Kopi TIMES

Dokter Muda, Media Sosial dan Irama Orkestra

Selasa, 11 April 2023 - 21:06 | 103.02k
Suhendra Atmaja, Praktisi Komunikasi Media.
Suhendra Atmaja, Praktisi Komunikasi Media.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Viral.. di media sosial, seorang yang diduga dokter muda terlihat ‘arogan’ di sebuah rumah sakit di Medan Sumatera Utara. Sekilas keributan tersebut terjadi antara seorang wanita yang berada didalam mobil, dengan salah seorang berseragam dokter. Tidak jelas apa menjadi penyebab keributan kedua wanita tersebut, namun video ini kemudian menjadi viral di media sosial dan menjadi trending media sosial, bahkan dikutip media mainstream. 

Semua account media sosial seperti instagram, twitter dan tiktok memuat kejadian ini, padahal belum diketahui secara jelas apa yang menjadi penyebab peristiwa tersebut karena belum ada klarifikasi dari kedua orang yang bertikai. Ratusan bahkan ribuan media sosial mencopy paste video tersebut. 

Advertisement

Media sosial seperti instagram, tiktok atau twitter hanya menarasikan peristiwa tersebut dari gambar yang terlihat saja tanpa konfirmasi, tanpa penjelasan dari masing-masing pihak.

Itu adalah salah satu contoh, kuatnya media sosial dalam hal penyebaran (share) ke publik, meski informasi masih simpang siur. Hujatan dan cacian terlihat dikolom komentar, dari informasi yang tidak jelas dan belum tentu kebenarannya. 

“belum tahu siapa yang salah dan benar, harus ada penjeasan dari kedua belah pihak,” begitu komenter netizen.

Ada lagi komentar netizen yang mengatakan, “Secara etika, kelakuan dokter tersebut memang tidak bisa dibenarkan, terlepas siapa yang salah dan siapa yang benar,” kata netizen lain.

“Emang itu dokter yaaa, gak yakin juga kalau itu dokter,” kata netizen lain. 

Pengguna Media sosial seolah menjadi hakim dan menjadi orang yang paling benar dari setiap permasalahan yang muncul dan trending. Itu artinya, Media sosial saat ini memiliki peran yang sangat sentral di masyarakat, share and copy link video menjadi hal yang mudah dan dalam genggaman jari dan tangan saja. 

Penulis tidak ingin membahas pertikaian tersebut, tapi lebih kepada pembahasan bahwa media sosial memegang peranan penting dalam sebuah peristiwa karena jutaan rakyat Indonesia saat ini lebih memilih menyaksikan atau membaca informasi dari media sosial, bukan pembaca koran atau pemirsa televisi, ini fakta.

Fakta lainya adalah, kekuatan media sosial apalagi informasi yang viral, selalu didukung oleh media mainstream, yang kemudian menjadi bahan pembenaran dari sebuah peristiwa. 

Tidak aneh jika pemberitaan atau info di media sosial malah menjadi ‘pack’ sebuah pemberitaan headline media nasional. Hal ini terjadi karena aksesbilitas media sosial lebih cepat karena informasi yang didapat langsung dari masyarakat, meski kebenarannya harus dilakukan cross check and balance.

Media dan Orkesra

Banyak sekali contoh pemberitaan dari media sosial kemudian menjadi headline di media nasional. Pengambilan isu atau berita dari media sosial oleh Media mainstream bisa saja salah satunya bertujuan untuk meningkatkan rating, share, hitter atau viewer media tersebut, atau mengikuti perkembangan pemberitaan yang berkembang dan menjadi hipe di masyarakat atau media sosial. 

Namun harusnya media mainstream harus lebih dalam dalam pemberitaan dan harus mengkonfirmasi secara ketat sehingga tampilan coverbothside dalam sebuah berita terlihat jelas, sehingga lebih dapat dipercaya dan berkualitas untuk disiarkan atau disampaikan ke publik.

Pembahasan media mainstream dan media sosial sempat jadi bahan pembicaraan penting dalam fit and proper test, salah satu calon anggota dewan pengawas TVRI, Danang Sangga Buwana yang pernah menjadi jurnalis berbagai media mainstream.

Dihadapan ketua dan Anggota komisi I DPR RI pada awal April 2023, Danang S. Buwana yang pernah menjadi anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ketua dan Anggota Komisi I DPR RI, saat itu menjelaskan ‘media itu seperti orkestra’ yang memiliki irama yang sama.

Tentu, irama yang sama dalam hal mencerdaskan kehidupan berbangsa guna menjunjung tinggi marwah bernegara. Karena seirama tersebut, banyak pemberitaan yang muncul di media isinya sebenarnya sama, meski dalam hal angle atau lead yang berbeda.

Namun, Media nasional tetap harus memiliki sifat yang netral dari sebuah pemberitaan tanpa dipengaruhi kepentingan bisnis apalagi kepentingan politik, apalagi saat pemilu, dimana semua kepentingan bermain untuk kelompok tertentu, karena dengan pemberitaan yang netral maka kualitas pemberitaan disebuah media tetap terjaga.

“ini penting agar media tetap terus dipercaya sebagai pilar demokrasi dan menjadi acuan masyarakat untuk mengkonfirmasi kebenaran dari sebuah berita,” kata Danang saat fit and proper- test kala itu. 

Media sejatinya adalah alat untuk menyampaikan pesan dalam berkomunikasi, namun terpaan media sosial membuat publik mempercayakan langsung, pemberitaan media sosial sebagai platform yang menjadi rujukan publik. 

Sejumlah pakar media mengatakan (Rosergen dan Rahmat, 2001) mengatakan terpaan media dapat dioperasionalkan ke dalam jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, isi media dikonsumsi dan berbagai hubungan antar individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi dengan media secara keseluruhan. 

Itu artinya, publikasi yang dilakukan ke berbagai media akan dikonsumsi oleh halayak secara keseluruhan, ini artinya publik masih mempercayai media sebagai informasi yang bisa diandalkan saat itu, bahkan hingga sekarang. 

Persaingan media, tidak hanya terjadi di perusahaan media swasta tapi juga terjadi pada perusahaan media milik pemerintah. Lembaga penyiaran pemerintah harus mampu bersaing di tengah transformasi digital pada era disrupsi informasi melalui program siaran yang berkualitas dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan, dan meningkatkan marwah NKRI di mata dunia. 

Yang harus dilakukan media agar bisa bertahan di era digital saat ini adalah melakukan pengembangan bisnis yaitu dengan konvergensi media.

Optimalisasi teknologi digital di era konvergensi media merupakan keniscayaan, meski persaingan pada dunia media masih tetap terus akan berlanjut, untuk memperebutkan kue iklan, yang secara nominal harusnya mengalami kenaikan, baik dari segi anggaran iklan pemerintah maupun swasta.

Optimalisasi digital harus seiring dengan mudahnya aksesbilitas yang juga semakin mudah, cepat dan dinikmati multiplatform yakni penyebaran melalui Video on Demand dan Over The Top (OTT). 

Penguatan SDM Media juga harus ditingkatkan pada semua level, pekerja media atau wartawan harus memiliki kemampuan lebih yang multitasking. Seorang wartawan televisi misalnya, disamping memiliki kemampuan reportertase, juga harus memiliki kemampuan editing atau skill lainnya. 

Membangun konvergensi media seharusnya selaras dengan unsur terpenting lainnya yaitu penguatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) diantaranya: corporate culture (budaya perusahaan), up to skill bagi pekerja media, training kompetensi dan kinerja yang diberlakukan secara adil tanpa diskriminasi. Skil yang dimiliki oleh pekerja media dengan konvergensi media harus terus ditingkatkan sesuai perkembangan teknologi, agar media sosial dalam konvergensi benar-benar digarap serius karena aksesbilitas media sosial yang tinggi di Indonesia. 

Meike and young (2012) mengartikan media sosial, sebagai konvergensi antara komunikasi personal dalam arti saling berbagai diantara individu (to be shared one to one) dan media publik untuk berbagai kepada siapa saja tanpa ada kekhususan individu. Itu artinya, media sosial merupakan media yang sering di share ke publik. Nah, dari sinilah Hoax kerap terjadi dan menjadi viral, padahal belum tentu kebenarannya. 

***

*) Oleh: Suhendra Atmaja, Praktisi Komunikasi Media.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Haris Supriyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES