Kopi TIMES

Kepentingan dan Sikap Politik di Tengah Isu Reshuffle Kabinet

Jumat, 17 Februari 2023 - 11:58 | 74.97k
Ignasius Lintang Nusantara, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Ignasius Lintang Nusantara, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Polemik perombakan komposisi kabinet (reshuffle) terus menghangat. Adanya perbedaan arah dan sikap salah satu partai koalisi yang terlihat sudah tidak sejalan, diduga menjadi alasannya. Menurut catatan media, Presiden setidaknya telah empat kali memberikan sinyal penanda waktu dilaksanakannya reshuffle. Namun, hingga kini belum terjadi. 

Isu perombakan kabinet mulai mengemuka setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden 2024. Hal tersebut memancing reaksi PDI-P yang meminta Partai Nasdem untuk segera meninggalkan koalisi karena kinerja menteri asal Nasdem yang tidak sesuai target dan pendeklarasian Anies Baswedan sebagai calon presiden. 

Walakin, partai politik koalisi pemerintah pun mulai membangun koalisi. Muncul Koalisi Indonesia Bersatu yang digawangi oleh Golkar, PAN, dan PPP, lalu Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang digawangi oleh Gerindra dan PKB. Perubahan peta politik yang relatif cepat dan ketidakpastian langkah presiden tentang reshuffle, memantik pertanyaan, bagaimana memandang isu perombakan kabinet ini sebagai kepentingan politik? Lalu bagaimana seharusnya sikap partai politik?

Kepentingan Politik

Menurut hemat penulis, esensi dari perombakan kabinet ialah untuk mensolidkan koalisi guna menciptakan stabilitas politik jelang Pemilu 2024.  Kini, Kabinet Indonesia Maju terdiri dari 34 menteri dan 15 wakil menteri, di antaranya terdapat 19 menteri dan enam wakil menteri dari unsur partai politik sehingga membuat kabinet didominasi oleh unsur partai politik. Stabilitas politik penting untuk mengantisipasi terjadinya friksi antar partai politik internal kabinet yang bisa mengakibatkan mandeknya pelaksanaan program pemerintah dan pengaruhnya terhadap tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah.

Jika skenario reshuffle bertujuan untuk mensolidkan koalisi, maka Partai Nasdem berisiko teriliminasi dari kabinet. Akibatnya, terjadi kekosongan tiga kursi menteri, sehingga partai koalisi lain memiliki kans untuk mengisi posisi menteri pengganti. Namun, hal ini akan membuat kerumitan tersendiri karena persoalan waktu. Partai Nasdem yang mendeklarasikan calon presiden di akhir 2022, membuat reshuffle nantinya dilakukan hanya untuk sisa waktu jabatan efektif kurang lebih satu tahun. Jika saja Partai Nasdem mendeklarasikan calon presiden di akhir 2023, maka pertimbangan waktu bukan menjadi alasan strategis untuk melakukan reshuffle karena KPU telah menetapkan masa kampanye yang dimulai 28 November 2023-10 Februari 2024.

Sikap Partai Politik

Dalam dinamika politik ini kemudian menimbulkan tanda tanya tentang bagaimana seharusnya sikap partai politik. Nyatanya, ketika partai-partai pendukung pemerintah sibuk membentuk koalisi, Presiden tidak bereaksi atau memberikan sinyal untuk reshuffle. Namun, ketika Partai Nasdem mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden, timbul polemik reshuffle kabinet. 

Sikap partai-partai yang sibuk membentuk koalisi dapat dipahami sebagai narasi politik yang terbatas pada strategi pemenangan antar partai jelang Pemilu dan belum berkeputusan final terkait figur yang diusung sehingga pembentukan koalisi ini dipandang lumrah. Berbeda dengan sikap partai politik pendukung pemerintah yang sudah memiliki keputusan untuk mengusung figur calon presiden, sehingga menimbulkan narasi politik yang terkesan hanya berkonsentrasi pada pemenangan partai dan figur yang akan memengaruhi citra partai di hadapan masyarakat, antar partai politik, dan utamanya di hadapan Presiden.

Baiknya, partai politik internal kabinet terlebih dahulu berkonsentrasi pada perbaikan kinerja menteri untuk menyelesaikan setumpuk persoalan jelang akhir periode jabatan. Wajar apabila nantinya Presiden melakukan reshuffle, karena Presiden berkepentingan menyukseskan pemerintahan sebagai wujud sinergi dan soliditas antar partai koalisi. Akhirnya, kepentingan dan sikap politik di tengah isu reshuffle kabinet perlu kembali diseimbangkan, disesuaikan, dan ditarik ulur untuk akhir periode jabatan yang paripurna. 

***

*) Oleh: Ignasius Lintang Nusantara, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

 

_____
**)
Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES