IPNU-IPPNU, Membentuk Karakter Pelajar Indonesia

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – UNTUK tercapainya Izzul Islam wal Muslimin dan masyarakat adil dan makmur, tidak akan jatuh begitu saja dari langit. Masih diperlukan karya-karya yang luar biasa. Hal itu harus terus diperjuangkan masing-masing orang. Semuanya harus dilakukan diri kita sendiri. Begitu kata Prof Dr KH Moh Tholchah Mansoer.
Menurutnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan tumpah tanah air yang sudah seharusnya dijaga. Tidak hanya dengan harta dan tenaga, tapi juga dengan segenap jiwa dan raga.
Advertisement
Pemahamam demikian, bukanlah hal duniawai semata. Tapi berangkat dari penghayatan akan nilai-nilai keagamaan dan pergumulan sejarah yang telah mengakar berabad lamanya. Nilai-nilai keagamaan dan sejarah itu diawali dengan pembentukan corak perilaku pelajar dengan melalui pendidikan, terutama pendidikan berkarakter.
Pendidikan karakter sangat penting untuk pelajar Indonesia karena pelajar ini nantinya akan menjadi ujung tombak pembangunan bangsa. Sebagai penerus bangsa diharapkan para generasi muda dapat memberikan teladan baik sikap maupun tingkah lakunya.
Mereka bukan hanya harus pandai dan cerdas secara intelektual namun juga harus pintar dan cerdas dalam moralnya. Koesoema (2007) memandang karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.
Kepribadian merupakan ciri, karakteristik atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir.
Dewasa ini, paradigma tentang aspek moralitas menjadi hangat dibicarakan, khususnya dalam dunia pendidikan. Banyak yang mengatakan bahwa masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia terletak pada aspek moral.
Hal itu terbukti dengan banyaknya berita tentang tawuran pelajar, kasus-kasus narkoba, seks bebas, pembunuhan, hingga kasus korupsi yang merajalela, mulai dari tingkat elite hingga ke level yang paling bawah sekalipun.
Sebagaimana dilansir dari berita harian www.kompas.com edisi Jumat 02 Februari 2018 diterangkan bahwa seorang peserta didik di salah satu SMA Negeri di Torjun Sampang, Madura telah menganiaya seorang guru, hingga mengakibatkan guru tersebut meninggal dunia. Peristiwa ini menjadi fokus penting bagi dunia pendidikan tentang bagaimana pendidikan karakter bagi pelajar dibentuk sebaik-baiknya.
Di sisi lain, dalam aspek kegamaan (Islam), pelajar di Indonesia sudah terpapar faham radikalisme agama yang dalam hal ini membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagaimana diberitakan www.nasional.sindonews.com edisi 31 Oktober 2017 bahwa hasil survei dari Alvara Research Center menyatakan bahwa 23,4 persen pelajar dan mahasiswa terjangkit paham radikal.
Menurut Tahir, (2016), paham radikal merupakan sebuah cara untuk mencapai tujuan dengan cara-cara kekerasan yang ditanamkan ke masyarakat oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab melalui pembuatan dan penyebaran narasi-narasi kekerasan yang memotret sisi-sisi agama dari cara pandang yang berbeda dan cenderung berlawanan dengan makna sebenarnya.
Kenyataan yang demikian menunjukkan bahwa dunia pendidikan harus memberi peran penting dalam menangkal dekadensi moral bangsa dalam upaya menyiapkan generasi muda masa depan yang lebih baik. Terkait hal ini, disadari bahwa tujuan pendidikan sebagaimana Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yakni:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dari fenomena-fenomena yang terjadi pada dunia pendidikan tersebut, mendorong lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah untuk memiliki tanggung jawab untuk memberi pengetahuan, keterampilan dan mengembangkannya baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
Salah satu pendidikan non formal adalah kegiatan ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar jam pelajaran yang ditunjukkan untuk membantu perkembangan peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh peserta didik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah (Wiyani, 2013).
Melalui kegiatan ekstrakulikuler yang dapat membentuk sikap positif terhadap kegiatan yang dipilih dan diikuti oleh para pelajar. beragam kegiatan yang ditawarkan untuk pelajar di sekolah, seperti diantaranya dalam bidang sosial, budaya, olahraga, sastra, kepemimpinan, wirausaha, kesehatan, keorganisasian dan keagamaan.
Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian di SMA Darussalam Blokagung, Banyuwangi tahun 2018. Sekolah yang terletak di Dusun Blokagung Desa Karangdoro Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi memiliki ekstrakulikuler bidang keagaman yang bersifat keorganisasian yang tidak semua dimiliki oleh sekolah lain, khususnya di Kabupaten Banyuwangi, yaitu Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU).
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) adalah badan otonom Nahdlatul Ulama yang menangani pelajar, remaja, santri dan mahasiswa yang didirikan ketika diselenggarakan Kongres LP Ma’arif di Semarang.
Moh Tholchah Mansoer menjadi salah satu pendiri dan ketua umum pertama organisasi yang berdiri pada tangal 20 Jumadil Akhir 1373 H. atau bertepatan pada 24 Februari 1954 M. Sedangkan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) berdiri pada tanggal 08 Rajab 1374 H. atau bertepatan dengan 02 Maret 1955 M di Solo, Jawa Tengah, yang salah seorang pendirinya sekaligus ketua umum pertama adalah Umroh Mahfudzoh.
Dalam penelitian ini, penulis mengidentifikasi dan menganalisis kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di SMA Darussalam Blokagung Banyuwangi sebagai salah satu cara untuk menanamkan nilai tanggung jawab dalam membentuk karakter. Diduga karena salah satunya akibat dari modernisasi yang menjadikan dekadensi moral pelajar di Indonesia saat ini seperti tawuran pelajar, kasus-kasus narkoba, seks bebas, pembunuhan, hingga kasus korupsi yang merajalela, mulai dari tingkat elite hingga ke level yang paling bawah sekalipun.
Bahkan sampai mengatasnamakan agama (Islam) untuk melakukan tidak kejahatan. Oleh karena itu, melalui ekstrakurikuler IPNU dan IPPNU diharapkan mampu menanamkan nilai tanggung jawab, sehingga karakter pelajar yang baik dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.
Jenis penelitian yang penulis lakukan ini termasuk penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Objek penelitian ini adalah penanaman nilai tanggung jawab dan karakter siswa dengan subjek penelitian adalah kepala SMA Darussalam Blokagung, pembina ekstrakurikuler dan siswa yang mengikuti ekstrakurikuler dengan penggunaan purposive sampling dalam pengambilan sampelnya.
Selama melakukan pencarian sumber data, ada beberapa bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan di SMA Darussalam Blokagung Banyuwangi untuk menanamkan nilai tanggung jawab yakni IPNU dan IPPNU seperti kajian Aswaja, Masa Kesetiaan Anggota, lomba cerdas cantik, bakti sosial, Ngaos Administrasi, pelatihan-pelatihan yang fokus dalam potensi bakat siswa dan kegiatan ibadah lainnya.
Dengan penerapan kegiatan ekstrakurikuler tersebut, pelajar SMA Darussalam Blokagung mengalami proses pembentukan karakter siswa. Dari data dan penelitian yang dilakukan dapat dikatakan bahwa ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang sangat berperan dan memberikan kontribusi baik ketika proses penanaman nilai tanggung jawab dalam membentuk karakter pelajar.
Pelajar yang memiliki karakter sebagaimana diungkapkan oleh Arismantoro (2008) yaitu cinta kepada Allah dan alam semesta, tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, jujur, hormat dan santun, memberikan rasa kasih sayang, peduli dan kerja sama, percaya diri, kerja keras dan pantang menyerah, berkeadilan dan berkepemimpinan, baik hati dan rendah hati, toleransi, cinta damai serta memiliki rasa persatuan.
Sudah sepatutnya, kita sebagai kader muda Nahdlatul Ulama harus terus membangun peradaban di negeri ini, tentunya mulai dari awal kita belajar. Salah satunya dengan melalui IPNU dan IPPNU, seperti yang ada di SMA Darussalam Blokagung, Banyuwangi.
IPNU-IPPNU merupakan miniatur Indonesia yang di dalamnya terdapat sangat banyak sekali komponen-komponen aspek pembelajaran, tinggal kita mau atau tidak masuk dalam proses pembelajaran tersebut, menyelami berbagai hal yang ada.
Berbekal trilogi IPNU-IPPNU, yakni Belajar Berjuang Bertaqwa akan menjadi spirit tersendiri dalam memacu semangat kaum pelajar untuk berproses. Kalau bukan kita sebagai kader muda NU, lantas siapa lagi ? Kalau tidak sekarang, mau kapan lagi ?
* Penulis adalah Moh Awang Nuryaddin, Pengurus PC IPNU Banyuwangi
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Sholihin Nur |