Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Pesan Tersirat Pengunduran Diri Belva Devara

Rabu, 22 April 2020 - 15:20 | 75.52k
Dr. H. Ahmad Siboy., S.H., M.H, Dosen Pasca sarjana UNISMA dan Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Dr. H. Ahmad Siboy., S.H., M.H, Dosen Pasca sarjana UNISMA dan Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Salah satu staf khusus milenial Presiden bernama Adamas Belva Syah Devara secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya. Pengunduran diri ceo Ruang Guru ini pun telah diterima dan disetujui oleh Presiden Joko Widodo. Langkah yang dilakukan oleh Belva Devara seakan menjadi “perang” anti klimaks antara dirinya dengan orang-orang yang mengkritik, menuduh dan bahkan menantangnya debat.

Langkah yang  ditempuh oleh Belva Devara merupakan pilihan diantara dua pilihan yang sangat berat. Yakni, antara bertahan menjadi staf milineal Presiden atau mundur dan kembali beraktiftas di dunia star up. Pilihan yang ditempuh oleh pria kelahiran Jakarta 30 Mei 1990 tersebut menyisipkan beberapa pesan: Pertama, Belva Devara seakan ingin merealisaikan pernyataan Gus Dur bahwa tidak ada jabatan yang perlu dipertahankan mati-matian. Belva Devara tentu dapat saja mempertahankan statusnya sebagai staf khusus milineal Presiden walaupun kritik dan tuntutan untuknya sangat deras mengalir. Sebab, statusnya sebagai staf khusus Presiden sangat bergantung pada hak prerogatif Presiden. Apabila Presiden tidak menghendakinya untuk berhenti maka ia tetap dapat bertahan sebagai staf khusus milineal. Namun, Belva Devara memilih untuk mundur demi kepentingan bangsa yang sedang berjuang melawan Corona. Belva dengan lembut menyatakan bahwa ia memilih mundur demi tidak membebani atau memecah kontsentrasi Presiden antara polemik atas dirinya dan proses penanggulangan corona.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Belva Devara pun dengan tenang menyatakan bahwa dimanapun ia berada ia akan tetap membantu Presiden walaupun tidak berada dalam lingkaran istana lagi. Apa yang dikatakan oleh Belva Devara menunjukkan kedewasaan dan ketulusannya untuk benar-benar memberikan kontribusi bagi bangsa dan Negara tanpa melihat posisi apa yang ia dapat atau duduki. Baginya, untuk memberia apa-apa maka tak harus menjadi apa-apa.

Spirit hidup untuk memberi apa-apa tanpa menjadi apa-apa merupakan spirit hidup yang sudah luntur dari orang-orang yang memburu kekuasaan atau sedang berada di lingkaran kekuasaan sekarang. Kebanyakan para politisi berebut untuk menjadi apa-apa tanpa berfikir dia mampu memberi apa. Buktinya, banyak politisi yang berebut menjadi menteri tanpa memilki latar belakang atau visi yang jelas atas Kementerian yang akan dipimpinnya. Banyak yang mendekat ingin menjadi orang dekat Presiden tanpa memiliki prestasi dan track record yang jelas. Hal ini berbeda dengan Belva Devara, dimana sudah memiliki prestasi akademik yang cukup membanggakan dari perguruan tinggi luar negeri dan berhasil membutktikan kemampuannya mengakat ekonomi kaum milineal melalui perusahaannya.

Kedua, Belva Devara mundur saat ia menjalani jabatan baru setengah tahun atau masih seusia jagung. Mundurnya Belva dalam waktu yang masih sangat singkat dari waktu pengangkatannya merupakan fakta yang juga menunjukkan bahwa untuk memberi sesuatu tidak diukur oleh seberapa banyak waktu yang dihabiskan melainkan seberapa banyak manfaat dari setiap waktu yang dijalani. Buat apa menduduki jabatan strategis begitu lama namun tidak memberikan perubahan apa-apa. Buat apa hidup seribu tahun kalau tak sembahyang.

Walaupun Belva Devara hanya enam bulan menjadi “orang dekat” Presiden bukan berarti ia tidak memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia khususnya generasi milenial. Sejak dipinang oleh Presiden sebagai staf milenial maka hal tersebut telah menjadikan sosok Belva Devara sebagai figur yang mampu mendatangkan harapan bagi generasi milenial yang lain. Bahwa generasi milenial yang seusia dengan Belva Devara merasa bahwa generasi mereka memiliki perwakilan di istana. Bersamaan dengan itu, keberhasilan Belva Devara juga akan membuat generasi milenial seusianya “iri” atas prestasi Belva sehingga generasi milenial yang sebelumnya tidur pulas akan bangkit untuk menyamai prestasi Belva Devara.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Spirit yang diterbarkan oleh Belva Devara adalah spirit optimisme. Spirit optimisme merupakan spirit yang memiliki makna sangat dasyat. Sebab, kebangkitan suatu bangsa di awali oleh optimisme terlebih dahulu. Apabila suatu bangsa tidak memiliki optimesme maka harapan untuk menjadi bangsa besar dan dapat duduk sejajar dengan bangsa lain tidak akan pernah terwujud. Dengan semangat optimesme maka kondisi bangsa yang masih berada dibawah negara-negara maju tidak akan menjadikan generasi milineal takut menghadapi masa depan sebagai bangsa Indonesia. Lewat spirit optimesme yang ditebarkan oleh Belva Devara tersebut maka generasi muda diajarkan bagaimana caranya melihat sebuah bunga. Yakni, generasi milenial harus melihat sebuah bunga bukan dari durinya melainkan dari tangkainya yang indah. Generasi muda Indonesia tidak boleh pesimis melihat kondisi dan situasi Indonesia tapi harus optimis bahwa Indonesia dapat menjadi bangsa yang besar dan maju.

Ketiga, Belva Devara lebih mengedepankan bahasa hati, bahasa kemanusian bukan bahasa hitam di atas putih atau hukum semata. Artinya, saat Belva Devara memilih mundur karena dinilai “bermain” dalam kasus kerjasama ruang guru dengan program prakerja pemerintah maka pilihan ini menunjukkan bahwa Belva lebih memilih meredam “keresahan” publik ketimbang mempertahankan kebenaran hitam di atas putih yang menjadi haknya. Belva Devara bisa saja tetap bertahan sebagai staf khusus milenial Presiden walaupun dituding terlibat dalam penunjukkan Ruang Guru sebagai bagian dari mitra pemerintah dalam program prakerja sebab keterlibatan Ruang Guru dalam program prakerja telah sesuai prosedur dan Belva Devara belum dibuktikkan secara hukum kalau dirinya memanfaatkan statusnya sebagai staf milenial Presiden untuk memperoleh proyek dari pemerintah.

Belva Devara lebih memilih meredam dan meneduhkan suasana bangsa Indonesia ketimbang mempertahankan haknya.  Belva Devara seakan merelakan dirinya menjadi “tumbal” dari opini publik bahkan merelakan dirinya akan distigmakan bersalah dalam kerjasama program pemerintah dengan Ruang Guru. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa dikemudian hari akan muncul suara-suara nyinyir yang menyatakan bahwa Belva Devara mundur karena ketahuan korupsi. Inilah kemudian yang juga harus difahami atas kondisi psikologis Belva bahwa rakyat Indonesia boleh memberikan kontrol terhadap staf khusus milenial Presiden namun jangan sampai terkesan mengadili. Belva Devara juga manusia yang mempunyai hati yang bisa terluka.

Apa yang terjadi pada Belva Devara sekarang ibarat singa yang sedang terluka. Diakui atau tidak, kondisi Belva sedang terluka. Ia sedang menjadi bulan-bulanan publik atas kesalahan yang belum dibuktikan dihadapan hukum. Belva Devara memilih mundur untuk mengobati luka dalam dirinya supaya dikemudian hari ia dapat kembali menjadi singa yang dapat meraih kesuksesan hidup walau tidak lagi menjadi staf milenial Presiden. Wahai saudaraku, sahabatku Belva Devara, mari kita terus berkarya untuk negeri, mari kita terus tingkatkan Prestasi karena lewat karya dan prestasilah orang yang mencaci dan memaki kita akan menyesal.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Dr. H. Ahmad Siboy., S.H., M.H, Dosen Pasca sarjana UNISMA dan Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES