Kopi TIMES

Mengenang pemikiran Kosmopolitan Dynand Fariz

Kamis, 23 April 2020 - 16:29 | 50.48k
A Kurniawan Ulung, Wartawan Seni, Budaya, dan Pariwisata
A Kurniawan Ulung, Wartawan Seni, Budaya, dan Pariwisata
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pembatalan penyelenggaraan Jember Fashion Carnaval (JFC) yang sedianya akan diadakan pada 6-9 Agustus 2020 untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Jember, Jawa Timur, sudah tepat, dan seharusnya tidak perlu diikuti dengan kekecewaan yang berlebih karena saat seperti ini lebih baik digunakan untuk mendalami pemikiran kosmopolitan pendirinya, almarhum Dynand Fariz, sembari kita menunggu pandemi virus Corona berakhir.
  
Tanggal 17 April menandakan satu tahun kepergian Dynand Fariz -- maestro karnaval Indonesia yang meninggal dunia pada akibat tuberkulosis akut pada usia 55 tahun. Ia dimakamkan di tempat kelahirannya, Desa Garahan, di Kecamatan Silo, Jember setelah dirawat intensif di RS Jember Klinik.

Semasa hidupnya, Dynand berhasil menyulap jalan protokol Jember sejauh hampir 4 kilometer menjadi lantai catwalk, menjadikan kabupaten kecil di Jawa Timur ini kota karnaval berkelas dunia seperti Rio de Janerio di Brazil, dan mendatangkan ribuan wisatawan dari dalam dan luar negeri.  

Advertisement

Ia telah melambungkan citra Indonesia di panggung dunia melalui karya-karyanya, seperti kostum Warrior Princess of Borneo bertema burung enggang khas Kalimantan yang berhasil menyabet gelar kostum nasional terbaik di ajang Miss Supranational 2014 di Polandia dan Chronicle of Borobudur bertema stupa warisan Wangsa Sailendra yang berhasil mendapatkan penghargaan serupa di Miss Universe 2014 di Amerika Serikat.  

Namun, bagi saya, kontribusinya untuk Indonesia lebih dari sekedar menciptakan busana sebagai instrumen diplomasi budaya. 

JFC merupakan produk pemikiran kosmopolitan Dynand Fariz. Melalui pagelaran tahunan tersebut, ia mengajak masyarakat untuk memahami bahwa kita semua adalah bagian dari masyarakat dunia dan oleh karena itu, manusia harus bersatu untuk mengatasi permasalahan global bersama-sama terlepas dari perbedaan suku, agama, ras dan status kewarganegaraan. Karena faktor politik saja, kita terpisahkan oleh batas-batas negara. 

Bagi Dynand, batas teritorial antar negara tidak perlu lagi dipersoalkan di dalam masyarakat dunia sehingga ia tidak melulu menciptakan defile yang bertemakan Indonesia saja. Pada penyelenggaraan JFC bertema ASIALIGHT di tahun 2018, misalnya, ia menampilkan kostum pagoda dari Thailand, kostum Silla dari Korea dan kostum Shogun dari Jepang. Dalam penyelenggaraan JFC, semua berbaur sebagai satu komunitas masyarakat dunia. 

Pemikiran kosmopolitan itulah yang juga mendorong Dynand mengampanyekan isu-isu global dalam pertunjukan JFC, seperti deforestasi dan perubahan iklim, tanpa terkesan menggurui. 

Sadar bahwa hutan Indonesia merupakan paru-paru dunia, ia mengajak warga dan wisatawan untuk ikut menjaga hutan dengan menampilkan model memakai kostum menyerupai tanaman, bunga dan pohon endemik Indonesia dalam defile Woods sembari mengangkat poster bertuliskan 'Save Our Forest'. Dynand tidak sekedar beretorika, karena kostum unik dan megah yang dikenakan lebih dari 1,000 model dalam setiap penyelenggaraan JFC terbuat dari barang bekas yang didaur ulang. 

Disadari atau tidak, Dynand sebenarnya memperjuangkan dua norma: perdamaian dan keamanan dunia. Dia bahkan mengangkat tema 'World Unity' dalam penyelenggaraan JFC yang ke-8, mengingatkan pemimpin-pemimpin dunia untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan meminta mereka untuk menghentikan perang agar tercipta perdamaian.   

Media membantu Dynand menyebarkan pemikiran kosmopolitannya sehingga ia mampu menginspirasi daerah-daerah lain untuk menciptakan Banyuwangi Ethno Carnival, Solo Batik Carnival, Batam International Culture Carnival, dsb. 

Setelah 15 tahun sejak JFC berdiri, Presiden Joko Widodo akhirnya mengukuhkan Jember sebagai Kota Karnaval Indonesia pada tahun 2017. Berkat JFC, okupansi hotel selalu penuh dan pariwisata menjadi satu dari lima sektor penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jember. Menurut data terakhir, sumbangan sektor pariwisata terhadap PAD Jember mencapai Rp 15 milyar. 

Namun, Jember tidak boleh cepat berpuas diri. Slogan Kota Karnaval di satu sisi merupakan berkah bagi masyarakat Jember, namun di sisi lain tantangan bagi generasi penerus Dynand Fariz dan pemerintah daerah. Mereka harus mampu mengkapitalisasi slogan tersebut sebaik mungkin ke dalam bentuk nilai finansial agar masyarakat Jember dapat merasakan manfaat ekonomi yang lebih besar dari penyelenggaraan JFC. 

Tantangan terbesar kedua ialah mensosialisasikan pemikiran-pemikiran kosmopolitan Dynand Fariz lebih dalam ke akar rumput untuk mempererat rasa pengertian satu sama lain dan menghindari kesalahpahaman agar penolakan-penolakan terhadap JFC yang terjadi di masa lalu tidak terulang. Tahun lalu, misalnya, Front Pembela Islam (FPI) mengecam penyelenggaraan JFC yang mereka anggap penuh maksiat dan tidak bermanfaat.  

Penerimaan masyarakat yang lebih luas dan kapitalisasi ekonomi yang lebih besar itu penting untuk menjaga agar pertunjukan JFC dapat berkesinambungan. Strategi diperlukan untuk menghadapi kedua tantangan tersebut. 

Anak didik Dynand saat ini memiliki waktu yang lebih longgar untuk merumuskan strategi tersebut karena tahun ini mereka tidak menyelenggarakan JFC. Pembatalan penyelenggaraan JFC tahun ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai aktor di industri kreatif agar strategi yang dirumuskan bisa lebih matang. 

Pemkab Jember juga seharusnya memberikan apresiasi lebih atas kontribusi seni Dynand Fariz yang berhasil mengharumkan nama Jember tidak hanya di Indonesia tetapi juga di panggung dunia. 

Salah satu penghargaan yang Pemkab mungkin bisa berikan ialah mengabadikan namanya sebagai nama jalan protokol Jember. Pemprov DKI Jakarta pernah melakukan hal tersebut di tahun 1995 dengan mengabadikan nama Benyamin Sueb sebagai nama jalan di daerah Kemayoran sebagai penghormatan atas kontribusi besarnya di dunia seni: melestarikan seni tradisional Betawi, khususnya Gambang Kromong. 

Dynand mungkin saat ini sedang tersenyum di surga atas legasi yang ditinggalkannya, termasuk membuka mata banyak orang di Indonesia bahwa kreativitas warga Jember lintas batas teritorial dan bukan hanya tentang Dewi Persik dan Anang Hermansyah saja.

***

*) Oleh: A. Kurniawan Ulung, Wartawan Seni, Budaya, dan Pariwisata.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Adhitya Hendra
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES