Kopi TIMES

Bagong Mbangun Deso

Jumat, 10 Februari 2023 - 15:33 | 313.76k
Muhammad Imron, Kepala LPPM Universitas Islam Raden Rahmat Malang.
Muhammad Imron, Kepala LPPM Universitas Islam Raden Rahmat Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Lakon Bagong Mbangun Deso pernah dibawakan oleh Dalang kenamaan Ki Seno Nugroho (almarhum) dalam salah satu pentas pewayangannya. Lakon ini menceritakan perihal keinginan kuat Bagong untuk memajukan dan memakmurkan desa yang sedang ia pimpin.

Untuk menggapai keinginannya, Bagong melakukan tapa dan menyendiri untuk mengheningkan hati dan fikirannya, lantas ia mendapatkan “pawisik” atau bisikan yang ia yakini berasal dari dewa.

Pawisik itu berisi tentang anjuran agar Bagong menanam Pelem (Mangga) Pertonggo Jiwo dan Jambu Dipo Nirmolo sebagai tumbal agar desa Pringapus yang tengah ia pimpin dapat segera menjadi desa yang maju, makmur dan sejahtera.

Usai mengelami peristiwa spiritual tersebut, kemudian Bagong menyampaikan ke Bapaknya yakni Semar Bodronoyo serta ke Punakawan lainnya yakni Petruk dan Gareng. Menurut Semar, dua pohon buah tersebut hanya ada di negeri Khayangan negerinya para dewa. Mereka berempat memutuskan untuk berangkat ke negeri tersebut untuk meminta dua pohon buah Pelem (Mangga) Pertonggo Jiwo dan Jambu Dipo Nirmolo ke Bethoro Guru sang pemimpin khayangan.

Bethoro Guru selaku pimpinan para dewa menyajikan syarat sebelum ia memberikan dua jenis pohon buah yang hanya ada di negeri khayangan tersebut. Syaratnya adalah Semar harus menghaturkan sembah dan berbicara sopan-santun kepada Bethoro Guru yang tidak lain adalah adik kandung Semar Bodronoyo.

Secara tegas, Punakawan Bagong menolak syarat tersebut karena bagi dia, seorang kakak yang harus menghaturkan sembah kepada adeknya seperti yang di minta oleh Bethoro Guru dapat merusak nilai-nilai budaya yang telah berkembang di masyarakat luas khususnya di Desa Pringapus yang tengah ia pimpin sebagai lurah.

Dengan tanpa hasil Bagong dan Punakawan lainnya memutuskan kembali ke desanya demi tetap menjaga adat, tradisi dan budaya yang telah mereka yakini.

Bethoro Guru yang masih tersinggung dengan ucapan Bagong yang terkenal sebagai karakter tokoh pewayangan dengan ciri khas ceplas-ceplosnya memilih menangkap Semar, Petruk dan Gareng untuk dibawa ke negeri Khayangan sebagai pengganti Bagong.

Mereka akan dimasukkan ke sebuah kawah yang akrab kita sebut dengan kawah Condrodimuko, sebagai konsekwensi logis atas penghinaan dan perlawanan yang telah mereka lakukan.

Bagong yang di bantu oleh Togog dapat menyusul mereka ke negeri khayangan dengan menyamar sebagai Janoko atau Arjuno. Di sana, ia dapat mengalahkan sang Bethoro Guru beserta pasukannya dengan gilang-gemilang. Negeri khayangan diobrak-abrik, Semar dan Punakawan lainnya dapat diselamatkan.

Sidang kemudian digelar menghadirkan nyaris seluruh aktor pewayangan termasuk Krisna, Pandowo 5 hingga Bethoro Guru. Dalam forum yang menghadirkan lintas stakeholder pewayangan tersebut sang Bethoro Guru dinyatakan bersalah dan harus meminta maaf serta memberikan dua pohon buah tersebut kepada Bagong yang mempunyai keinginan luhur membangun desanya.

Dalam kesempatan tersebut, Bagong mengungkapkan bahwa dia memiliki tujuan Mbangun Deso, suatu konsep membangun desa secara mental dan spiritual supaya desa yang sedang ia pimpin dapat maju, makmur dan sejahtera secara merata.

Dua pohon buah tersebut kemudian ditanam ditengah lahan desa sebagai simbol desa Pringapus memiliki kenginan kuat untuk menjadi desa maju dengan tradisi ketahanan pangan yang berasal dari segala potensi yang dimiliki.

Apa pesan penting dari cerita Pewayangan diatas?

Bagong sebagai sosok Punakawan merepresentasikan kalangan strata kehidupan bawah atau wong cilik. Karena di cintai rakyatnya, ia memilih berusaha keras untuk memperoleh Pelem (Mangga) Pertonggo Jiwo dan Jambu Dipo Nirmolo meski harus menjalani pertarungan sengit dengan berbagai karakter pewayangan lain demi menggapai kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desanya.

Cerita ini sejatinya membawa pesan bahwa untuk membangun desa haruslah di inisiasi oleh masyarakat lokal sendiri dan bukan oleh pihak luar. Pihak (aktor) di luar desa boleh jadi tetap mengambil beberapa peran fasilitasi, namun aktor utama pembangunan desa sesungguhnya adalah masyarakat desa itu sendiri. Pembangunan desa memanglah harus partisipatif, melibatkan lintas stakeholder lokal pedesaan.

Bagi karakter Punakawan Bagong, membangun desa wajib dilakukan namun tetap menjaga khasanah dan nilai-nilai luhur budaya yang telah diajarkan oleh para pendahulunya.

Ia menolak keras syarat yang diberikan oleh Bethoro Guru karena syarat tersebut bertentangan dengan unggah-ungguh yang telah menjadi kesepakatan masyarakat lokal. Pembangunan mental dan spiritual yang telah ia konsepsikan mewajibkan adanya keseimbangan (balance) antara pembangunan fisik-ekonomi ditengah masyarakat dengan upaya-upaya menjaga tradisi dan kearifan lokal yang telah lama menjadi pegangan.

Forum lintas aktor yang menghasilkan suatu keputusan bahwa sang Bethoro Guru dianggap bersalah dan harus meminta maaf serta memberikan Pelem (Mangga) Pertonggo Jiwo dan Jambu Dipo Nirmolo dari negeri Khayangan tersebut, serta sikap Bagong untuk meminta pertimbangan para Punakawan lain mengandung pesan bahwa keinginan kuat untuk membangun desa juga perlu dilakukan dengan pendekatan kolaborasi lintas staheholder.

Ini dilakukan karena Punakawan Bagong memahami betul bahwa untuk membangun desa diperlukan kerjasama berbagai aktor dengan segala potensi dan keunggulan yang mereka miliki.

Membangun desa dengan pendekatan tata kelola Kolaboratif saat ini memang tengah menjadi tren terutama saat ada kesadaran kolektif bahwa sinergi multipihak dapat berfungsi untuk menutup celah kelemahan dari pihak mitra lainnya.

Saling melengkapi dan saling memberi menjadi cara jitu kolaborasi multipihak agar beragam persoalan di desa dapat dengan mudah dipecahkan. Kolaborasi maupun kemitraan pembangunan desa yang melibatkan multipihak ini serta saat yang sama konsisten menjaga kearifan dan budaya lokal diatas juga selaras dengan semangat (tujuan dan sasaran) SDGs Desa terutama poin ke 17 (kemitraan pembangunan desa) dan 18 (kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaftif). (*)

***

*) Oleh: Muhammad Imron, Kepala LPPM Universitas Islam Raden Rahmat Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES