Kopi TIMES

Kiat Sehat Perkuliahan Online, Webinar UICI

Rabu, 09 November 2022 - 23:15 | 21.70k
Riyanto, SE.,M.Si, Staff Dosen Stikom InterStudi Jakarta
Riyanto, SE.,M.Si, Staff Dosen Stikom InterStudi Jakarta

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kehadiran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) mendorong manusia untuk melakukan upaya-upaya yang dapat mengurangi kontak dengan sesama agar dapat menghindari laju perkembangan Covid-19 tersebut. Di satu sisi merupakan wabah yang harus dicegah agar tidak berkembang secara leluasa, sehingga merengut korban nyawa manusia, di sisi lain merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam menghadapi kenyataan agar tetap dapat mempertahankan hidup dan menjalankan kehidupan. Dampak yang ditimbulkan tidak saja dalam masalah kesehatan saja, tetapi juga pada banyak aspek kehidupan, seperti bidang sosial,bidang ekonomi bidang pendidikan, bidang pangan termasuk bidang keagamaan yang memburuk dan rawan. Banyak klinik yang tidak siap menghadapi pandemic dengan APD, atau tutup karena menghindari Covid-19, atau karena sebab lain.

Sehingga ada dua hal yang mewarnai kehidupan manusia, disatu sisi pandemic Covid-19 dan proses globalisasi yang mendorong informasi dan komunikasi mendorong keterbukaan melintasi disemua aspek kehidupan manusia. Atau dapat dikatakan mengalami disrupsi ganda dalam kehidupan. Sehingga ditengah Covid-19 yang tengah berkecamuk, di saat itu pula revolusi industri memasuki fase 4.0 yang berlangsung di seluruh dunia dan seluruh aspek kehidupan, termasuk dibidang pendidikan. Sehingga kondisi itu dihadapkan pada suatu pilihan untuk dapat menata ulang kehidupan kemudian dikenal dengan “New Normal” karena rentannya kualitas kesehatan masyarakat seolah mengabaikan atau tidak merespon terhadap teknologi informasi.

Akibatnya muncul cara-cara menghindari pertemuan atau tatap muka dengan menggunakan teknologi yang memfasilitasi pertemuan melalui teknologi komunikasi dan informasi sehingga proses interaksi antar manusia tetap dapat berjalan melalui dunia maya. Ini merupakan cara baru yang muncul yang semula hanya digunakan oleh sekelompok orang tertentu kini hampir menjadi kepentingan setiap orang, terutama berkaitan dengan komunikasi dan informasi. Sehingga keberadaan Informasi dan Teknologi (IT) merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, walaupun semua itu ada dampak positif dan negatifnya.  Beberapa dampak perkembangan IT di era digital membuat pengguna menjadi kecanduan, menimbulkan pola hidup sedenter (sedentary life cycle) dan dampak pada kesehatan manusia pada umumnya.

Sudah barang tentu dalam era digital akan membuat manusia memiliki ketergantungan dengan alat dan teknologi komunikasi yang semakin tinggi terlebih dalam dunia pendidikan khususnya dalam aktivitas perkuliahan online, artinya membutuhkan waktu yang lebih lama dalam beraktivitas di depan komputer. Hal ini akan menjadi masalah bagi kesehatan apabila antara waktu di depan computer dengan waktu untuk istirahat tidak ideal, artinya manusia memiliki masalah berkaitan dengan kondisi global seperti saat ini. Mestinya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sengaja diciptakan untuk kepentingan manusia, sehingga mau tidak mau harus dapat berfungsi bagi kemanusiaan.

Permasalahan yang dihadapi termasuk di dunia pendidikan yang cenderung menggunakan teknologi digital dalam pembelajaran, baik dengan jarak jauh maupun pembelajaran tatap muka, selalu memerlukan bantuan komputer untuk melakukan presentasi maupun aktivitas timbal balik lainnya. Kondisi ini kalau tidak diwaspadai akan berdampak di masa yang akan datang, terutama pada generasi muda sebagai penerus bangsa ini. Gejala yang paling umum terkait dengan penggunaan komputer terlalu lama, antara lain: mata tegang, sakit kepala, penglihatan kabur, penglihatan ganda, mata kering dan merah, sakit nyeri pada leher, punggung dan bahu, sensitif terhadap cahaya serta ketidakmampuan melihat fokus terhadap suatu benda yang jauh jaraknya (M.Furqon Hidayatullah).

Untuk dapat mengurangi kebosanan atau ketidaknyamanan dalam menggunakan computer dalam bekerja maupun dalam belajar, perlu adanya upaya-upaya agar dalam bekerja atau belajar menjadi nyaman. Seperti yang disampaikan oleh Prof. M. Furqon Hidayatullah dalam webinar di Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) Jakarta berkaitan dengan implikasi belajar di depan layar computer, sehingga perlu upaya stretching, agar nyaman dan tidak mengalami kepenatan, juga refraksi agar kesehatan mata juga terpelihara dengan baik.

Dalam era disrupsi teknologi menggeser tatanan aspek ruang dan waktu dalam konteks hubungan sosial. Jika melihat dari arti kata disrupsi itu sendiri merupakan sebuah kekacauan atau gangguan yang menyebabkan ketercerabutan dari akarnya sehingga kenyataan lama berpindah menjadi kenyataan baru, kenyataan fisik berpindah ke kenyataan dunia maya dan yang jauh menjadi dekat meskipun tidak saling kenal serta komunikasi dan interaksi menjadi yang utama.

Komputer sebagai inovasi dari komunikasi dan informasi yang mulai digunakan pada fase revolusi industri 3.0  sekitar tahun 1969 mulai melengkapi kebutuhan dalam hal komunikasi dan informasi yang kemudian berkembang menuju sistem keterbukaan dan globalisasi. Kemudian bermunculan inovasi baru di bidang informasi dan komunikasi ditandai dengan kemunculan telepon genggam (hand phone) di Finlandia  tahun 1982, dengan nama Nokia Mobira Senator yang menjadikan komunikasi menjadi kebutuhan yang primer, disusul dengan kemunculan Blackberry dari Canada di tahun 1999, kemudian smartphone dan yang lainnya silih berganti adu kecanggihan dan kecepatan berkomunikasi.

Persaingan antar innovator semakin seru melalui keunggulan yang dijanjikan dalam mendekati pangsa pasar untuk bersaing dan mempengaruhi dengan teknologi dan inovasi yang telah dirintis sedemikian rupa, sehingga alat komunikasi yang berbasis digital ini dikatakan sebagai pemicu adanya disrupsi. Disrupsi tidak bisa tertunda juga tidak bisa dihentikan, dan bahkan saat ini dalam era “Internet of Thing” baru disadari, seperti yang disampaikan Dr. Abidinsyah Siregar dalam paparan webinarnya.

Fenomena disrupsi yang terjadi dan bergerak sudah tidak linier lagi, karena perubahannya bersifat massif, cepat dan tidak terduga. Karena kecepatannya itu sehingga mengakibatkan timbulnya ketidakpastian. Sehingga muncul kompleksitas hubungan antar faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan, dan dari perubahan-perubahan yang ada dapat menyebabkan ambiguitas / keraguan, ini merupakan ciri dari disrupsi tersebut.  Oleh karena itu perlu adanya kiat dalam menghadapi disrupsi, antara lain dengan cara yang lebih fleksibel dalam menghadapi pergolakan (volatility) yang terjadi dan selalu berusaha memahami ketidakpastian yang terjadi dengan cara membangun koneksi untuk mengatasi kompleksivitas yang terjadi serta mampu menangani keraguan-keraguan yang terjadi melalui kelincahan dan ketangkasan dalam menggerakkan setiap kompenen yang menjadi keunggulan masing-masing.

 

* Oleh : Riyanto, SE.,M.Si, Staff Dosen Stikom InterStudi Jakarta

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES