Gagasan Mengenai Pancasila

TIMESINDONESIA, MALANG – Pancasila ditawarkan Soekarno sebagai philosofische Grondslag (dasar, filsafat, atau jiwa) dari Indonesia merdeka. Setelah selama tiga hari beberapa anggota BPUPKI berpidato dan menawarkan aneka gagasan mengenai dasar apa yang dipakai bagi Indonesia merdeka nanti, tibalah saatnya bagi Soekarno untuk menyampaikan hal yang sama.
Sebelum mengutarakan gagasan mengenai dasar negara, Soekarno merasa perlu untuk meyakinkan para peserta sidang bahwa mereka tidak perlu terlalu memusingkan perkara yang kecil-kecil daripada kemauan untuk merdeka.“Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, sampai jelimet!, maka saya bertanya kepada Tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka padahal delapan puluh persen dari rakyatnya terdiri dari kaum Badui yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu.” (Sekretariat Negara Republik Indonesia, hlm. 64)
Advertisement
INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Kemauan dan hasrat untuk merdeka, menurut Soekarno, harus mendahului perdebatan mengenai dasar negara. Mengapa? Karena buat apa membicarakan dasar negara jika kemerdekaan tidak ada? Dari sini bisa dimengerti logika berpikir Soekarno yang terlebih dahulu menggelorakan semangat untuk merdeka, bahkan ketika rakyat masih miskin, belum bisa baca tulis, belum bisa mengendarai mobil, dan seterusnya.
Soekarno bahkan menganalogikan kemauan merdeka dengan kemauan untuk menikah. Apakah menikah harus menunggu semuanya mapan? Demikian pula dengan kemerdekaan. Berkaitan dengan hal ini, Soekarno merasa perlu untuk merujuk pengalaman negara-negara lain sebagai retorika untuk memperkuat argumentasinya (Arab Saudi mendirikan negara hanya dalam satu malam dan Soviet mendirikan negara ketika sebagian besar rakyatnya tidak bisa membaca).
Sang orator, yang tak lain adalah Soekarno, mengemukakan gagasannya dalam sebuah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai pada 1 Juni 1945. Dalam sidang yang dihadiri oleh 62 orang dari berbagai golongan, Soekarno mengatakan:
“Kita ingin mendirikan Indonesia di Weltanschauung (atas dasar) apa? Marxisme-kah? Sam Min Chu I (ideologi yang digagas tokoh komunis Cina, Sun Yat Sen)-kah? Atau dasar apakah?” tanya Soekarno. “(Sekretariat Negara Republik Indonesia, hlm. 64.)
Pada uraian berikutnya, Soekarno mengemukakan dasar dari Indonesia merdeka. Argumentasinya, seperti pada ajakannya untuk meraih kemerdekaan, juga didahului dengan mereferensi sejarah kemerdekaan negara lain. Soekarno mengutip perjuangan negara-negara lain: “Hitler mendirikan Jermania di atas national-sozialistische Weltanschauung Lenin mendirikan negara Soviet dia atas satu Weltanschauung, yaitu Marxistische – Historisch Materialistische Weltanschauung,.... Nippon mendirikan negara Dai Nippon di atas Tennoo Koodoo Seishin Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu weltanschauung bahkan di atas satu dasar agama, yaitu Islam.” (Sekretariat Negara Republik Indonesia, hlm. 69)
Argumentasi Soekarno mengenai dasar negara dibuka dengan suatu pertanyaan, “Apakah Weltanschauung (dasar dan filsafat hidup) kita, jikalau kita hendak mendirikan Indonesia merdeka?” Soekarno tidak menjawab pertanyaan ini dengan satu jawaban singkat. Terlebih dahulu ia hendak mengutarakan pandangannya bahwa dasar negara Indonesia ini haruslah ditemukan dalam lubuk hati dan jiwa bangsa Indonesia jauh sebelum bangsa ini merdeka. Benar bahwa Arab Saudi didirikan dalam satu malam dan Soviet dibuat dalam sepuluh hari, akan tetapi dasar negara Arab dan Soviet sudah dipikirkan sejak jauh-jauh hari.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Dengan ini Soekarno mau mengatakan bahwa niat dan keinginan merdeka itu haruslah bulat, akan tetapi dasar yang akan dipakai bagi Indonesia merdeka haruslah sesuatu yang sudah mendarah daging dan ada dalam semua sanubari rakyat Indonesia. Dalam kerangka inilah Soekarno menyebut bahwa dasar negara Indonesia yang ia pikirkan sudah ada alam renungannya sejak 1918. “Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja dalam beberapa hari di dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918....” (Sekretariat Negara Republik Indonesia, hlm. 71)
Selanjutnya Soekarno menguraikan dasar-dasar apa saja yang perlu dimiliki bagi bangunan Indonesia merdeka. Dasar-dasar yang ia sebutkan adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisme (kemanusiaan), mufakat/permusyawaratan, kesejahteraan (keadilan sosial), dan akhirnya Ketuhanan. Kelima prinsip itulah yang dia namakan Pancasila, dan diusulkannya sebagai Weltanschauung negara Indonesia merdeka. Pertama, Kebangsaan yang dimaksud Soekarno adalah Nationale Staat dan nasionalisme Indonesia. Setiap warga negara Indonesia harus merasa diri mempunyai satu bangsa dan tumpah darah yang sama, yakni Indonesia.
Kedua, kebangsaan yang dimaksud oleh Soekarno ini bukanlah chauvinism khas Hitler, maka prinsip kedua untuk menjaganya adalah perikemanusiaan (internasionalisme). Hal ini penting agar bangsa Indonesia merasa diri menjadi bagian dari seluruh umat manusia di dunia.
Ketiga, permusyawaratan yang dimaksud Soekarno adalah perjuangan ide dari seluruh rakyat Indonesia lewat wakil-wakilnya demi mewujudkan kesejahteraan umum.
Keempat, kesejahteraan sosial yang dimaksud Soekarno adalah kemakmuran yang harus bisa dinikmati oleh segenap warga Indonesia, karena untuk kepentingan inilah suatu bangsa terbentuk. Kelima, Ketuhanan yang dimaksud Soekarno adalah Ketuhanan yang berkebudayaan. Artinya bangsa Indonesia menghargai pengakuan setiap manusia Indonesia akan peran Tuhan dalam pencapaian kemerdekaan ini. Bangsa Indonesia mengakui keberadaan agama-agama, dan hendaknya ada rasa saling menghargai di 56 antara mereka, karena dengan demikianlah bangsa Indonesia bisa disebut bangsa yang berbudaya. Kemudian dengan sangat percaya diri, Soekarno mengatakan:
“Saudara-saudara! Dasar negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membicarakan dasar. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini, dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas, dasar. Dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal abadi. (Sekretariat Negara Republik Indonesia, hlm. 71)” Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, namun dengan urutan dan nama yang sedikit berbeda. Tulisan M. Yamin juga mengamini bahwa lahirnya Pancasila berasal dari Soekarno.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
“Sila yang lima ini dinamai Bung Karno dalam uraian pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di kota Jakarta ‘Pancasila’ yang berarti paduan lima buah sila.... Tanggal 1 Juni 1945 dianggap oleh Republik Indonesia sebagai tanggal lahirnya ajaran Pancasila, dan Bung Karno diterima sebagai penggalinya..” Muhammad Yamin, 1960: 289)
*)Penulis: Frenanda Yonata MH, Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Islam Malang (Unisma).
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Rochmat Shobirin |