Segalanya ”Terserah Kamu”
TIMESINDONESIA, MALANG – ”Saya tidak bermimpi dimalam hari, saya bermimpi sepanjang hari. Saya memimpikan suatu kehidupan”
(Steven Spielberg)
Pendapat Spielberg itu mengisyaratkan suatu ajakan pada kita untuk menjalani hidup dengan banyak impian. Sekali atau dua kali mimpi belumlah cukup. Harus ada tahapan impian yang dibangunnya. Untuk memiliki banyak impian ini, berarti harus ada usaha dari tahap ke tahap, yang dalam tahapan ini mesti ada perubahan sebagai hasilnya. Besaran hasil ini tentu saja ditentukan seberapa besar usaha atau aktifitas yang dilakukannya.
Kita tentu paham, bahwa salah satu tema yang selalu dituntut oleh segenap masyarakat Indonesia saat ini adalah perubahan, yakni penegakan supremasi hukum, pemerintahan yang bersih dan berwibawa, implementasi nilai-nilai demokrasi, dan perubahan mental masyarakat, terutama dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Tuntutan itu memang merupakan keharusan setelah sekian lama bangsa Indonesia mengidap ”penyakit-penyakit” berat, disamping Covid-19 yang membuat rakyat dihadapkan dengan beragam krisis yang dalam kalkulasi hari-hari kedepan, tidak bisa diprediksi dengan tepat kapan berakhirnya.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Jika kita tidak berani melakukan perubahan, maka tidak akan pernah diperoleh kemajuan dan keunggulan, dan bahkan barangkali keterpurukan (dihimpit kondisi mengenaskan atau serba memprihatinkan). Perkembangan tiap hari manusia Indonesia ynag terserang Covid-19 yang bertahan secara spektakuler adalah cermin ”ketidaksiapan” kita dalam melakukan perubahan yang kita jalani sendiri.
Kita sudah diajari memahami, bahwa manusia merupakan aktor perubahan utama yang dituntut dan harus menuntut dirinya dalam orde apapun atau zaman siapapun, bukan sebagai pihak yang hanya menerima berkah atau keuntungan dari perubahan bangsa-bangsa atau masyarakat dari negara lain, melainkan harus menjadi pelaju sejarah yang telibat aktif dalam gerakan pembaruan. Disinilah ada tuntutan, bahwa manusia harus punya prinsip dengan jargon ”mulailah dari dirimu” (ibda’binafsik)
Dalam momentum apapun, sangat tepat untuk mengingatkan dan menyadarkan kesejatian diri manusia sebagai khalifah fil-ardl, bahwa diciptakannya manusia di dan ke muka bumi ini adalah sebagai agent of change atau pelaku perubahan. Setiap gerak perilakunya dituntut mampu menunjukkan produktifitas yang positip, mendukung terpenuhinya kemaslahatan, dan mencegah datangnya atau terjadinya kemafsadahan (kerusakan) dan kehancuran.
Produktifitas bersikap dan berperilaku yang positip memang harus diprioritaskan. Ini untuk melawan dengan cara mendekonstruksi produktifitas sikap dan perilaku yang mengandung mafsadah.
Salah satu tugas besar manusia sebagai dalam menghadapi ragam tantangan perubahan apapun adalah menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tergolong tidak terpuji dan melahirkan (memproduk) perilaku-perilaku yang terpuji. Makna ini mengajarkan tentang pembaruan, bahwa manusia punya kewajiban melahirkan dan “menyuburkan” perbuatan yang bermakna bukan hanya untuk diri dan “kerabatnya” (kroninya), tetapi juga bermanfaat bagi sesama dan negaranya.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Kata ”bermanfaat bagi sesama dan negaranya” itu tepat jika direlasikan dengan kondisi penannggulangan Covid-19, pasalnya mengandung implikasi “perubahan” yang bermanfaat, misalnya dari kondisi yang semula stagnan menuju dinamis, dari eksklusif menjadi inklusif, dari individualis menjadi humanis, atau sekurang-kurangnya di dalam diri dan aktifitas manusia, ada tampilan perubahan positip dibandingkan sebelumnya yang bisa dirasakan oleh diri dan komunitasnya. Perubahan inilah yang menjadi salah satu inti tugas kekhalifahan manusia di muka bumi.
KH. MA Sahal Mahfudz mengungkapkan juga, manusia sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah di atas makhluk yang lain telah dijadikan pula sebagai khalifah Allah dalam kehidupan di muka bumi ini. Pengertian khalifah atau pengganti berfungsi penugasan dan pembebasan (taklif) kepada manusia untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan di dunia ini. Dalam hal ini manusia dibekali kekuatan fisik dan berfikir Pembebasan yang dimaksud di sini, diantaranya adalah mewujudkan perubahan. Dengan kekuatan fisik maupun nalarnya, manusia punya potensi besar dan istimewa untuk melaksanakan tugas sejarah: peerubahan.
Hal itu juga dijelaskan dalam firman Allah SWT. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum (masyarakat) sampai mereka mengubah (terlebih dahulu) apa yang ada dalam diri mereka (sikap mental mereka (QS: 13: 11)
Menurut Mufassir M. Quraish Shihab, ayat itu berbicara dua macam perubahan dengan dua pelaku, pertama, perubahan keadaan diri manusia yang pelakunya adalah Allah SWT, dan kedua, perubahan keadaan diri manusia yang pelakunya adalah manusia. Ini artinnya di luar takdir Tuhan, segalanya ”terserah kamu” (manusia) untuk memainkan perannya, baik sebagai agen yang melakukan perubahan maupun sebagia sasaran dari ragam perubahan.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Penulis Buku Hukum dan Agama.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Rochmat Shobirin |