Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Wabah Software Bajakan di Indonesia Semakin Parah?

Selasa, 07 Januari 2020 - 13:11 | 329.05k
Fahrudin Akmal, Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Islam Malang (Unisma).
Fahrudin Akmal, Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Islam Malang (Unisma).
FOKUS

Universitas Islam Malang

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Berdasarkan data yang dirilis BSA, persentase penggunaan perangkat lunak bajakan di Tanah Air pada 2017 tercatat sebagai yang tertinggi kedua untuk kawasan Asia Pasifik, yakni 83%. Angka tersebut sama dengan Pakistan yang juga memiliki persentase 83%. Pada tahun yang sama, jumlah kerugian akibat penggunaan perangkat lunak tanpa lisensi di Indonesia mencapai US$1,095 juta. Hal ini juga didukung oleh salah satu penelitian dari Microsoft yang menyatakan bahwa hampir 90% komputer di Indonesia mengandung software atau aplikasi bajakan.

Fenomena ini sangat memprihatinkan pasalnya Indonesia sedang gencar-gencarnya untuk meningkatkan infrastruktur negara, yang seharusnya juga memperhatikan masalah seperti ini karena akan berdampak pada kepercayaan perusahaan pengembang software, dan jika masih dibiarkan perusahaan pengembang software bisa memutuskan kerjasamanya (blacklist) negara Indonesia dari peredaran software tersebut.

Advertisement

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kerugian juga bisa dirasakan developer dan pengguna, untuk developer sudah jelas akan dirugikan secara finansial karena tidak ada yang membeli lisensi software mereka, dan kerugian untuk pengguna software bajakan adalah malware yang biasa disematkan di software bajakan akan semakin mewabah

Masalahnya, software bajakan ini sebagian besar telah diinfeksi malware (virus berbahaya) yang bisa digunakan untuk membajak balik komputer pengguna. Caranya dengan mencuri data pribadi seperti nama pengguna dan kata sandi (password) untuk masuk ke akun tertentu seperti misalnya surel (email) dan media sosial. Malware ini bisa juga ditujukan untuk mengambil data keuangan seperti data kartu kredit.

Malware juga bisa saja menjadi trojan yang diam-diam menggunakan kemampuan PC (prosesor, memori, dll) untuk menjalankan perintah dari pemilik malware. PC yang sudah dikuasai ini bisa dijadikan botnet yang diperintah untuk melakukan serangan untuk melumpuhkan situs tertentu misalnya lewat serangan DDoS.

Skenario lainnya, sumber daya PC digunakan untuk menambang bitcoin oleh pihak ketiga. Sehingga menyebabkan komputer cepat panas, terasa lambat, dan baterai cepat habis.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dan temuan Microsoft juga menyatakan bahwa 9 dari komputer yang mengandung software bajakan di Indonesia 8 diantaranya telah terjangkit malware yang berarti para ketika membeli komputer di pasaran, para pembeli akan sangat sulit untuk mendapatkan komputer denga software bajakan yang bebas dari malware.

Untuk mengatasi masalah software bajakan di Indonesia ini perlu adanya kerjasama antara developer, dan pemerintah, masyarakat (pengguna), yang masing mempunyai peran masing-masing untuk mengurangi tingkat pembajakan software.

Yang pertama adalah peran dari developer dari software itu sendiri, pihak developer bisa mengurangi tingkat pembajakan software dengan menambahkan pengaman atau security code pada software buatan mereka seperti yang dilakukan oleh developer game-game saat ini yang sudah mulai susah untu dibajak.

Upaya lain yang bisa dilakukan oleh developer adalah mengiklankan software mereka di media-media yang paling sering dilihat oleh masyarakat Indonesia, seperti televisi, koran, youtube, dan lain-lain. Dengan begitu masyarakat akan sadar bahwa software yang original itu berbayar, karena tidak sedikit masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui tentang software original dan bajakan.

Sementara peran dari pemerintah adalah untuk mensosialisasikan software original kepada masyarakat dengan bantuan organisasi-organisasi yang paham akan hal ini, pemerintah juga harus mengawasi dan mencegah pengedaran software bajakan dan menindak penyebar software bajakan sesuai dengan undang-undang yang berlaku mengingat di negara Indonesia juga terdapat UU ITE Dalam pasal 72 ayat (3) UU Hak Cipta disebutkan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Namun peran terpenting ada pada masyarakat atau pengguna, masyarakat harus sadar sendiri akan ada dan bahayanya aplikasi bajakan. Bahkan pembuat crack atau software bajakan sendiri datangnya dari masyarakat yang ingin menggunakan software original berbayar secara gratis. Masyarakat sendiri juga memiliki opsi untuk memilih software yang akan digunakan karena diluar sana banyak aplikasi gratis yang tidak kalah dengan aplikasi berbayar.

Jika developer, pemerintah dan masyarakat dapat menjalankan perannya dengan baik dan benar maka software bajakan di Indonesia dapat diminimalisir. Karena apapun alasannya software original lebih baik dari pada bajakan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Fahrudin Akmal, Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Islam Malang (Unisma).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES