Kopi TIMES

Habaib, Pilpres, dan Tiga Pembenci Mereka

Senin, 31 Desember 2018 - 15:00 | 283.94k
Abdul Adzim Irsad. (Grafis TIMES Indonesia)
Abdul Adzim Irsad. (Grafis TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Setahu saya sejak masih belajar di Musala hingga menyelesaikan S3, orang yang paling memuliakan Durriyah Rasulullah SAW adalah ulama Nusantara. Bahkan, sudah menjadi sebuah keyakinan kalau memulyakan Durriyah Nabi (habib) itu hukumnya wajib. Ada seorang Kyai mengatakan "habib itu malati, karena darah Rasulullah SAW mengalir pada diri mereka".

Setidaknya ada tiga golongan di Indonesia yang saat ini getol membenci para Habaib. Mereka dari kalangan Salafi, Wahabi, dan HT. Mereka inilah yang enggan memuliakan habib dengan dalih “semua sama”. Bahkan memusuhi mereka. 

Advertisement

Sangat aneh sekali. Ketika ada kelompok organisasi Islam, atau partai politik yang nggak ngakui Durriyah Rasulullah SAW, secara tiba-tiba suka dan dekat dengan habaib. Sudah pasti, ada tujuan tertentu. Saya yakin, setelah tujuannya tercapai, mereka akan mencampakkan habaib. Bisa-bisa disingkirkan. Karena politik itu, tidak mengenal habib.

Wong Sayyidina Ali ibn Abi Thalib saja dibunuh dengan cara yang keji. Hasan juga diracun istrinya sendiri, sementara Husain juga dipenggal kepalanya. Abdullah Ibn Zubair juga digantung kepalanya di Ka’bah. Padahal, mereka itu sahabat Rasulullah SAW, menantu, dan juga cucu Rasulullah SAW yang dijamin surga. Masalah politik, adalah harga diri. Apa-pun akan dilakukan demi sebuah kemenangan dan kekuasaan.

Ngak ada ceritanya Kyai Nusantara itu mem-bully Durriyah Rasulullah SAW. Kaluapun tidak cocok, mereka lebih baik diam, karena takut kualat. Kyai Nusantara bener-benar samaatan wa toatan terhadap Durriyah Rasulullah SAW. Lebih-lebih, habib tersebut sosok orang yang berilmu dan berahlak tinggi.

Ketika melihat seorang habib yang berilmu, berarti ada dua keberkahan. Keberkahan ilmu dan durriyah Rasulullah SAW. Lihat saja, ketika para Kyai Nusantara hadir ke kediaman Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, semua takdim dan mencium tangan. Begitu juga saat hadir di kediaman atau majlis taklim Habib Umar Al-Hafiz, Majlis Taklim Maulana Habib Lutfi Pekalongan. Kyai Nusantara rebutan bisa bersalaman dengan mereka.

Di Nusantara cukup banyak habib yang menjadi panutan Kyai Nusantara di Indonesia, seperti Habib Lutfi Pekalongon, Habib Taufiq Pasuruan, Habib Sholih Alidrus Malang, Habib Jindan. Sementara habib yang lain, sebut saja Habib Umar Alhafidz, Habib Ali Aljufri dan habib Ahmad Alawi Almaliki. Hingga sekarang, nama-nama itu masih menjadi rujukan Kyai Nusantara.

Semua habib dipastikan teologinya adalah Imam Asy'ary dan Syafii madzhabnya. Rata-rata, habaib itu mengikuti toriqoh, baik Al-Naqsabandiyah, Al-Qodiriyah, atau Alawiyah. Nggak ada ceritanya seorang habaib itu ngikut teologi selain Asy'ary. 

Salah satu tujuan Syekh Al-Imam Muhammad Hasyim Asaary mendirian Jamiyah Nadhdhatul Ulama, menjadikan rumah yang besar nan teduh bagi ulama dan habaib yang bertujuan menjaga akidah Ahlussunah Waljamaah dari rongrongan Wahabi yang ngak suka kepada Durriyah Rasulullah SAW. 

Bahkan, tidak mengakui adanya Durriyah Rasulullah SAW. Sejak berdirinya NU, hingga sekarang selalu mengajarkan cinta Kyai dan Durriyah Rasulullah SAW, sebagaimana yang dicontohkan Gus Dur saat membela habib Kwitang.

Sekarang sudah mulai berbeda. Beberapa habib tidak lagi menjaga Aswaja, justru gandeng renteng dengan kelompok Wahabi yang jelas-jelas mengakafirkan dirinya karena mengikuti akidah Asaariyah. Hanya saja karena masalah politik sesaat. Tidak terbayangkan, Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki yang mempertahankan teologi Asy'ary, sementara santri-santrinya gandeng renteng dengan Hizbu Tahrir berdemontrasi. Berkumpul dengan kelompok garis keras, seperti; Abu Jibril. Nalar akidah Asaary sudah mulai pudar karena masalah politik sesaat. 

Biasanya para habaib selalu kompak menjaga kerukunan, kesejukan, keteduhan dalam berdakwah sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Menjaga akidah Aswaja, melaui pengajian, khaul, sholawatan. Itu dilakukan sejak ber-abad-abad, sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Maka muncullah beberapa Majlis Taklim di Nusanatara, seperti taklim dan Maulid Rasulullah SAW, Riyadhul Jannah, Arridwan dan ratusan majlis taklim lainnya. Tujuan utamanya, menjaga akidah Aswaja yang mencintai Rasulullah SAW dan Durriyah serta sahabat kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Nah, kali ini ada beberapa kelompok yang sengaja menciptakan kegaduhan. Dulu, yang namanya majlis tsklim dan maulid murni ngaji agama dimana di dalamnya, memuji Rasulullah SAW serta Durriyah dan sahabatnya. Sekarang Majlis Taklim isinya hujatan, kadang mencaci sesama, bukanya menambah cinta dan melebur dosa, tetabi berbagi dosa kepada sesama.

Dulu, para habaib dan Kyai saling berpelukan dalam setiap majlis, saling cium tangan, sama-sama mumulyakan Durriyah nabi Muhammad SAW. Mereka menjadi teladan sejati bagi masyarakat awam bagaimana berahlak sebagaimana ahlak baginda Rasulullah SAW.

Dulu, ngak ada habib yang misuh-misuh, ngumpat sesama muslim, menebarkan kegaduhan, dan teriak-teriak ganti presiden. Karena mereka berdakwah, sifat dakwah itu sepanjang jaman. Sementara sifat pilpres itu hanya 5 tahun sekali.

Setiap ada haul, selalu ada teriakan ganti presiden. Teriakan itu keluar dari mulut berjubah yang putih kepada sesama Durriyah. Teriakan itu bernada ejekan, sinis, seolah-olah sudah kelihangan makna dalam berdakwah. Apakah sudah berubah sedemikian rupa orientasi dakwahnya. Atau memang ada sesuatu.

Jika para habaib sudah kasar, kotor ucapannya, penuh kedengkian sesama Durriyah Rasulullah SAW. Lantas, orang awam mau ngikuti mereka?

Ketika Khaul Habib di Solo, cukup banyak teriakan-teriakan yang mengotori Khaul Solo. Habib Lutfi saja diteriaki. Lebih menggelikan lagi, mereka sepertinya sudah tidak punya malu. Kok, begitu tidak santunnya mereka kepada Habib Lutfi sang Durriyah Rasuluah SAW. Sepertinya dukungan kepada Sandi dan Prabowo telah menghilangkan kewarasan berfikir sebagai seorang ualam. Jangan-jangan ulama itu karena busananya bukan budi pekertinya.

Durriyah Rasulullah SAW ternyata kalah dengan seorang tokoh yang nyanyi-nyanyi haleloya pada setiap Natalan. Habib Lutfi kalah dengan seorang calon pemimpin yang setiap Natal merayakan Natalan bersama keluarga besarnya. Jika demikian, pantaskah Ijtimak Ulama justru memusuhi para ulama dan Durriyah Rasulullah SAW? Meski kita semua tahu siapa saja mereka dan golongan mereka. Tiga kelomok pembenci Habaib di belakang tokoh ini. (*)

* Penulis adalah pengajar Unisma Malang.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES