Romantisme Rasulullah dan Siti Aisyah dalam Keluarga

TIMESINDONESIA, MALANG – Memperbincangkan hubungan Rasulullah saw tanpa membahas Siti Aisyah, rasanya agak hambar, karena beliau ini yang banyak sekali memberitahukan sebuah cerita yang kelak bisa jadi pegangan dalam kehidupan. Siti Aisyah telah menemani Rasulullah saw dalam kurun waktu yang lama sampai Rasulullah saw meninggalkan kita semua.
Dalam hubungan keluarga, banyak cerita bagaimana Rasulullah saw sangat sayang terhadap istrinya. Salah satunya adalah panggilan “ya khumaira’” (hai yang kemerah merahan pipinya). Siapapun perempuan, pasti sangat tersanjung dengan panggilan tersebut. Apalagi yang memanggil adalah Rasulullah saw, panutan dan pemimpin Islam yang sangat disegani. Dari cara memanggilnya, menunjukkan rasa sayang Rasulullah saw yang luar biasa terhadap istrinya.
Advertisement
Rasulullah saw juga tidak pernah memarahi istrinya. Beliau lebih memilih diam untuk menunjukkan ketidaksukaan dan ketidaksetujuannya. Dengan diam, istri pelan tapi pasti akan mengerti kondisi yang sebenarnya. Pada saat persoalan sudah selesai, hubunganpun kembali seperti sedia kala.
Berkaitan dengan romantisme Rasulullah saw dan Siti Aisyah, ada beberapa cerita menarik. Pertama, Rasulullah saw setiap kali bepergian, pulangnya pasti membawa oleh oleh. Pada suatu hari, Rasulullah saw lupa membawa oleh oleh. Maka beliau ambil batu dan kemudian dibungkus, untuk dijadikan oleh-oleh buat istrinya. Saat pulang, Siti Aisyah menerima dengan senang hati dan menyimpannya dengan baik, meski tahu bahwa yang dibawa Rasulullah saw adalah sebongkah batu. Kebesaran hati seorang Aisyah r.a. yang menjaga perasaan Rasulullah saw, patut menjadi contoh bagaimana berperilaku menjaga perasaan suami.
Kedua, suatu saat Rasulullah saw pulang larut malam. Diketuknya pintu, tapi tidak ada yang membukakan. Rasulullah saw kemudian duduk menunggu sampai kemudian tertidur. Siti Aisyah yang merasa sampai larut malam Rasulullah saw berusaha untuk mencari. Saat membuka pintu yang kemudian membangunkan Rasulullah yang ketiduran. Bergegas Rasulullah saw bangun dan meminta maaf karena terlambat pulang dan membangunkan Siti Aisyah r.a yang tertidur. Siti Aisyah ternyata juga melakukan hal serupa dengan meminta maaf kepada Rasulullah saw karena telah ketiduran, sehingga tidak tahu saat Rasulullah saw datang. Peristiwa ini tentu jarang kita jumpai di zaman sekarang. Bisa jadi suaminya yang marah marah atau sebaliknya istrinya yang marah duluan.
Dari cerita tersebut, kita mendapat pelajaran betapa membangun keluarga yang harmonis dibutuhkan saling menyayangi, saling pengertian, dan saling merendah agak tidak menyinggung pasangannya. Saat ini yang terjadi, hubungan keluarga menjadi lebih indah dan berjangka panjang. Tidak perlu mengkedepankan ego, tapi tambahlah sabar dan pengertiannya. Tidak perlu merasa menang sendiri, tetapi tambahlah sifat toleransinya karena masing-masing pasti ada kekurangannya. Tidak perlu selalu marah, tapi carilah cara yang membuat penghambat jadi lebih ringan.
Rasulullah saw dan Siti Aisyah adalah contoh nyata dari bangunan rumah tangga yang kokoh dengan membangun kasih sayang sebagai landasan utama. Hanya kematianlah yang memisahkan keduanya. Semoga kita semua bisa seperti beliau berdua, aamiin yra. (*)
*Penulis, Noor Shodiq Askandar, Ketua PW LP Maarif NU Jawa Timur dan Wakil Rektor 2 Universitas Islam Malang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |