
TIMESINDONESIA, WONOGIRI – Negara Indonesia merupakan negara yang luas dengan berbagai sumberdaya alam di dalamnya. Zalfa (2023) menyatakan bahwa pembangunan Indonesia selama hampir 7 dekade terakhir selalu berorientasi pada daratan, meski lautan merupakan sebagian besar wilayah Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak memiliki kecakapan spasial yang cukup.
Kedepan, menjaga keutuhan NKRI dan sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia menjadi tantangan berat generasi beta. Untuk menghadapi tantangan tersebut salah satu kemampuan yang harus dimiliki generasi beta kedepan adalah kecakapan spasial, yakni kemampuan memahami, menganalisis, dan memanfaatkan informasi yang berbasis ruang.
Advertisement
Kecakapan spasial bukan hanya perkara kemampuan seseorang dalam membaca peta malainkan mencakup penguasaan teknologi geospasial, pemahaman hubungan antar ruang, serta menerapkan berbagai konsep spasial dalam kehidupan sehari-hari.
Senada dengan Isikawa dan Kasten (2005) yang menyatakan bahwa berpikir spasial meliputi gabungan mengenali, memanipulasi, menginterpretasi, memprediksi, dan menggunakan pengetahuan spasial untuk pengetahuan lain.
Dalam konteks generasi beta, kecakapan spasial menjadi pondasi penting dalam menghadapi tantangan kedepan. Dengan memiliki kecakapan spasial yang baik maka mereka akan memahami hubungan spasial antara aktivitas manusia dan lingkungan. Selanjutnya mereka akan menjadi aktor perubahan yang mampu menciptakan solusi yang inovatif.
Meskipun kecakapan spasial ini penting, namun dalam praktiknya mengembangkan kecakapan spasial bukanlah perkara yang mudah. Dalam penerapannya terdapat beberapa tantangan diantaranya:
Pertama, Kesenjangan kurikulum. Salah satu mata pelajaran yang dapat membangun kecakapan spasial adalah mata pelajaran geografi.
Saat ini pelajaran geografi masih menjadi matapelajaran pilihan belum menjadi matapelajaran inti di sekolah. Padahal pembelajaran geografi memiliki peran startegis dalam membentuk kecakapan spasial peserta didik.
Kedua, Akses teknologi geospasial yang terbatas. Kesenjangan perkembangan teknologi geospasial di desa dan kota masih menjadi permasalahan yang serius. Anak-anak yang berada di daerah terpencil tidak memiliki akses yang baik terhadap teknologi dan perangkat berbasis informasi geospasial.
Ketiga, Distraksi teknologi. Dengan semakin canggihnya teknologi, membuat generasi beta mengandalkan otomasi teknologi sehingga mereka cenderung malas memahami pola geografis di sekitarnya.
Kecakapan spasial memili relevansi di berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu diperlukan upaya mengoptimalkan kecakapan spasial generasi beta melalui berbagai upaya diantaranya:
Pertama, Integrasi teknologi dalam pembelajaran. Generasi beta merupakan generasi digital native sehingga perlu mengintegrasikan teknologi geospasial dalam proses pembelajaran.
Misalnya dalam pembelajaran memanfaatkan peta digital, citra penginderaan jauh, dan simulasi berbagai pemodelan dengan menggunakan teknologi SIG.
Kedua, Memperkuat kemampuan analisis keruangan. Dalam pembelajaran dapat menerapkan problem solving. Peserta didik diajak untuk menganalisis berbagai fenomena di sekitarnya dari sudut keruangan.
Misalnya menganalisis perubahan penggunaan lahan dihubungkan dengan kondisi genangan banjir. Melalui pembelajaran ini peserta didik diajak belajar menganalisis fenomena dan meghasilkan alternatif solusi atas permasalahan yang terjadi.
Ketiga, Menyelenggarakan pembelajaran berbasis proyek. Bowlick, Bednarz & Goldberg (2016) menjelaskan bahwa Pembelajaran berbasis proyek dapat merangsang kemampuan berpikir spasial. Contoh pembelajaran berbasis proyek yaitu membuat peta citra pola permukiman penduduk.
Melalui proyek ini peserta didik diajak untuk berlatih menganalisis pola permukiman dari sudut keruangan. Melalui pembelajaran berbasis proyek ini peserta didik dilatih untuk menghasilkan proyek dan memiliki keterampilan dalam menganalsis fenomena scara keruangan.
Keempat, Literasi sejak dini. Untuk membiasakan anak berpikir spasial dapat dilakukan sejak dini melalui berbagai permainan edukatif seperti puzzle peta, aplikasi berbasis AR, dan kegiatan berbasis eksplorasi lingkungan sekitar.
Dengan kecakapan spasial yang baik maka generasi beta tidak hanya menjadi pengguna teknologi melainkan dapat bertransformasi menjadi pencipta solusi bergai permaslahan berbasis informasi geospasial.
Investasi dalam mempersiapkan generasi yang memiliki kecakapan spasial dan bertanggung jawab terhadap ruang dan lingkungan di sekitarnya.
Mempersiapkan kecakapan spasial generasi beta merupakan langkah strategis dalam membangun sumberdaya manusia yang memahami lingkungan dalam bingkai keruangan sehingga kedepan mereka mampu menghadapi tantangan zaman yang ada.
***
*) Oleh : Dony Purnomo, Guru Geografi SMAN 1 Purwantoro.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |