Beragama Mendorong Umatnya untuk Tidak Jadi Pengangguran

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Kemiskinan dan pengangguran menjadi problem di negara yang sedang berkembang ini. Budaya etos kerja di negeri ini masih terbilang rendah. Padahal agama yang mereka anut manyoritas adalah Islam.
Islam sebenarnya agama yang mengajarkan etos kerja yang tinggi. Lebih dari itu, bekerja dalam Islam mendapat kemuliaan dan bernilai ibadah. Masyarakat yang menganggur sesungguhnya belum memahami perintah agama mereka.
Advertisement
Pengangguran menjadi salah satu tolok ukur dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Islam sangat melarang umatnya untuk menganggur. Tujuan pengentasan pengangguran dalam ekonomi konvensional dan ekonomi Islam cenderung sama yaitu keduanya sama-sama berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun ternyata ekonomi Islam memiliki tujuan yang lain. Selain untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tapi juga untuk menjalankan perintah Allah SWT yaitu memiliki pekerjaan yang layak agar terhindar dari perbuatan yang merugikan. Di sini terlihat bahwa tujuan pengentasan pengangguran dalam islam melihat dari dimensi vertikal (habluminallah) dan horizontal (habluminannas) yaitu berusaha untuk mencari ridho Allah, dan berusaha untuk tujuan duniawi.
Pengangguran tercipta karena tidak adanya keinginan untuk bekerja dan kurangnya pemahaman betapa pentingnya seseorang untuk memiliki pekerjaan untuk menunjang kehidupan seseorang. Untuk mencegah terjadinya inflasi dan juga pengangguran sekaligus dengan memberlakukan beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Pengangguran meliputi penduduk yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, atau sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Islam telah memperingatkan agar umatnya jangan sampai ada yang menganggur karena pengagguran merupakan salah satu hal yang bisa menyebabkan kemiskinan, karena ditakutkan dengan kemiskinan tersebut seseorang akan berbuat apa saja termasuk yang merugikan orang lain.
Syarat yang paling utama adalah kita harus berusaha untuk mencari rizqi yang dijanjikan itu, karena Allah SWT telah menciptakan “sistem". Bermalas-malasan atau menganggur akan memberikan dampak negatif langsung kepada pelakunya serta akan mendatangkan dampak tidak langsung terhadap perekonomian secara keseluruhan. Dalam kaitannya dengan bidang pekerjaan yang harus dipilih, Islam mendorong umatnya untuk berproduksi dan menekuni aktivitas ekonomi dalm segala bentuk seperti: pertanian, pengembalaan, berburu, industri, perdagangan dan lain-lain. Islam tidak semata-mata hanya memerintahkan untuk bekerja tetapi harus bekerja dengan lebih baik (insan), penuh ketekunan, dan profesional.
Manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya tidaklah luput dari yang namanya pekerjaan. Banyak sekali pekerjaan yang dapat dilakukan sesuai keterampilan yang mereka punya untuk menghidari pengangguran. Pilihan dalam bekerja bagi mereka adalah untuk mendapatkan hidup yang layak untuk masa depan. Bekerja adalah hak bagi setiap individu. Bekerja ataupun tidak adalah pilihan masing-masing individu. Kebanyakan faktor yang biasa mereka pilih untuk bekerja atau tidak adalah faktor gaji. Upah atau gaji dibutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya meskipun Allah sudah menjamin rezeki bagi setiap makhluk hidup. Walaupun Allah telah berjanji akan menanggung rezeki kita semua, namun hal itu bukan berarti tanpa ada persyaratan yang perlu untuk dipenuhi.
Ini adalah paling penting dalam memilih suatu pekerjaan. Pilihlah pekerjaan yang halal dan jangan sekali-kali memilih pekerjaan yang haram. Karena Allah SWT menuntut kita untuk menjemput rezeki dengan cara yang halal. Bagi yang sudah berkeluarga dan menafkahi keluarganya, maka hendaklah memberi nafkah dari penghasilan yang baik. Dan hal itu hanya bisa terwujud apabila pekerjaan yang dipilih telah diperbolehkan dalam Islam.
Hal lain yang harus diketahui adalah bahwa rezeki yang haram tidak akan membawa keberkahan di dalam hidup, bahkan bisa jadi perkara yang bisa menjerumuskan pada api neraka. Islam telah membuka bebagai lapangan kerja bagi umatnya agar mereka dapat memilih yang sesuai dengan keahlian, kemampuan, pengalaman dan kesenangannya. Manusia tidak dipaksakan untuk memilih pekerjaan tertentu, kecuali apabila pekerjaan tersebut akan mendatangkan kemaslahatan umum. Sekalipun Islam memberi kebebasan memilih lapangan kerja, bila ternyata akan membawa bahaya baik terhadap individu maupun umum, moral maupun material, maka lapangan kerja jenis ini diharamkan oleh Islam.
Sifat yang bisa ditanamkan yaitu selalu bekerja dengan cara terbaik, profesional, dan tidak asal- asalan. Bertindak efektif dalam bekerja artinya merencanakan, mengerjakan, dan mengevaluasi sebuah kegiatan dengan tepat sasaran. Sedangkan efisien dalam bekerja adalah penggunaan fasilitas kerja dengan cukup, tidak boros, dan memenuhi sasaran, juga melakukan sesuatu yang memang diperlukan dan berguna. Islam sangat menganjurkan sikap efektif dan efisien. Profesionalisme semakna dengan ihsan dan itqon yang sangat dianjurkan dalam Islam. Ajaran Islam memotivasi umat Islam untuk kerja yang professional dalam berbagai sisi kehidupan dan berbagai sarana kerja. Dimana seseorang harus bekerja dengan penuh ketekunan dengan mencurahkan seluruh keahliannya. Jika seseorang bekerja sesuai dengan kemampuannya, maka akan menghasilkan pekerjaan yang optimal.
Ada hubungan yang sangat erat antara bekerja dan bersyukur. Allah SWT memberikan karunia berupa potensi akal atau inteligensia, yang mampu melahirkan ide-ide, dan potensi fisik untuk menopang terwujudnya ide-ide tersebut. Itu harus disyukuri. Sebagai bentuk rasa syukur atas karunia tersebut manusia harus memanfaatkannya, alias bekerja, dengan sebaik-baiknya. Orang yang malas, tidak mau bekerja, dan tidak produktif sama artinya dengan tidak bersyukur. Besar kecil rezeki yang diterima atau didapatkan hari ini, jangan lupa untuk selalu menyukurinya. Tak perlu banyak-banyak, rezeki yang sedikit tapi sudah mampu mencukupi kebutuhan pokok sehari- hari sudah patut untuk disyukuri.
Percalah, Allah SWT selalu tahu apa yang terbaik buat kita. Rezeki sedikit namun disyukuri dan mampu mencukupi justru akan lebih baik dan berkah, jika rezeki yang banyak tapi melalaikan. Dari situlah karena mari tingkatkan lagi rasa syukur kita merasakan nikmatnya perkerjaan yang sudah kita geluti, agar yang muncul tidak hanya rasa pengangguran dan firasat yang kurang baik. Kalau menuruti nafsu dan rasa gengsi kita akan sulit untuk mengembangkan pekerjaan yang kita geluti. Cukup bersabar dan terus mencoba jangan takut gagal, usaha yang ikhlas akan terbayar oleh rasa bangga dan bahagia saat waktu yang tepat untuk sebuah rezeki yang di takdirkan oleh Allah SWT.
***
*) Oleh: Moh Aufal Marom, Mahasiswa Institut Agama Islam Darussalam Blokagung Banyuwangi.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |