Sifat-Sifat Allah SWT Dalam Konsep Imam Abu Mansur Al-Maturidi

TIMESINDONESIA, MALANG – Menurut Al-Maturidi, Allah SWT Bersifat immateri,yang karenanya ia tidak memiliki sifat-sifat jasmani (materiil). Ayat-ayat Alquran yang menggambarkan bahwa Allah SWT. (Seolah-olah) memiliki sifat jasmani, seperti ayat-ayat mutasyabihat sebagai berikut
"Tangan Allah berada di atas tangan mereka". (QS. Al-Fath (48): 10)
Advertisement
"Dan kekal lah wajah Tuhanmu yang memiliki keagungan dan kemuliaan". (QS. Ar-Rahman (55): 27)
"Dan warga bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami". (Hud (11): 37)
Ayat-ayat tersebut merupakan nash-nash mutasyabihat yang harus ditakwilkan atau diartikan secara majazi.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Kata-kata seperti tangan (al-yad), muka (al-wajh), mata (al-‘ain) yang dinisbatkan kepada Allah dalam Alquran maksudnya adalah kekuasaan, rahmat dan penguasaan Allah SWT. Atas makhluknya. Allah tidak mempunyai badan sungguhpun tidak sama dengan badan jasmani manusia, karena badan tersusun dari substansi dan aksiden atau kam muttashil dan kam munfashil.
Berbeda dengan makhluk seperti manusia, berhajat kepada anggota badan, karena tanpa anggota badan, manusia tentu tidak ada. Sedangkan Allah SWT tanpa anggota badan putih tetap wujud.
Abu Zahra menjelaskan wujud Allah swt itu oleh Al-Maturidi dapat diyakini dengan dalil adanya alam dan juga dari logika manusia. Yaitu adanya alam disebabkan oleh 'illat yang jauh, sangat jauh yang tidak ada 'illat sebelumnya. Dalam hal ini Al-Maturidi memang menafsirkan Allah SWT berada di Arsy bukan dengan pengertian mengambil tempat (tatsbit al-makan). Seperti juga dalam ayat-ayat yang lain.
"Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya". (qs. Qaf (50): 16)
"Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang melainkan dialah yang keempatnya". (qs. Al-Mujadilah (58): 7)
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Menurut pandangan Al Maturidi, sifat Allah SWT itu bukanlah sesuatu yang selain Dzat. Pendapat ini pararel dengan pendapat Al Asy'ari yang juga menetapkan sifat (itsbat ifat) al-s bagi Allah SWT hanya saja perbedaannya, Al Asy'ari menyatakanbahwa sifat itu adalah selain zat, yang karena Allah mempunyai sifat Qudrat (Kuasa), Iradat (berkehendak), Ilmu, Hayat (Hidup), Sama' (Mendengar), Bashar (Melihat) dan Kalam (Berbicara atau Berfirman).
Sedangkan menurut Al Maturidi, sifat itu bukanlah sifat yang berdiri dengan Dzat-nya dan pula tidak terpisah dari Dzatnya. Sifat itu tidak mempunyai wujud atau essensi (kainunah) yang bebas dari Dzat, sehingga dapat dikatakan bahwa ntar bilangnya sifat itu dapat mendatangkan pengertian berbilangnya yang qodim atau ta'addud al-qudama'.
Pendapat kedua tokoh ini dalam sifat Allah SWT sama-sama menetapkan adanya sifat bagi Allah SWT (itsbat al-sifat) dengan sedikit berbeda nuansa dalam hal menjelaskan hakikat sifat tersebut. Dengan demikian pendapat dua tokoh ini sama-sama menolak pendapat mu'tazilah yang menafikan sifat (nafy al-shifat) bagi Allah SWT menurut Mu'tazilah, sifat itu adalah sesuatu yang melekat pada esensi atau Dzat yang karena itu bisa menimbulkan paham ta' addud al-qudama'. Karena itu Al-Maturidi menjelaskan tentang sifat itu berbeda dengan keterangan Al Asy'ari dan berbeda pula dengan Mu'tazilah.
Tetapi nuansa tersebut lebih mendekati kepada Mu'tazilah. Bahkan dapat dikatakan sinkron (muttafaq). Karena itu sesungguhnya tidak ada perbedaan di antara umat Islam mengenai bahwa Allah adalah 'Alim (Maha Mengetahui), Qadir (Maha Kuasa), Sami' (Maha Mendengar), Bashir (Maha Melihat) dan Murid (Maha Menghendaki).
Perbedaan yang terjadi hanya dalam soal bahwa sifat-sifat Allah SWT itu adalah sesuatu yang bukan Dzat dan mempunyai wujud (kainunah) bukan (selain) Dzat itu. Jelasnya, bagi Al-Maturidi sifat itu ialah bukanlah sesuatu yang berbeda dengan Dzat. Jadi pendapatnya dekat dengan pendapat mu'tazilah yang mengatakan bahwa sifat itu tidak ada yang ada hanyalah Asma' (nama-nama) amrun i'tibary (sesuatu yang dianggap ada).
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Dengan demikian, sifat ialah nama yang bisa menunjukkan kepada sebagian dari keadaan Dzat, seperti panjang, pendek akal dan sebagaimana. Masalahnya sekarang, apakah sifat itu hanya sebagai nama, mempunyai makna metafores (majazi) saja atau ia mempunyai makna hakiki? Disinilah sebenarnya awal munculnya perbedaan pendapat mengenai sifat-sifat Allah SWT
Segolongan Asy'ariah, seperti dijelaskan oleh Al-Baqillani mengartikan sifat sebagai sesuatu yang terdapat pada yang disifati (al-maushuf). Karena itu ia memiliki makna hakiki. Sedangkan Mu'tazila mengartikan sebagai murni pensifatan dari yang memberi sifat (washif), karena itu mereka mengingkari yang bertentangan dari sifat itu titik sikap Al-Maturidi dalam hal ini menolak pendapat Mu'tazilah, ya itu kalau memang sifat itu hakekatnya ialah sifat dari washif, maka batallah pendapat bahwa makhluk adalah a'yan (esensi) dan sifat.
Menurut Al maturidi sifat bukanlah pensifatan (al-washif), Al-Maturidi juga menolak komentar al-ka'bi, salah seorang tokoh mu'tazilah, bahwa sifat Allah SWT hanyalah murni sebutan (qaul). Karena qaul adalah baru (hadits). Sedangkan Allah SWT tidak di sifati dengan hadits, ia adalah qodim. ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*)Penulis: Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |