Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Tembang Sufi Mantiqut Thoir- 7 Dahsayatnya Renungan Malam

Kamis, 21 Mei 2020 - 15:22 | 98.28k
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA / Aktivis Remaja Masjid Kota Malang / Pengurus Ponpes Tahfidz Al Madani Malang.
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA / Aktivis Remaja Masjid Kota Malang / Pengurus Ponpes Tahfidz Al Madani Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Akal termasuk pemberian Allah yang sangat berharga kepada kita. Dengan keberadaan akal, kita mendapatkan kedudukan yang lebih mulia dibanding dengan makhluk Allah yang lain. Dengan keberadaan akal, Adam mendapatkan kedudukan yang lebih mulia dibanding dengan malaikat-Nya, sehingga Allah menyuruh para Malaikat untuk bersujud pada Nabi Adam. Tidak ada makhluk Allah yang mampu menyebutkan nama-nama benda di Syurga kecuali Nabi Adam. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan akal yang diberikan Allah kepada Nabi Adam dan kepada kita menjadi amanah untuk dimaksimalkannya demi kemaslahatan diri, orang lain, dan lingkungan. 

Allah memberikan amanah kepada kita untuk senantiasa menjadi pengelola bumi yang baik dan kholifah yang konsisten untuk merawat ciptaan Allah, mengenal kehakikian ciptaannya, dan mengenal Sang Penciptanya. Namun, apabila kita tidak memaksimalkan potensi kecerdasan yang telah diberikan Allah kepada kita tentu kita termasuk orang-orang yang lalai dan merugi. Dalam berbagai kesempatan, kita sering ditunjukkan dengan fenomena-fenomena alam yang unik. Namun keunikan tersebut terkadang hanya menjadi tontonan bahkan berubah menjadi hal yang dimetoskan. 

Sering kita melihat sebuah peristiwa alam, tetapi kita enggan berpikir dan mengambil hikmah dibalik peristiwa tersebut. Apapun peristiwa yang terjadi pada kita dan lingkungan kita adalah sebuah takdir yang telah direncanakan oleh Allah termasuk pandemi C0vid-19 ini. Perlu kita ketahui bahwa setiap peristiwa yang terjadi tidak akan melanggar sunnatullah. Dengan kata lain, setiap peristiwa yang ada di sekitar kita tersebut tentu ada penyebabnya sehingga berakibat sedemikian rupa. 

Dalam Kitab Mantiqu’t Thoir yang berupa untaian sajak, penggambaran manusia dengan berbagai keindahan yang dimilikinya namun tidak memaksimalkan akal pemberian Allah, oleh Syekh Faridu’d-Din Attar digambarkan dengan burung Kakak Tua. Sosok burung yang hanya indah bagian luarnya, tetapi sedikit keindahan kicauannya. Kita diperintah oleh Allah untuk selalu merenungkan segala hal ciptaan-Nya kecuali Dzat-Nya. Sedemikian penting merenung mengenai ciptaan Allah tersebut sampai Rasululllah bersabda “Merenung sesaat lebih besar nilainya daripada amal-amal kebajikan yang dikerjakan oleh dua jenis makhluk Allah manusia dan jin” (H.R. Ibnu Majah).

Malam adalah waktu yang paling tepat untuk merenungkan ciptaan Allah yang jumlahnya tidak bisa dihitung dengan apapun. Oleh karena itu, seberapa banyak kita berkontemplasi untuk merenungkan ciptaan Allah ini jika dibanding dengan kesibukan kita sehari-hari. Maka jawabannya ialah terkadang kita lebih sibuk mengerjakan hal-hal yang lain daripada merenung sejenak. Padahal dalam penelitian yang dilaksanakan oleh Tolle “Membongsai Energi Pikiran” dapat kita jadikan referensi bahwa dalam kondisi yang sangat tenang sel-sel saraf akan cepat bereaksi dengan yang lain sehingga informasi-informasi baru yang dihasilkan melalui ingatan akan lebih cepat menjadi pengetahun-pengetahuan baru untuk kita.

Nabi kita telah mempraktikannya selama di dalam Gua Hira. Selama di gua tersebut, Rasulullah melakukan tadabur tentang ciptaan-Nya. Ini sebagai sebuah bukti konkret bahwa Rasulullah mendapatkan pengetahuan dari sebab tersbuh dan langsung dari Allah berupa mukjizat Alquran. Pengetahuan dari Allah secara langsung selalu diberikan kepada kita yang senantiasa taat bertafakur kepadan-Nya. Namun hasilnya berupa hal yang berbeda. 

Demikian juga dengan Sidharta Gautama yang telah mendapatkan pencerahan di buwah pohon Bodhi. Meskipun selama di bawah pohon Bodhi Sidharta tidak pernah membaca buku, akan tetapi informasi tentang kosmos dan kebenaran tentang alam dan nilai kemanisian begitu sempurna dia terima. Implementasi dari deskripsi tersebut ialah tidak ada pilihan lagi untuk memperbaiki keadaan dan menambah pengetahuan selain kita selalu banyak merenung akan ciptaan Allah.

Terdapat banyak ayat dalam Alqur’an yang memerintahkan kita untuk senantiasa bertabur. Allah berfirman “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal” (QS. 3:190). Hal ini menunjukkan bahwa kita alam raya yang sangat luas ini adalah ayat-ayat kauniyah yang memang ciptakan oleh Allah untuk dipelajari oleh manusia seutuhnya.

Hujjaatul Islam Imam Al-Ghazali selalu memberikan catatan bahwa hati seseorang itu adalah lintera kehidupannya. Semakin bersih dan bening hati manusia maka dia akan dapat melihat berbagai hal yang tersembunyi bahkan dalam kegelapan sekalipun. Dalam hal ini harus ada sinergitas yang berirama antara akal dengan hati. Akal adaah piranti lunak untuk menganalisis hubungan kita dengan benda-benda yang ada di sekitar kita, sedangkan hati adalah piranti lunak yang menghubungkan kita dengan Allah. Maka kedua-duanya harus disinergikan saat kita melakukan kontemplasi.

Merenung pada malam hari saat dalam kondisi releks, kita akan mendapatkan manfaat yang sangat banyak. Semoga di penghujung Ramadan ini, kita telah diberikan keluasan berpikir oleh Allah dan menempatkan kita kepada golongan orang-orang yang bertakwa, Amin.

***

*)Oleh: Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA / Aktivis Remaja Masjid Kota Malang / Pengurus Ponpes Tahfidz Al Madani Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES