Kopi TIMES

Menjaga Generasi Indonesia dari Kejahatan Narkotika

Kamis, 02 Maret 2023 - 13:02 | 95.94k
Ribut Baidi, Advokat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Madura (UIM) Pamekasan; Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama’ (LPBH-NU) Pamekasan Periode 2021-2025.
Ribut Baidi, Advokat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Madura (UIM) Pamekasan; Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama’ (LPBH-NU) Pamekasan Periode 2021-2025.

TIMESINDONESIA, PAMEKASAN – Kejahatan narkotika adalah kejahatan yang semakin hari semakin massif di Indonesia, bahkan di dunia. Kejahatan tersebut, disamping memiliki kekuatan modal (capital) yang besar, juga memiliki jaringan (network) dan pelindung (back up) yang kuat. Tentu, dengan tiga kekuatan (jaringan, modal, dan pelindung) tersebut, kejahatan narkotika bukan hanya sulit diberantas, tetapi semakin menggurita dan menyebar-luas melintasi berbagai negara di dunia.

Upaya pencegahan dan penindakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum untuk menekan seminimal mungkin sampai pada langkah pemberantasan terhadap pelaku kejahatan narkotika terus digelorakan dari waktu ke waktu. Sanksi pidana penjara (punitif) yang kerap kali dijadikan “senjata” utama kepada para pelaku (bandar dan kurir) bahkan kepada pengguna/pemakai (korban), justru sampai saat ini belum mampu menghentikan pelaku kejahatan narkotika. Bahkan yang lebih ekstrem lagi, sanksi pidana penjara (punitif) dianggap bukan satu-satunya solusi terbaik untuk menghentikan kejahatan narkotika saat ini maupun di saat-saat mendatang (masa depan).

Iftitah Sari peneliti dari Institute Criminal and Justice Reform (ICJR) menilai bahwa jumlah kasus dan penyalahgunaan narkotika meningkat karena pemerintah tidak bisa menyelesaikan masalah dasar narkotika. Paradigma penanganan pengguna narkotika dengan pendekatan pemenjaraan daripada upaya rehabilitasi, justru tidak bisa menyelesaikan masalah narkotika. Di sisi lain, penerapan regulasi dalam undang-undang narkotika yang tidak bisa membedakan antara pengguna biasa dengan pengedar, seperti penerapan Pasal 111, Pasal 112 , Pasal 114, Pasal 115 undang-undang narkotika sebagai upaya pemidanaan, adanya peluang “ruang negosiasi” penerapan Pasal 127 untuk rehabilitasi yang dilakukan oleh pengguna yang terjerat hukum dengan oknum aparat penegak hukum, serta proses rehabilitasi yang rumit akibat persyaratan administrasi yang harus dipenuhi, seperti fasilitas kesehatan (faskes) khusus yang justru begitu sulit diperoleh di daerah terpencil telah menjadi daftar panjang kesulitan memberantas kejahatan narkoba di Indonesia. (https://hukum.ub.ac.id).  

Sebagai kejahatan kemanusiaan luar biasa (extraordinary crime), narkotika sama dengan kejahatan korupsi dan terorisme, yakni sama-sama kejahatan terorganisasi lintas negara yang menjadi ancaman serius karena dapat merusak sendi-sendi kehidupan suatu bangsa. Oleh karenanya, kejahatan narkotika di Indonesia secara kuantitas menempati posisi tertinggi kedua setelah kejahatan pencurian dengan kekerasan (curat), tapi secara kualitas (dampak) kejahatan narkotika jauh lebih berbahaya, karena tidak hanya berdampak pada kesehatan penyalahguna, tapi kejahatan besar lainnya seperti transaksi dan jaringan narkotika berkaitan dengan terorisme dan pencucian uang (money laundring), serta tindakan kriminal lainnya juga muncul akibat narkotika. (https://pusiknas.polri.go.id).

Di sisi lain, penyalahgunaan narkotika justru terjadi di beberapa kalangan aparat penegak hukum sendiri, karena mereka sangat mudah mendapatkannya. Entah, dari barang bukti yang dirampas untuk dimusnahkan atau justru oknum aparat penegak hukum tersebut menjadi pelindung (back up) terhadap bandar dan kurir, sehingga kejahatan narkotika memiliki akses yang kuat terhadap aparat penegak hukum dan mudah membeli penegakan hukum dengan kekuatan uang yang terus mengalir dari waktu ke waktu. Terbongkarnya skandal peredaran narkotika yang melibatkan Teddy Minahasa Putra, seorang jenderal bintang dua di korps Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang berujung penangkapan dan pemenjaraan terhadap dirinya, tertangkapnya Yudi Rozadinata dan Danu Arman, dua oknum hakim di Pengadilan Negeri Rangkasbitung akibat mengkonsumsi narkotika, serta Stephanus Peter Imanuel (Steven) mantan oknum jaksa di Kejaksaan Tinggi Maluku Utara akibat kasus narkotika, semuanya merupakan bagian kecil deretan fakta keterlibatan oknum aparat penegak hukum dalam pusaran kejahatan narkotika.

Indonesia Drugs Report Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2022 merilis laporan  angka prevalensi penyalahgunaan narkotika di tahun 2019 sekitar 1,80% dan meningkat menjadi 1,95% di tahun 2021 yang terjadi di wilayah perkotaan (dominan) dan pedesaan sebagaimana Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba Tahun 2021 dengan prediksi jumlah penduduk 15-64 tahun terpapar narkoba, resiko perempuan terpapar narkoba sekitar 0,20% di tahun 2019 dan meningkat menjadi 1,21% di tahun 2021, peningkatan keterpaparan narkoba pada kelompok umur 15-24 tahun dan 50-60 tahun terutama di wilayah pedesaan. (https://puslitdatin.bnn.go.id). 

Angka prevalensi di atas menunjukkan gerak-meningkat kejahatan narkotika dari waktu ke waktu yang tidak hanya di wilayah perkotaan (metropolis) sebagai simpul aktifitas bisnis (kesibukan) dan transportasi yang mudah, tetapi juga merambah masuk pada wilayah pedesaan yang secara geografis dan kultur masyarakatnya “sepintas” jauh lebih terproteksi dibanding masyarakat perkotaan. Oleh karenanya, menyebarnya jaringan kejahatan narkotika dari perkotaan sampai dengan pedesaan yang terpencil sekalipun, karena kejahatan ini memiliki sumber daya yang kuat dan sumber dana yang besar.  

Darurat Narkotika, Peran Masyarakat, dan Penegakan Hukum

Darurat narkotika di Indonesia bukan hanya sebatas “diskusi kosong” yang dilakukan oleh elemen masyarakat, terutama para pemerhati, praktisi, akademisi, bahkan pemerintah itu sendiri, tetapi fakta yang tidak bisa kita tolak. Bahkan, pemberitaan media hampir tiap hari disuguhkan dengan informasi seputar kejahatan narkotika yang dilakukan penindakan oleh aparat kepolisian di berbagai daerah di Indonesia. Artinya, kita semakin sadar bahwa hampir tidak ada daerah di republik ini yang tidak termasuki kejahatan narkotika, dan kita dituntut untuk selalu siap-siaga menjaga diri kita sendiri maupun lingkungan keluarga kita agar tidak menjadi korban atau bahkan pelaku kejahatan narkotika.

Hal urgen yang harus dilakukan adalah munculnya kesadaran dari semua pihak, baik pemerintah melalui aparat penegak hukumnya dan masyarakat untuk bahu-membahu memberikan penyadaran akan bahaya kejahatan narkotika bagi masa depan masyarakat, bangsa, dan negara. Di sisi lain, masyarakat harus pro aktif menyampaikan informasi kepada aparat penegak hukum manakala ada kecurigaan tentang kejahatan narkotika yang terjadi di sekitar lingkungan kita supaya bisa dicegah atau bahkan ditindak tegas. Peran serta masyarakat tersebut menjadi salah satu kunci agar kejahatan narkotika ini tidak semakin meluas dan tidak “memakan” mangsa baru dari generasi-generasi di republik ini.

Disamping peran serta masyarakat, penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan narkotika harus juga menjadi prioritas dari pemerintah, disamping program rehabilitasi terhadap pecandu/pemakai (korban). Penegakan hukum disamping bertujuan untuk mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika, memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, juga memberikan kepastian bahwa narkotika hanya boleh digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Pasal 4 huruf b dan c Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Oleh sebab itu, penggunaan narkotika di luar ketentuan undang-undang adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak boleh dibiarkan.

Alhasil, kita meyakini bahwa penegakan hukum terhadap kejahatan narkotika – meminjam istilah Alvi Syahrin (2009) – adalah mengfungsikan hukum itu sendiri sebagai insitusi sosial untuk memastikan kehidupan sosial masyarakat benar-benar dilindungi dari kejahatan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran, dan terciptanya kondusifitas kehidupan masyarakat yang akan berimplikasi positif terhadap kepatuhan (fairness) masyarakat terhadap hukum serta terciptanya stabilitas keamanan di republik ini. (*)

 

*) Penulis: Ribut Baidi, Advokat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Madura (UIM) Pamekasan; Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama’ (LPBH-NU) Pamekasan Periode 2021-2025.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES