Ironi Bisnis Pengolahan Sampah: Solusi Lingkungan yang Ditolak Warga
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Dalam ajaran Islam, menjaga lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi yang harus menjaga keseimbangan alam ciptaan Allah SWT. Salah satu bentuk nyata dari tanggung jawab ini adalah melalui aktivitas pengelolaan sampah. Islam mengajarkan pentingnya kebersihan, yang dikenal dengan konsep "An-Nazafah" yang berarti kebersihan adalah bagian dari iman.
Mengelola sampah dengan baik tidak hanya mencegah pencemaran dan menjaga kesehatan masyarakat, tetapi juga merupakan wujud ketaatan terhadap perintah Allah untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi (QS. Al-A'raf: 31). Dengan demikian, pengelolaan sampah menjadi bagian dari ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah dan memastikan bahwa lingkungan tetap lestari untuk generasi mendatang.
Advertisement
Isu lingkungan dalam beberapa tahun terakhir menjadi isu utama yang menarik perhatian bagi banyak negara tidak terkecuali Indonesia. Jutaan ton sampah diproduksi sehingga menjadi ancaman bagi keberlanjutan lingkungan. berbagai inisiatif maupun solusi diperkenalkan salah satunya adanya kebijakan menggerakkan sektor swasta untuk ikut membantu pemerintah menangani sampah.
Ironinya, solusi ini sering kali mendapatkan penolakan dari masyarakat. Contoh dari kasus terbaru adalah penolakan warga terhadap rumah maggot di Sedayu, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Warga menolak keberadaan rumah maggot tersebut lantaran dianggap meresahkan warga karena bau yang ditimbulkan oleh proses pengelolaan rumah maggot tersebut.
Potensi Bisnis Pengolahan Sampah
Bisnis pengolahan sampah pada dasarnya dapat menciptakan ekonomi sirkular. Pengolahan sampah menjadi bahan yang digunakan kembali atau dikenal dengan istilah recycle bukan hanya mengurangi beban tempat pembuangan akhir (TPA), tetapi juga mampu menciptakan nilai ekonomi baru.
Daur ulang sampah organik menjadi maggot, daur ulang plastik hingga konversi sampah menjadi energi telah banyak diterapkan di berbagai negara maju. Dalam konteks Indonesia, penerapan teknologi ini juga semakin berkembang sehingga menarik perhatian berbagai kalangan untuk menjadi investor.
Penolakan dari Warga
Namun demikian, warga setempat seringkali menolak keberadaan fasilitas pengolahan sampah tersebut. Beberapa alasan biasanya menjadi dasar penolakan warga.
Pertama, kekhawatiran fasilitas tersebut akan memunculkan polusi baik udara, air maupun tanah. Walaupun teknologi yang ada sebenarnya telah mampu meminimalisir dampak-dampak tersebut. Tetapi bayangan akan masalah yang ditimbulkan membuat warga skeptis.
Kedua, pembangunan fasilitas pengolahan sampah biasanya tanpa melibatkan masyarakat secara aktif. Kurangnya sosialisasi dan tingkat partisipatif yang rendah menimbulkan informasi yang beredar menjadi simpang siur sehingga timbul ketidakpercayaan dan perlawanan. Warga merasa sebagai penduduk setempat tidak mendapatkan manfaat nyata dari fasilitas tersebut.
Solusi yang Diperlukan
Solusi atas ironi ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, proses sosialisasi dan edukasi harus dilakukan secara masif. Pemerintah dan pelaku bisnis sampah harus secara aktif memberikan informasi yang jelas dan sebanyak-banyaknya kepada masyarakat tentang manfaat dari fasilitas pengolahan sampah tersebut.
Kedua, Masyarakat harus dilibatkan. Bisnis pengolahan sampah harus dibangun dengan melibatkan partisipasi warga bahkan sejak tahap perencanaan. Pendekatan ini tidak hanya akan meningkatkan dukungan warga, namun juga memastikan bahwa proyek tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan harapan mereka.
Ketiga, SOP yang ketat terhadap operasional fasilitas pengolahan sampah. Pemerintah harus menciptakan aturan yang jelas untuk dijadikan standar operasional untuk memastikan lingkungan dan kesehatan warga setempat tetap terjaga. Hal ini mutlak untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap proyek-proyek semacam ini.
Ironi bisnis pengolahan sampah yang banyak ditolak warga adalah bukti dari sengkarutnya masalah lingkungan kita saat ini. Walaupun teknologi selalu berkembang, penerimaan masyarakat tidak dapat diabaikan.
Dengan demikian pendekatan yang partisipatif, terbuka dan menyeluruh sangat diperlukan untuk memastikan bahwa solusi yang diberikan dapat diterima dan menciptakan manfaat untuk lingkungan dan masyarakat.
***
*) Oleh : Fitria Nurma Sari, Dosen Perbankan Syariah, Universitas Ahmad Dahlan.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |