
TIMESINDONESIA, MALANG – Korupsi di tengah Covid-19 mungkinkah terjadi? Jika terjadi, hal tersebut menjadi bukti bahwa kehidupan kita sebagai bangsa gagal dalam menciptakan sebuah situasi psikososial yang tidak mendorong kemajuan bangsa kearah yang lebih maju.
Teori Means-ends scheme yang diperkenalkan oleh Robert Merton, Korupsi merupakan suatu perilaku manusia yang diakibatkan oleh tekanaan sosial, sehingga menyebabkan pelanggaran norma. “Tekanan Sosial” menjadi 2 kata yang digaris bawahi, karena situasi ini bisa saja tercipta dari keegoan dalam berkehidupan sebagai bangsa.
Advertisement
Jangan sampai fenomena yang disebutkan oleh Malcom Gladwell dalam Bukunya “Tipping Point” yang bercerita tentang anak kecil yang menjadi tukang contek (padahal sebelumnya dia anak yang jujur) dikarenakan situasi yang mendukung. Oleh karena itu seharusnya sebagai bangsa kita harus mampu menciptakan situasi yang “Haq” untuk mengusir “Bathil” dalam proses sosial kita.
Menurut Amir Santoso, terdapat lima pandangan yang dapat menjelaskan mengapa korupsi di Indonesia sukar diberantas salah satunya adalah praktik korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik melalui pemanfaatan kelemahaan dalam sistem administrasi Negara beserta aturan-aturannya.
Kelemahan dalam sistem negara menjadi salah satu pemicu terjadinya korupsi, selain moral hazard yang timbul dari individu yang tidak bertanggung jawab, korupsi haruslah kita pandang sebagai bagian dari kegagalan dalam manajemen sistem yang ada. Dalam sebuah diskusi terkait korupsi, penulis pernah mendengar bahwa koruptor yang ada sebenarnya dan bahkan cukup banyak dari mereka yang merupakan korban dari kegagalan sistem akuntabilitas yang ada selain faktor moral hazard.
Di tengah bencana Covid-19 ini pemerintah mengeluarkan kebijakan pengamanan sosial yang salah satunya adalah penggunaan dana desa untuk Bantuan Langsung Tunai, kondisi ini mau tidak mau harus menjadi pilihan yang efektif dan efisien dari pemerintah,karena potensi korupsi sangatlah besar dalam program Bantuan Langsung Tunai pun disatu sisi jangan sampai birokrasi menjadi penghalang dalam kecepatan penyaluran bantuan.
Ramadhan Bulan Tarbiyah dan Mi’raj Hati
Bulan Ramadhan haruslah menjadi bulan tarbiyah/pendidikan bagi setiap umat Islam, bulan ini haruslah menjadi bulan untuk membimbing kita agar mencapai 4 prinsip di bulan Ramadhan seperti yang disampaikan oleh Rektor Institut Pertanian Bogor (Arif Satria) dalam ceramahnya saat Ramadhan 1440 H di Masjid Al Hurriyyah IPB.
Arif Satria memaparkan 4 prinsip yang harus ditanamkan ketika bulan Ramadhan yaitu, High Trust Society. Saat bulan Ramadhan adalah momen untuk kita semua untuk menjadi masyarakat dengan rasa saling percaya yang tinggi karena potensi untuk terciptanya kebohongan adalah minim karena orang orang ketika berbohong saat puasa akan berkurang pahala puasanya.
Kedua yaitu Empathy Knowledge. Di saat bulan puasa kita dituntut untuk menjadi pribadi yang mempunyai empati yang tinggi, merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan saling berbagi makanan untuk berbuka puasa. Ketiga, Keikhlasan, pada saat puasa kita akan membimbing diri kita menjadi pribadi yang ikhlas dalam beramal, ikhlas dalam berbagi kepada sesama, dan menjadi pribadi yang selalu menerima apa yang sudah ditakdirkan.
Keempat, Tangguh/Sabar. Bulan puasa adalah kesempatan kita agar menjadi orang orang tangguh dalam menjalani kehidupan, jatuh bangun dalam kehidupan adalah hal yang biasa, maka ketika kita sudah lulus di bulan puasa maka kita akan menjadi pribadi pribadi tangguh untuk menjalani kehidupan di sebelas bulan lainnya.
Mi’raj hati kita dimaksudkan bahwa hati kita di bulan Ramadhan haruslah bertemu dengan Rabb sekalian alam. Kesempatan untuk mendekat dengan yang maha pengasih dan maha penyayang menjadikan kita lebih mengenal diri sendiri melalui pendekatan spiritual. Hati yang selalu terpaut dengan Allah Subhanahu Wa Taala merupakan awal dari lahirnya pemimpin di muka bumi yang selalu memberikan solusi bagi permasalahan yang ada.
Dalam sebuah forum diskusi yang bertempat di Harvard Business School tahun 2002 dengan tema “Does Spiritual Drive Success?” menyimpulkan bahwa spiritualisme menjadi hal yang sangat penting dalam bisnis karena menghasilkan 5 hal yaitu kejujuran, semangat, inisiatif, bijaksana, dan keberanian mengambil keputusan.
Poin yang dapat kita petik adalah kejujuran dan bijaksana, karena dua poin ini sangat penting untuk dijadikan tameng setiap individu agar tidak melakukan hal hal yang tidak bertanggung jawab seperti halnya korupsi. Maka dari itu pendekatan spiritual dalam kehidupan berbangsa sangatlah penting untuk menciptakan situasi ideal yang mendukung kearah positif, dan Ramadhan kali ini adalah kesempatan dan pintu awalnya.
***
*)Oleh: Rahmat Zuhair, Mahasiswa Institut Pertanian Bogor dan Peserta Rumah Kepemimpinan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
***
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |