Kopi TIMES

Dopamin Berlebih Menyebabkan Porn-Masturbate-Orgasm?

Kamis, 01 Desember 2022 - 15:09 | 159.64k
Ikhlashul Amaliah Maftuch, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik program studi Psikologi.
Ikhlashul Amaliah Maftuch, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik program studi Psikologi.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Dopamin merupakan hormon kebahagiaan, berupa zat kimia di dalam otak (transmitter) yang memiliki peran besar dalam mempengaruhi emosi, gerakan, sensasi kesenangan, dan rasa sakit. Dopamin dapat meningkat ketika seseorang mengalami perasaan senang sehingga, menggerakkan seseorang untuk mengulangi hal yang ia lakukan berulang kali hingga kecanduan. Contohnya adalah makan, mendengarkan musik, menonton drama Korea, hingga berhubungan seksual. Hormon dopamin sendiri diproduksi dan dilepaskan di otak, batang otak, dan kelenjar adrenal. Dopamin secara alamiah dilepaskan Ketika seseorang mengalami hal-hal yang menyenangkan.

Apa itu PMO  ?

Advertisement

Beberapa dari kita mungkin sudah lebih awal mengenal istilah PMO , namun ternyata Sebagian besar lainnya justru mengaku asing dengan kata tersebut. PMO merupakan Bahasa gaul yang pertama kali muncul di media sosial TikTok. Kata PMO banyak dipakai dalam berbagai komentar, caption, ucapan dan lainnya. Wajar saja jika Sebagian besar mengaku tidak pernah mendengar istilah tersebut, karena istilah ini terbilang baru di media massa.

PMO sendiri ternyata merupakan singkatan dari tiga kata yakni porn, masturbate, and orgasm. PMO menjadi kegiatan yang dilakukan untuk memuaskan diri sendiri (self service) yang dipengaruhi dengan menonton konten dewasa hingga mencapai orgasme atau mencapai klimaks gairah seksual.

Dibenarkan atau tidak, rupanya PMO telah menjadi kebiasaan anak muda zaman sekarang. Menurut Psikolog sekaligus Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati Jakarta, Elly Risman menyebutkan bahwa 98% anak yang menggunakan gadget pernah melihat konten dewasa yakni film (19 persen), video klip (17 persen), games online (13 persen), komik online (13 persen) dan situs internet (12 persen). Hal ini didukung juga dengan penyebaran konten dewasa yang mudah diakses, serta kurangnya pengawasan orangtua dalam penggunaan gadget.

Lalu apa kaitannya dopamin dengan PMO?

Kalian setuju ga, kalau segala sesuatu yang terjadi itu memiliki sebuah permulaan? Ya, betul sekali. Sebelum memasuki fase addict atau kecanduan pasti seseorang telah terlebih dahulu melewati fase permulaan, dimana fase ini seseorang mulai mencoba hal baru yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Sama halnya dengan kecanduan PMO.

Awal mula seseorang melihat konten porno mungkin akan merasakan kaget dan jijik, itu karena sistem limbik di otak menjadi aktif yang kemudian sistem ini mengaktifkan zat kimia di otak yang bernama dopamin. Dopamin memberikan rasa senang, penasaran hingga kecanduan. Setelah kecanduan, seseorang tidak lagi hanya menonton saja, keinginannya meningkat hingga muncul perasaan ingin terpuaskan dengan cara masturbasi hingga mencapai klimaks atau orgasme. Ketika sedang melakukan kegiatan PMO, otak memproduksi dopamin dalam jumlah yang banyak kemudian dialirkan dari limbik ke PFC atau Pre Frontal Cortex.  Menurut spesialis Neuropsikologi, Dokter Jordan Grafman, PFC hanya ada di otak manusia. Itulah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lainnya.  Setelah dopamin teralirkan, akan berakibat pada menurunnya fungsi PFC dan mengurangi volume otak. Akibatnya, seseorang yang kecanduan PMO akan kehilangan konsentrasi, mudah lupa, pengendalian emosi yang tidak stabil, hingga terganggunya kepribadian dan perilaku sosial seseorang. Contohnya tidak mampu membedakan hal yang benar dan yang salah, dan tidak bisa mengambil keputusan dengan baik dan benar, serta munculnya perilaku seksual yang menyimpang.

Lalu bagaimana cara mengatasi PMO?

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghindari diri dari perilaku menyimpang seperti PMO. Cara paling penting dan ampuh adalah dengan menghindari pemicunya, Seperti nasehat orang tua “jangan bermain api,jika tidak ingin terbakar”. Contohnya adalah mengalihkan perhatian kita terhadap keinginan untuk PMO, menghindari kesendirian, dan mengisi waktu luang dengan hal-hal yang lebih bermanfaat seperti olahraga. Jika level PMO sudah diatas batas wajar, yang dapat dilakukan adalah konsultasi kepada seseorang yang lebih ahli dalam bidang ini, yaitu Dokter, dan Psikolog, ataupun Psikiater. Terakhir dan juga  yang terpenting, adalah niat dari diri sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih positif, untuk kesehatan masa depan yang jauh lebih baik. (*)

 

*) Penulis: Ikhlashul Amaliah Maftuch, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik program studi Psikologi

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES