Kopi TIMES

Berpuasalah untuk Memperoleh Marshmallow

Sabtu, 01 April 2023 - 11:24 | 114.07k
Rindang Farihah S.Ag MA, Managing Director Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta.
Rindang Farihah S.Ag MA, Managing Director Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Keluarga adalah madrasah pertama bagi anak. Dalam keluarga nilai dan prinsip yang diyakini diajarkan dan mengalami proses internalisasi. Pengenalan nilai-nilai baik sejak dini bertujuan membentengi anak dari hal-hal negatif dan tumbuh sehat baik fisik maupun mental. 

Saya mencoba mengambil contoh agak ekstrem yang mengindikasikan adanya gangguan mental pada remaja, yakni bunuh diri.

Advertisement

Di awal tahun 2023 ini, secara kebetulan terjadi dua kasus bunuh diri remaja yang berjarak sekitar 20 menit dari tempat tinggal saya. Salah satu korban sempat melakukan video call temannya sebelum melakukan bunuh diri. Temannya bermaksud mencegah dan pergi ke rumahnya, namun terlambat. Dia menemukan korban sudah tidak bernyawa didalam kamarnya.

Selama ini, saya tidak terlalu konsen dengan isu Kesehatan Mental. Namun, semenjak menginisiasi Klinik Konsultasi Keluarga dan Anak Muda di Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta (Klinik K2-Plus), kajian ini menjadi penting bagi kami. Para konselor di Klinik K2-Plus dikarenakan kami melihat banyak remaja beresiko mengalami gangguan mental.

Adalah Walter Mischel, profesor spesialis teori kepribadian dan psikologi sosial dari Universitas Standford, melakukan percobaan tentang ‘Kepuasan Tertunda’. Riset psikologi yang dilakukan tahun 1960 an ini ingin mengetahui proses mental yang membuat seseorang menunda kepuasannya demi mendapatkan kepuasan yang lebih di masa mendatang. Dengan Eksperimen Marsmallow ini, bersama-sama kita melihat kembali manfaat mengajarkan puasa pada anak.

Eksperimen Marshmallow; Kepuasan Tertunda

Anda pasti paham marshmallow, permen empuk manis yang disukai anak-anak. Test marshmallow dilakukan pada ratusan anak dengan usia 4-6 tahun. Setiap anak, satu persatu dibawa dalam satu ruangan dengan satu buah marshmallow dimeja. Setiap anak diberitahu, mereka boleh memakan marshmallow itu, namun jika mereka menunggu akan mendapatkan satu marshmallow lagi. 

Singkat cerita, beberapa tahun kemudian ketika anak-anak ini menginjak remaja, Mischel secara tidak sengaja menjumpai adanya perbedaan diantara mereka. Perbedaan terlihat pada anak-anak yang berhasil menunggu, mereka memiliki kemampuan melakukan perencanaan, mengatasi masalah yang dihadapi, kemampuan membangun relasi serta nilai akademik lebih baik daripada anak-anak yang tidak berhasil menunggu.

Puasa meningkatkan Self-Control Anak

Kisah seperti eksperimen marshmallow sebenarnya tidak asing bagi kita, seperti belajar puasa dimasa kanak-kanak. Puasa dalam pengertian syar’i bermakna menahan diri dari hal-hal yang membatalkan dengan batasan waktu tertentu, salah satunya tidak makan dan minum. Hikmah berpuasa diantaranya agar terbentuk pribadi kuat secara lahir dan batin yaitu sabar mengendalikan hawa nafsu.

Ekspresi anak-anak yang berjuang tidak memakan marshmallow karena akan mendapatkan lebih, persis seperti tingkah anak-anak kita kala menunggu waktu berbuka puasa. Jangan lupa, kita pun pernah diposisi seperti mereka. Moment menunggu adzan maghrib terasa lama dan mata tak henti melirik jam didinding. Terpenting dari belajar puasa adalah tidak makan minum, apalagi diam-diam. Dan orangtua pun tidak serta merta meminta anaknya berpuasa utuh/satu hari.

Pengendalian diri (self-control) merupakan kemampuan individu mengarahkan dan mengatur perilakunya dalam menghadapi stimulus sehingga menghasilkan akibat yang diinginkan (tujuan & standar diri). Lebih jelasnya, memiliki pengendalian diri (self-control) membuat seseorang bisa mengatur perilakunya dan bijak mengambil keputusan. 

Kontrol diri ini penting dimiliki setiap individu, sebagai modal terbentuknya daya resiliensi dalam membentengi diri dari pengaruh diluar dirinya yang negative atau beresiko, sebagai contoh aksi kekerasan antar remaja dan bunuh diri remaja.

Bulan Ramadan adalah moment yang dinanti, dibulan ini banyak kesempatan yang bisa kita manfaatkan untuk menciptakan bonding (membangun ikatan) antar anggota keluarga. Bonding yang kuat modal untuk deteksi dini terhadap perilaku anak yang dianggap menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai-nilai keluarga. 

Aktifitas sederhana bisa diawali dari obrolan dimeja makan (buka dan sahur bersama). Semoga Ramadan tahun ini bisa menjadi momen bagi kita dalam menciptakan generasi unggul berkarakter islami, memiliki daya lenting, daya tahan (resiliensi) dalam menghadapi persoalan hidup. Wassalam. (8, bersambung)

***

*) Penulis adalah Rindang Farihah S.Ag MA, Managing Director Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta

*) Artikel rubrikasi Kajian Ramadan Bersama UNU Yogyakarta (KAMANDANU) ini merupakan hasil kerjasama TIMES Indonesia dengan UNU Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Amar Riyadi
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES