Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Struktur Psikis dan Motivasi Manusia dalam Perspektif Nafsiologi

Sabtu, 29 Agustus 2020 - 14:50 | 297.71k
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) dan Ketua Takmir Masjid Ainul Yaqin, Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) dan Ketua Takmir Masjid Ainul Yaqin, Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Struktur manusia secara umum terdiri dari jiwa dan badan, tetapi dalam kajian psikologi dijelaskan lebih detail tentang struktur manusia dengan menggunakan berbagai perspektif. Sigmun Freud dengan psikoanalisisnya membagi struktur kepribadian manusia dalam 3 sistem atau aspek: id; aspek biologis yang menganut prinsip kesenangan (pleasure principle), ego; (aspek psikologis yang menganut prinsip realitas (reality principle), dan super ego; (aspek sosiologis sebagai aspek moral kepribadian). Teori behaviorisme menjelaskan tentang struktur kepribadian manusia dalam 4 aspek: kognisi, afeksi, konasi dan psikomotor. Selanjutnya Psikologi Humanistik yang dipelopori oleh Abraham Maslow menyebutkan bahwa dimensi manusia meliputi: dimensi raga (somatic), dimensi kejiwaan (psikis) dan dimensi noetic (dimensi spiritual). Menurut Viktor Frankl, dimensi ruhani disini sama sekali tidak mengandung konotasi agamis, tetapi dimensi inti kemanusian yang merupakan sumber makna hidup, potensi dari berbagai kemampuan dan sifat luhur manusia yang luar biasa.

Sejauh ini psikologi kontemporer pada umumnya hanya mengakui tri-dimensional raga (organo-biologi), jiwa (psiko-edukasi), dan lingkungan social budaya (sosio-kultural) sebagai penentu utama perilaku dan kepribadian manusia. Dengan demikian ruang lingkup psikologi secara garis besar adalah psiko-biologi, psiko-eksistensial dan psiko-sosial dengan berbagai ragamnya.

Advertisement

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dalam Islam selain tiga dimensi diatas juga mengakui adanya hembusan ruh Allah ke dalam diri manusia (QS. Al-Hijr (15), 29; al-Araaf (7), 172). Ruh tersebut adalah ruh yang teramat halus dan luhur yang dikaruniakan al-Rahman al-Rahim kepada manusia semata-mata, dengan tujuan agar manusia mempunyai hubungan ruhaniyah dengan Sang Pemilik Ruh itu yaitu Allah SWT. Inilah yang mendasari perlunya formulasi psikologi Islam dan juga nafsiologi, yaitu untuk memasukkan dimensi ketuhanan dalam kepribadian manusia. Sehingga dalam pandangan psikologi Islam dan juga nafsiologi terdapat empat dimensi yang terpadu dalam kehidupan manusia yaitu: dimensi ragawi (jasmani fisik), dimensi kejiwaan (psikis), dimensi ruhani (spiritual), dan dimensi lingkungan (sosiokultural).

Selanjutnya mengenai perilaku manusia Islam juga mempunyai pandangan berbeda yang juga didasarkan pada ungkapan al-Quran terkait dengan kata an-nafs. Berdasakan kajian tersebut perilaku atau gerak nafsaniah dalam kajian nafsiologi dibagi menjadi 3, yaitu: aktualita nafsaniyah (tingkah laku overt/yang Nampak), Potensi Nafsaniyah (tingkah laku kovert/aktus imanen yang dirahasiakan) dan Nafsu Syahwaniyyah (tingkah laku antusias/keinginan untuk mendapatkan kepuasan).

Semua gerak nafsaniah memiliki satu komando yang berasal dari pusat gravitasi nafsaniah yang terletak dalam qalb, dan mengendalikan seluruh kemampuan nafsaniah. Karena itulah dalam al-Quran qalb menjadi titik sentral pembinaan. Qalb yang dimaksud disini adalah dalam makna nafsiologis bukan biologis (hati) dalam arti organ. Qalb nafsiologis memiliki ruang gerak dalam dada sebagai stasiun pusat penerima sinyal-sinyal transendental, sedangkan hati atau qalb biologis terletak di rongga dada. Beberapa ayat al-Quran yang menyebutkan qalb dalam makna nafsiologis diantaranya: QS. At-Taghabun (64), 11: hati yang mendapat petunjuk; QS. ar-Radu (13), 28: hati yang mutmainnah; QS. Muhammad (47), 24: hati yang terkunci; dan lain-lain.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Al-qalb yang berasal dari kata qallaba (bolak-balik/labil) ini bersifat labil, oleh karena itu gejolak nafsaniah pun menjadi labil. Dalam qalb terletak juga fuad, yaitu hati nurani yang kesadarannya lebih mendalam dan lebih tajam dari qalb (QS. 25:32 dan 53:11). Al-qalb dan fuad sebagai pusat gravitasi nafsaniah inilah yang menjadi inti kajian nafsiologi.

Struktur manusia dalam nafsiologi difahami sebagai totalitas nafsio-fisik, dengan demikian dalam perkembangannya nafsil-insaniyah tidak pernah tampil sebagai nafs tanpa fisik atau fisik tanpa nafs. Aktivitas nafs tanpa fisik adalah imajinasi, sedang aktifitas fisik tanpa nafs adalah robot atau mesin. Hanya maut yang dapat memisahkan nafs dan fisik. Sedangkan manusia dalam memproses dirinya mempunyai 3 atribut pokok yang saling terkait, yaitu kesadaran diri, kemauan bebas (selera), dan kreativitas. Dan dalam kreativitaslah manusia akan mewujudkan motivasi utamanya.

Kajian tentang motivasi utama manusia berprilaku dalam nafsiologi, sesuai dengan garis besar al-Quran menitik beratkan pada hasrat hidup bermakna (the will to meaning). Teori ini sangat berbeda dengan motivasi hasrat untuk hidup senang (the will to pleasure) model Freudian, dan hasrat hidup berkuasa (the will to power) model Alfredian. Walaupun sekilas hampir sama dengan hasrat hidup bermakna dalam psikologi humanistik tapi sangat berbeda, karena dalam nafsiologi dilandasi dengan iman dan nilai-nilai agama.

Motivasi untuk hidup bermakna dalam nafsiologi dilandasi oleh motivasi imani, yaitu keimanan kepada Tuhan sebagai kompas hidup dan pisau analisa untuk mengenal diri sendiri dan kebesaran Tuhan dengan benar dan motivasi tauhid, yaitu bentuk penyerahan diri dengan sadar melalui ibadah-ibadah yang diajarkan oleh agama sebagai mekanisme pertahanan dan perlindungan diri.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Struktur manusia dalam kajian nafsiologi diatas kompatibel dengan kepribadian manusia dalam sudut pandang psikologi Islami yang diungkapkan oleh Hanna Djumhana Bastaman, yang menambahkan dimensi ruh dalam struktur kepribadian manusia, Bastaman melangkah lebih jauh memasukkan dimensi ruh dalam kombinasi struktur kepribadian manusia antara 3 aliran besar psikologi: psikoanalisis, behavior dan humanistic. Dalam formulasi Bastaman ruh ada pada posisi keempat dalam teori horizontalnya psikoanalisis sebagai Supra Consciousness (diatas alam sadar), dan posisi keempat juga dalam lingkaran konsentrik humanistis, dimensi ruh diletakkan setelah noetic, yang

kemudian digabungkan dengan teori segiempat berlapis vertikalnya behavior.

Struktur kepribadian tersebut sangat sederhana apabila dibandingkan dengan pembagian jiwa yang disusun oleh Ibnu Sina, yang juga terlihat sama dengan susunan jiwa menurut Aristoteles dan Alfarabi. Kenapa dalam membangun psikologi Islam tidak berpijak pada struktur kepribadian manusia muslim, padahal susunan itu digagas oleh tokoh muslim yang juga sudah mapan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) dan Ketua Takmir Masjid Ainul Yaqin, Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES