomi dan lingkungan.

Gas-Rumah-Kaca-B.jpg

Direktur Perlindungan Perkebunan, Hendratmojo Bagus Hudoro, mengungkapkan bahwa keberlanjutan adalah elemen yang sangat penting yang harus kita terapkan dalam berbagai aktivitas perkebunan. Ia menegaskan bahwa tata kelola perkebunan yang baik harus dimulai dari hulu hingga ke hilir, termasuk perencanaan yang matang sebelum pembukaan lahan baru dan peremajaan perkebunan.

"Setiap pembukaan lahan baru menyumbang produksi karbon. Oleh karena itu, penghitungan karbon harus dilakukan sebelum memulai kegiatan apa pun," ujar Bagus.

Hendratmojo juga membahas dampak perubahan iklim yang secara tidak langsung menjadi ancaman serius bagi sektor perkebunan. Ia menjelaskan Perpres No. 98 Tahun 2021 tentang Emisi Karbon, yang bertujuan mengurangi emisi karbon melalui penggunaan pupuk organik, pembangunan desa organik, edukasi masyarakat, penerapan zero burning policy dalam Permentan No. 05 Tahun 2018, dan penerapan climate-friendly farming.

Beberapa langkah konkret yang sudah diambil oleh Kementerian Pertanian, termasuk pembangunan embung atau penampung air, pengadaan hewan ternak dan kandang, serta pembangunan rumah kompos, juga menjadi bagian dari usaha mitigasi emisi GRK.

Pada kesempatan yang sama Dwi Kus Pardianto, sebagai Validator Verifikator Karbon PT Mutu Agung Lestari Tbk, menyatakan bahwa pencapaian target penurunan emisi tidak hanya bergantung pada regulator atau pemerintah, tetapi juga perlu didorong oleh kesadaran masyarakat.

"Salah satu kendala yang kami hadapi adalah kurangnya sosialisasi dan pemahaman tentang nilai ekonomi karbon," ungkap Dwi Kus. Sebagai validator, PT Mutu Agung Lestari tidak hanya melakukan uji dan verifikasi, tetapi juga memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pengurangan emisi GRK.

Menanggapi hal tersebut Direktur PT. Indah Unggul Bersama, Rakhmatyar Ridha menekankan bahwa salah satu tantangan utama dalam pengurangan emisi adalah kesiapan infrastruktur di masing-masing perusahaan perkebunan. "Tidak semua perusahaan siap menghadapi tantangan ini, sehingga perlu kerja sama yang lebih erat antara pemerintah dan swasta," ujar Rakhmatyar.

Talkshow ini menyoroti betapa pentingnya tata kelola perkebunan yang berkelanjutan dan peluang pasar karbon sebagai instrumen untuk menurunkan emisi GRK di sektor perkebunan. Para pembicara sepakat bahwa upaya mitigasi emisi harus dilakukan secara kolektif dengan pendekatan yang komprehensif, mulai dari regulasi, edukasi, hingga implementasi praktik-praktik ramah lingkungan di lapangan.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : AJP-4 Editor Team
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES