Kopi TIMES

Pergantian PMA 11 tahun 2014 menjadi PMA 68 Tahun 2015 Upaya Mengelola Kampus sebagai Civitas Akademika, Bukan Civitas Politika

Kamis, 17 November 2022 - 12:08 | 34.11k
Prof. Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag. (Rektor UIN Mataram).
Prof. Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag. (Rektor UIN Mataram).

TIMESINDONESIA, MALANG – Disahkannya UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi tidak serta merta diikuti oleh aturan turunannya berupa Peraturan Pemerintah pada tahun yang sama, melainkan berselang 2 tahun kemudian pada tahun 2014 ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi.  Bagian Keempat Peraturan Pemerintah mengatur tentang Tata Kelola Perguruan Tinggi. Pada pasal 28 dijelaskan bahwa Organisasi Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta paling sedikit terdiri atas 5 unsur yakni; (1) penyusun kebijakan, (b) pelaksana akademik, (3) pengawas dan penjaminan mutu, (4) penunjang akademik atau sumber belajar dan (5) pelaksana administrasi atau tata usaha. Kelima perangkat organisasi ini dijelaskan lebih rinci dalam pasal 29 termasuk tentang posisi pemimpin perguruan tinggi sebagai unsur pelaksana akademik yang menjalankan fungsi penetapan kebijakan nonakademik dan pengelolaan perguruan tinggi untuk dan atas nama Menteri, karena itu keberadaannya diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Kehadiran PP NO. 4 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi segera direspons oleh Kementerian Agama terutama terkait dengan mekanisme Pengangkatan dan Pemberhentian rektor dan atau ketua sebagai pemimpin tertinggi pada perguruan tinggi. Respons cepat Kementerian Agama tentang mekanisme pengangkatan dan pemberhentian pemimpin perguruan tinggi disebabkan adanya geliat di kalangan Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) di bawah kementerian Agama untuk penegerian kelembagaan, alih status atau transformasi kelembagaan dari STAIN ke IAIN dan Seterus dari IAIN ke UIN. Keberadaan PTKAN dibawah kementerian Agama diharapkan terus bergerak dinamis dalam bidang tridharma dan peningkatan akreditasi dan rekognisi kelembagaan dari lokal menuju internasional.

Untuk dapat mewujudkan akselerasi-akselerasi dalam beragam hal di kalangan PTKAN maka dibutuhkan kepemimpinan yang tangguh, kokoh dan kompak melalui mekanisme yang demokratis. PP No. 4 tahun 2014 hanya mengamanatkan tentang struktur minimal perguruan tinggi yakni terdiri dari lima unsur saja, yaitu (1) penyusun kebijakan, (b) pelaksana akademik, (3) pengawas dan penjaminan mutu, (4) penunjang akademik atau sumber belajar dan (5) pelaksana administrasi atau tata usaha. Oleh kementerian Agama diterjemahkan menjadi PMA No. 11 tahun 2014 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah.  Pada pasal 3 disebutkan bahwa ada 3 alasan yang melatarbelakangi Tindakan pengangkatan rektor atau ketua di kalangan PTKN oleh Menteri Agama yaitu (a)  pendirian perguruan tinggi baru; (b) perubahan bentuk PTKN; dan (c) masa jabatan Rektor/Ketua berakhir.

Ketiga alasan tersebut tetap memperlakukan persyaratan umum dan khusus bagi seseorang dapat diangkat menjadi rektor atau ketua secara administratif dan akademik guna mencapai fungsi-fungsi kepemimpinan di perguruan tinggi sebagaimana tertuang dalam pasal 4 PMA NO. 11 tahun 2014. Persyaratan umum terdiri dari (1) berstatus PNS; (2) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (3) berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat berakhirnya masa jabatan Rektor/Ketua yang sedang menjabat; (4) pernah memangku jabatan tambahan paling rendah sebagai Wakil Rektor/Wakil Ketua/Dekan/Direktur/Ketua Lembaga atau jabatan struktural yang setara dengan jabatan tersebut; (5) sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter pemerintah; (6) bersedia dicalonkan/mencalonkan diri menjadi Rektor/Ketua secara tertulis; (7) menyerahkan surat pernyataan belum pernah dijatuhi sanksi hukuman disiplin paling rendah tingkat sedang; (8) menyerahkan pernyataan tertulis meliputi: visi, misi kepemimpinan dan program peningkatan mutu perguruan tinggi selama 4 (empat) tahun ke depan mencakup  peningkatan mutu lulusan selama periode kepemimpinannya ke depan; peningkatan kreativitas, prestasi dan akhlak mulia mahasiswa; penciptaan suasana lingkungan kampus yang asri, keagamaan, dan ilmiah; peningkatan kualitas dosen dan staf; dan  pelaksanaan efektivitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas program. (9) tidak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana kurungan. Adapun persyaratan khusus terdiri dari dua hal, yaitu  lulusan program Doktor (S3); dan  memiliki jabatan fungsional Guru Besar bagi calon Rektor Universitas dan paling rendah Lektor Kepala bagi calon Rektor Institut dan Ketua Sekolah Tinggi.

Persyaratan umum dan khusus tersebut tidaklah menjadi penghalang bagi munculnya calon-calon pemimpin di kampus, karena memang kampus menjadi komunitas yang memenuhi persyaratan tersebut. Hanya saja, bagaimana mekanisme pengangkatan rektor dan ketua di perguruan tinggi oleh Menteri Agama agar berjalan demokratis dan mampu memenuhi fungsi ideal kepemimpinan kampus bagi efektifitas tridharma dan kompetisi menjadi kampus unggul yang berdaya saing internasional. Melalui PMA 11 tahun 2014 Kementerian Agama menawarkan mekanisme pengangkatan rektor dan ketua melalui 4 tahapan yaitu; penjaringan bakal calon; penyaringan calon; pemilihan calon; dan penetapan sekaligus pengangkatan. Penjaringan dan penyaringan dilakukan panitia yang dibentuk oleh rektor 6 bulan sebelum berakhirnya masa jabatan rektor. Hasil penjaringan dan penyaringan diserahkan kepada Senat untuk selanjutnya dilaksanakan pemilihan oleh senat secara tertutup dengan sistem one man one vote. Tiga calon peraih suara terbanyak ditetapkan sebagai calon dan selanjutnya diserahkan ke Menteri Agama untuk ditetapkan. Oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kementerian Agama.

Pelaksanaan Pengangkatan Rektor atau ketua PTKN berdasarkan PMA No. 11 Tahun 2014 selama kurun waktu 2014-2015 dapat berjalan. Namun evaluasi oleh kementerian agama terhadap penerapan PMA No. 11 tahun 2014 justru berhasil menetapkan pemimpin, namun belum maksimal menghasilkan kepemimpinan yang kondusif bagi terwujudkan akselerasi kelembagaan menuju kampus unggul dan berdaya saing internasional, terutama pada beberapa kampus yang memiliki tensi perbedaan tinggi. Bahkan menyeruak ke khalayak tentang adanya praktek tidak akademik dalam proses pemilihan rektor atau ketua Perguruan Tinggi Keagamaan, sebagai konsekuensi dari pemilihan calon oleh senat dengan sistem one man one vote. Proses politik praktis pemilihan rektor atau ketua perguruan tinggi mengalami kesamaan alur, teknik dan strategi yang sama dengan politik praktis di luar kampus.

Kekurangan PMA No. 14 tahun 2014 dengan demikian terlihat pada peluang terjadi konflik permanen antar warga kampus yang sangat terbatas dengan fungsinya sebagai penjaga marwah keilmuan, maka mekanisme pemilihan rektor dan ketua di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan diganti melalui PMA No. 68 tahun 2015. Perubahan terjadi pada pasal 5 dan 6 terkait dengan tahapan pemilihan menjadi 5 tahapan yakni penjaringan bakal calon, penyaringan calon, pemberian pertimbangan kualitatif calon, penyeleksian calon, penetapan dan pengangkatan. Dengan demikian perbedaan mendasar tahapan pemilihan pada PMA No. 11 tahun 2014 dengan PMA 68 tahun 2015 terjadi pada wilayah Senat. Pada PMA 11 tahun 2014 senat memiliki kewenangan mempertimbangkan sekaligus menyeleksi calon dengan pemberian suara secara tertutup dan calon ditentukan berdasarkan suara terbanyak. Sedangkan pada PMA 68 tahun 2015 senat hanya memberikan pertimbangan kualitatif dari beragam aspek berdasarkan instrumen yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pendidikan Islam. Kewenangan untuk menyeleksi dan menentukan 3 besar bergeser dari senat ke komisi seleksi atau komsel yang ditetapkan kementerian agama dari unsur stakeholder yang representatif.

Proses pengangkatan rektor dan ketua terutama disebabkan alasan masa jabatannya berakhir di lingkungan kementerian Agama dijalan sejak tahun 2015 menggunakan PMA 68 tahun 2015 hingga saat ini termasuk pengangkatan rektor dan ketua PTKN yang disebabkan karena alasan penegerian Lembaga atau transformasi status kelembagaan dan secara umum berjalan dengan baik dan tertib serta menyebabkan kerja-kerja tridharma perguruan tinggi berlangsung kondusif bahkan terus kompetitif menuju kelembagaan yang unggul intern PTKN maupun dengan antar PTN lainnya. Menurut Akh Muzakki, pengangkatan rektor dan ketua di lingkungan PTKN menggunakan PMA 68 tahun 2015 memiliki banyak sisi positif dibandingkan dengan sisi negatifnya, walaupun terus membutuhkan perbaikan-perbaikan kualitatif dalam implementasi per tahapan. Sisi positifnya antara lain bahwa proses penentuan 3 nominasi calon rektor yang diserahkan ke Menteri berdasarkan PMA 68 tahun 2015 adalah hasil seleksi kualitatif secara berjenjang yaitu tim seleksi, senat universitas dan komisi seleksi, berbeda dengan munculnya 3 nomine berdasarkan PMA sebelumnya yang murni hasil pemungutan suara secara tertutup oleh Anggota Senat Universitas tanpa instrumen kualitatif. Penjaringan dengan model pertimbangan kualitatif berdasarkan instrumen yang jelas tidak menimbulkan like dan dislike sehingga terhindar dari konflik terbuka dan permanen antar civitas dan warga kampus. Rektor terpilih tidak tersandera dalam menentukan kebijakannya oleh kelompok-kelompok pendukungnya termasuk dalam mengangkat perangkat kerjanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang objektif.

Dengan demikian, apa yang dikatakan Prof. Ali Ramdhani selaku Dirjen Pendis bahwa perubahan PMA 11 Tahun 2014 menjadi PMA 68 tahun 2015 adalah upaya Kementerian Agama untuk mewujudkan kampus sebagai civitas akademika dan menjauhkannnya sebagai civitas politika. Hingga kini pergantian dan pengangkatan rektor dan ketua di lingkungan PTKAN terus berjalan dinamis sejak tahun 2015, walaupun ada pihak-pihak yang merasakan ada sisi kurangnya pada setiap tahapan dalam implementasinya.

PMA 68 tahun 2015 sebagai pengganti dari PMA no. 11 tahun 2014 adalah peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2014. Selama Peraturan di atasnya belum mengalami perubahan dan kondisinya masih dipandang baik, maka PMA no 68 tahun 2015 masih pantas dipertahankan dengan terus membenahi sisi-sisi implementasinya yang masih dipandang kurang atau lemah. Hal ini sejalan dengan kaidah

المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح

 

*) Penulis: Prof. Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag. (Rektor UIN Mataram)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES