Kopi TIMES

Putusan MK Nomor 135/PUU-XII/2015 terhadap Hak Politis Penyandang Disabilitas

Kamis, 26 Januari 2023 - 15:35 | 77.64k
Izcha Pricispa, Mahasiswa Sosiologi Universitas Bangka Belitung.
Izcha Pricispa, Mahasiswa Sosiologi Universitas Bangka Belitung.

TIMESINDONESIA, BANGKA BELITUNG – Pemilu yang akan dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang memicu kontroversi terkait dengan hak disabilitas mental dalam mengikuti proses pelaksanaannya.

Mengapa demikian?

Sebab, masyarakat khawatir akan terjadinya penyalahgunaan hak suara apabila orang yang mengalami disabilitas mental dilibatkan dalam pemilihan umum.  Masyarakat merasa bahwa orang yang dikatakan sebagai disabilitas mental tidak bisa berfikir apalagi menentukan sebuah keputusan yang dianggap sebagai keputusan besar.

Penyandang disabilitas mental di Indonesia  masih sering dianggap sebagai orang gila dan kurangnya perhatian dari lingkungan sekitar terhadap penyandang disabilitas mengenai hak politis pemilu ini.  Anggapan masyarakat membuat penyandang disabilitas seolah-olah tidak berhak atas hak pilihnya sebagai warga negara dalam pemilu.

UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 rumusan pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwasannya 'setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum' dan prinsip hukum Equality Before The Law yang menegaskan setiap warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dengan tidak ada pengecualian. 

Atas dasar UUD tersebut penulis berpendapat bahwa warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum tanpa terkecuali  penyandang disabilitas mental. Mereka adalah warga negara Indonesia yang telah tinggal dan menetap di Indonesia sehingga mereka memiliki hak asasi  penuh termasuk hak pilih pemilu.  Hak warga negara dalam pemilihan sudah tertuang pada pasal 28D ayat (3) menyatakan bahwa 'setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan'. Untuk itu penyandang disabilitas mental sebagai warga negara berhak  atas hak pilih dalam pemilihan umum 2024 yang akan datang.

Penyandang disabilitas mental dapat diartikan sebagai seseorang yang mengalami gangguan fungsi pikir, emosi, dan perilaku yang dimana hal ini menjadi sebab atas keterbatasan seseorang dalam melakukan aktivitasnya. Menurut dr. Irmasnyah sebagai Ketua Komite Etik Rumah Sakit Marzuki Mahdi Bogor, dalam menerangkan pasal 57 ayat (3) huruf a Undang-Undang No. 8 tahun 2015 menyatakan bahwa, Fakta klinisnya meskipun penderita psikosis mengalami disabilitas dalam sebagian fungsi mentalnya, mereka tetap dapat hidup normal dan mampu menentukan yang terbaik menurut dirinya. Sebagian dari proses pemulihan, penderita seharusnya didorong dan bukannya dihambat untuk berpartisipasi.

Bukan Isu Baru

Isu penyandang disabilitas mental ikut dalam pemilu ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam pemilu. Menurut Arief Budiman ² pada tahun 2009 yang lalu sudah dilakukan proses pendataan. Pendataan ini merupakan amanat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XII/2015. 
ada 2 hal  penting dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XII/2015 yaitu mengenai pendataan dan  penilaian penyandang disabilitas

1. Pendataan Penyandang Disabilitas

Dalam pendataan disabilitas harus dilakukan secara kolektif dan terbuka. Artinya dari masyarakat ikut membantu memberitahu warganya yang memiliki disabilitas mental, sehingga bisa dijangkau dan didata. Dari aspek keluarga juga perlu berkontribusi untuk membantu petugas dalam pendataan. Sehingga, pendataan akan berjalan secara merata dan tepat sasaran.  

2. Penilaian Penyandang Disabilitas 

Penyandang disabilitas mental yang didata untuk dilakukan  penilaian dan konfirmasi harus memiliki suarat keterangan yang dikeluarkan oleh dokter atau profesional.  Artiannya surat itu menentukan penyandang disabilitas mental sanggup atau mampu menggunakan hak pilihnya. Namun, pendataan penyandang disabilitas mental yang dinilai  seseorang harus memiliki pedoman atau standar yang jelas. Agar tidak memicu kekhawatir bahwa akan adanya peluang untuk menyalahgunakan hak politik penyandang disabilitas mental ini.

Hak politik penyandang disabilitas harus dilindungi oleh negara. Karena Satu suara yang didapati oleh calon pemimpin itu sangat penting dan berharga yang berdampak pada keberlangsungan warga negara. Suara dari pemilih menentukan keputusan calon akan naik menjadi pemimpin atau tidak dan kebijakan pemimpin tersebut akan berpengaruh besar pada negara di masa depan. 

Berdasarkan 2 hal penting yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang disampaikan di atas, maka penyandang disabilitas mental berhak atas hak pilih atas dirinya sendiri dalam pemilu 2024 sebagai warga negara Indonesia. Dengan demikian hak disabilitas mental untuk memilih dalam pemilihan umum harus diperhatikan sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XII/2015 untuk menjamin hak untuk memilih bagi penyandang disabilitas. Dan penyelenggara pemilu juga harus berupaya dalam menjalankan putusan tersebut sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam memandang kapasitas hukum terhadap penyandang disabilitas mental. 

Putusan ini akan menjadi implementasi atas seperangkat hak yang melekat pada diri penyandang disabilitas dalam kedudukannya sebagai anggota dari sebuah negara. Untuk itu, Bawaslu juga mempunyai peranan yang penting yaitu harus melakukan pengawasan secara inklusif pada saat pemutakhiran data pemilih maupun pencalonan.

Dan kemudian hal ini akan menjadikan Sila ke lima Pancasila yaitu 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia' sebagai prinsip hidup dan bukan sebagai simbol yang tergambar dalam Burung Garuda. (*)

***

*) Oleh: Izcha Pricispa, Mahasiswa Sosiologi Universitas Bangka Belitung.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES