Mengembalikan Entitas Jurnalisme untuk Mewujudkan Pers Merdeka Demokrasi Bermartabat

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setiap 9 Februari, Insan pers di Indonesia sedang memperingati Hari Pers Nasional. Berbicara tentang Hari Pers Nasional menjadi momentum selebrasi bagi para jurnalis ataupun insan pers. Insan pers memiliki peranan penting bagi Indonesia. Bahkan jauh sebelum merdeka, mereka sudah berperan aktif untuk menggelorakan semangat perjuangan melalui penanya sebagai senjata utama. Sehingga rakyat Indonesia mampu bersatu padu meraih kemerdekaannya.
Kini, perkembangan teknologi digital dan pesatnya media sosial membuat perubahan tersendiri di dunia jurnalisme. Pers sudah mulai beralih ke dunia digital dan media sosial.
Advertisement
Media sosial berperan vital dalam membangun keterlibatan publik terhadap portal berita daring. Ada semacam kebutuhan untuk menjangkau seluas-luasnya pengguna media sosial.
Dengan perkembangan pesatnya media sosial tak hanya insan pers yang dapat menyampaikan informasi, namun semua orang bisa menjadi pembawa berita atau pewarta. Meski demikian tidak semua orang bisa menjadi wartawan.
Media sosial senantiasa menjadi sumber utama kabar terkini ketika terjadi peristiwa krisis. Meskipun, seringkali laporan terkini yang dibagikan oleh para pengguna tidak memuat berbagai fakta yang melatarbelakangi peristiwa yang sedang terjadi.
Banyak masyarakat yang ikut mewartakan berbagai informasi membuat Jurnalisme Warga (Citizen Journalism) semakin berkembang. Citizen Journalism sendiri dapat diartikan sebagai aktivitas jurnalistik yang dilakukan oleh warga biasa (yang bukan wartawan).
Citizen Journalism ini mempunyai peran aktif untuk melakukan proses pengumpulan, pelaporan, analisis, dan menyebarkan berita serta informasi yang dimiliki. Tipe jurnalisme warga ini akan menjadi sebuah trenbaru bagaimana warga membetuk berita serta informasi di masa mendatang.
Mereka sudah puas dengan tampil di akun pribadi. Tak perlu tampil di televisi. Bahasa ekstimnya, sekarang semua orang bisa menjadi selebriti. Mereka cukup membuat konten yang menarik untuk mencuri perhatian para pengikutnya.
Asosisasi penyelenggara jasa internet Indonesia (APJII) merilis laporan pengguna internet pada Katadata.co.id. Pada 2022, penetrasi internet pada remaja usia 13 hingga 18 tahun menyatakan 99,16 persen. Lalu pada usia 19 hingga 34 tahun mencapai 98,64 persen. Usia 35 hingga 54 berada pada angka 87,3 persen. Kemudian di atas 55 tahun hanya 51,73 persen.
Penetrasi itu semakin menegaskan bahwa penyebaran informasi melalui internet sangat cepat dan mudah dikonsumsi masyarakat. Sarana yang paling popular adalah media sosial. Realitas yang secara tidak langsung menjadi tantangan bagi insan pers di Indonesia.
Perbandingan jumlah kelembagaan pers dengan akun pribadi pada media sosial tidak seimbang. Otomatis, penyebaran informasi yang dilakukan kelembagaan media juga tak sebanding dengan akun pribadi yang dikelola secara massif. Lebih parah lagi, apabila aku pribadi itu sengaja dikelola untuk memproduksi informasi provokatif yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Fenomena ini tampaknya akan selalu tumbuh, dan dapat membentu entitas jurnalisme tersendiri. Dengan adanya hal tersebut warga pun dapat bekerja layaknya wartawan meskipun secara profesionalisme mereka bukan jurnalis. Dengan adanya internet yang dimiliki, masyarakat mampu menyebarkan informasi dalam bentuk teks, audio, komentar dan analisis.
Di beberapa media sudah menerapkan jurnalisme warga. Sebut saja Radio Suara Surabaya yang mengajak para warga untuk melaporkan kondisi terkini jalan-jalan di sekitarnya, atau kehilangan kendaraan motor. Bahkan berbagai permasalahan juga dilaporkan seperti pemadaman listrik dan air. Atas informasi dari masyarakat tersebut, cukup banyak permasalahan mendapatkan solusinya.
Ketika terjadi gempa, banjir di beberapa daerah, video-video amatir dari warga juga digunakan beberapa media untuk laporan kondisi terkini.
Inilah yang patut menjadi perhatian, ketika semua orang bisa menjadi pewarta. Etika dan estetika dalam menyampaikan informasi tidak sesuai kaidahnya. Itu bisa menjadi bumerang. Karena masyarakat disuguhi informasi yang sulit dibedakan keabsahan dan kebenarannya.
Kalau disebut turut membangun peradaban, kita sama-sama paham apa itu kebaradaban dan tentunya harus dijaga dan peradaban harus sesuai dengan lingkungan dan zamannya untuk kemanfaatannya.
Oleh karena itu, sebagai profesi jurnalis yang berhubungan erat dengan informasi, maka ia tentu harus memiliki fakta, dan kebenaran itu sendiri. Pasalnya, kebenaran sebagai satu kejadian diinformasikan kepada khalayak, pengetahuan itu disebarkan, pembangunan digelorakan, bahkan tidak jarang sekarang diglorifikasikan.
Insan pers Indonesia pun dituntut meningkatkan kualitas informasi dan pemberitaan di tengah disrupsi informasi. Pers Indonesia mampu mendorong peningkatan literasi masyarakat mengenai media, karena sebagian besar masyarakat lebih banyak membaca berita dari media sosial (medsos) ketimbang media massa sebagai sumber utamanya.
Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama. Pemerintah berupaya mengampanyekan slogan saring sebelum sharing. Program ini untuk memahamkan kepada masyarakat agar tidak langsung percaya terhadap informasi yang beredar. Namun, upaya ini masih kerap kelolosan. Masih banyak masyarakat mudah terprovokasi oleh informasi yang dikelola kelompok tertentu itu.
Literasi informasi sangat dibutuhkan. Insan pers harus terus menggaungkan kepada masyarakat tentang bagaimana merespon sebuah informasi. Yakni mengklarifikasi tentang kebenaran informasi itu. Lalu pengaruh yang bisa ditimbulkan apabila informasi itu tersebar di masyarakat. Serta dampak atas informasi tersebut, apakah positif atau negatif.
Melalui Hari Pers Nasional ini, saya mengajak seluruh insan pers untuk mengembalikan entintas jurnalisme. Yakni jurnalisme yang menghasilkan produk informasi akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Membekali masyarakat dalam memahami informasi secara tepat. Dengan begitu, Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat bisa terwujud dengan optimal. (*)
*) Penulis : I Gede Alfian Septamiarsa, S.Sos, M.I.Kom (Pranata Humas Ahli Muda Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur)
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |