Kopi TIMES

Rasionalitas Sensus Pertanian 2023

Senin, 12 Juni 2023 - 12:22 | 118.08k
Haris Zaky Mubarak, MA, Analis dan Ketua Riset Jaringan Studi Indonesia.
Haris Zaky Mubarak, MA, Analis dan Ketua Riset Jaringan Studi Indonesia.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) memastikan akan memulai sensus pertanian 2023 pada 1 Juni hingga 31 Juli 2023. Sensus pertanian ini bertujuan untuk memotret perubahan struktur pertanian Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir.

Nantinya data-data dari sensus pertanian ini dimanfaatkan sebagai kerangka sampel bagi kegiatan survei-survei pertanian lanjutan. Khsusunya untuk mengumpulkan data statistik pertanian secara lebih rinci. Data tersebut digunakan sebagai penanda dan pemutakhiran dari data statistik pertanian yang sudah ada. (BPS, 2023). Data pertanian ini nantinya akan dirinci sebagai bentuk kegiatan resmi negara yang mendapatkan validasi secara nasional. 

Advertisement

Pelaksanaan Sensus Pertanian 2023 terdiri dari beberapa rangkaian tahapan aktivitas yang diawali dengan perencanaan, persiapan, pengumpulan data, penyajian, dan analisis data (BPS, 2023). Ditengah tantangan ancaman krisis iklim yang dapat mengganggu distribusi pasokan pangan seluruh dunia. Secara rasional, pemerintah Indonesia secara intens telah membuat sistem penataan sektor kebijakan yang akurat untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga ketahanan pangan dalam negeri.

Atas dasar pertimbangan itulah, upaya praktis membuat kebijakan akurat disektor pertanian pemerintah memerlukan data yang akurat, faktual dan mutakhir. Perencanaan data – data analisis pertanian yang kredibel diharapkan memberi kontribusi besar bagi daya dukung pertumbuhan perekonimian nasional. Dengan sensus pertanian, pemerintah Indonesia berharap akan mendapatkan gambaran data terkait kondisi nyata dari kehidupan pertanian dalam negeri dan masalah petani nasional secara khusus.

Kebutuhan Kontekstual

Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) secara sederhana menyebut jika langkah pelaksanaan sensus pertanian 2023 dengan data pertanian yang akurat maka data analisis ini akan mengatasi berbagai persoalan di sektor makro dan mikro termasuk penataan distribusi pupuk subsidi. Apalagi pada pertanian merupakan sektor utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam rekapitulasi data Badan Pusat Statistik (BPS), hampir sepanjang tahun 2023 ranah pertanian berhasil menyumbang 11, 77 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada kuartal I 2023 dan menyerap 29,36 persen dari total penduduk bekerja pada Febuari 2023 (BPS, 2023). Melihat rasional ini jelas jika urgensi penataan perbaikan ekosistem pertanian menjadi mutlak untuk dilaksanakan.

Berdasarkan mekanismenya, sensus pertanian dilaksanakan setiap 10 tahun sekali sebagaimana bunyi amanat Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1997 tentang statistik serta rekomendasi Badan Pangan dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO). Sensus pertanian merupakan instrumen pengumpulan data yang menghasilkan pertanian sampai pada wilayah terkecil. Selama 2 bulan penuh, BPS pusat maupun daerah nantinya akan mendata segala macam hal kondisi di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan terkini.

Melalui sensus pertanian 2023, pemerintah akan memperbaharui segala regulasi sistem pengumpulan dan penyimpulan data terkait data petani. Baik para petani dalam skala yang paling kecil yang biasanya memiliki kepemilikan lahan seluas 0,5 hektare ataupun para petani besar yang memiliki kawasan lahan pertanian strategis di daerah.

Dalam praktiknya, Sensus pertanian 2023 juga akan mendata jumlah aset ternak dan pendapatan per bulan yang disesuaikan masing- masing daerah. Sensus pertanian juga menghasilkan data pelaku usaha pertanian baik perorangan berbadan hukum ataupun pelaku usaha pertanian yang diharapkan menjadi mitra bersama dalam mendukung program strategis pemerintah bidang pertanian (BPS, 2023)

Hilirisasi Perkembangan

Secara historis, studi tentang sensus pertanian sebenarnya telah dilakukan oleh BPS sebanyak enam kali yakni 1963, 1973, 1983, 1993, 2003 dan 2013. Bahkan jika ditinjau secara lebih jauh pada masa Hindia Belanda,sejak mulai didirikan pada bulan Februari 1920 oleh Direktur Pertanian, Kerajinan, dan Perdagangan (Directeur van Landbouw Nijveirhed en Handel) di Bogor yang bertugas mengolah dan mempublikasikan data statistik.

Kapasitas badan statistik yang mengolah data pertanian menjadi prioritas pemerintah Hindia Belanda pada saat itu. Pada 24 September 1924, pusat kegiatan statistik dipindahkan dari Bogor ke Jakarta dengan nama Central Kantoor Voor de Statistiek (CKS) atau Kantor Pusat Statistik. Kegiatannya pada waktu itu diutamakan untuk mendukung kebijakan Pemerintah Hindia Belanda dalam bidang strategis.

Berbagai produk perundang-undangan Kantor Pusat Statistik adalah Volkstelling Ordonnantie 1930 (Staatsblad 1930 Nomor 128) yang mengatur sensus penduduk dan Statistiek Ordonnantie 1934 (Staatsblad Nomor 508) tentang kegiatan perstatistikan. Termasuk dalam hal pertanian. Perbincangan tentang cara bagaimana basis agraria dan upaya taktis dalam hal mengelola pertanian sudah dimulai sejak akhir abad ke-18 dan berlanjut sampai abad ke-20 yang menjadi fase kepentingan kolonial.

Pada masa Hindia Belanda,tanaman padi merupakan hasil bumi yang dihasilkan oleh sebagian besar dari penduduk, namun tak semua penduduk saat itu menanam padi karena pada beberapa daerah ditemukan penduduk yang hidup dari aktivitas menanam umbi-umbian terutama singkong yang ditanam di hutan.

Pada awal sistem tanam paksa diterapkan, hasil produksi padi di Hindia Belanda sangat rendah. Seperti catatan Creutzberg (1987) minimnya produksi padi selama tanam paksa terjadi karena keterbatasan tenaga kerja mengelola produksi pertanian padi. Pasokan pangan Hindia -Belanda beragam juga menuntut percepatan modernisasi pertanian.

Pada posisi itu pula yang akhirnya membuat pemerintah Hindia Belanda, sehingga digulirkanlah dua program besar yakni pembangunan pertanian dan industrialisasi substitusi impor. Pemerintah Hindia Belanda pun mengambil langkah pembagian kerja dengan mengadakan bahan-bahan mentah secara cepat. Implikasinya, irigasi perkebunan yang berorientasi ekspor menjadi didahulukan daripada kebijakan revitalisasi sektor pertanian.

Akar masalah pertanian Indonesia sekarang ini adalah soal menyediakan pangan kuat bagi semua warga dan membuat produksi pangan dapat berjalan berimbang di seluruh Indonesia. Adanya sensus pertanian setidaknya menjadi alas dalam memenuhi ketersediaan pangan pokok setiap daerah di tengah ancaman krisis iklim secara global.

Sama halnya dengan manajemen distribusi baik, daerah surplus komoditas pangan dapat menyalurkan ke daerah sekitar yang membutuhkan. Dengan melihat dasar pemikiran ini maka upaya sensus pertanian 2023 tentu memberi arah yang baik bagi pelindungan ketahanan pangan dalam negeri.

Ada dua fokus yang harus diperhatikan pemerintah dalam menganalisis hasil sensus pertanian 2023. Pertama, pemerintah harus menemukan sejak dini daerah mana saja yang dianggap berisiko rawan krisis pangan. Selain itu, kepastian kelancaran pembangunan logistik antar wilayah serta distribusi pangan ke konsumen juga menjadi hal mutlak yang harus terselenggara secara baik.

Kedua, berangkat dari data sensus pertanian 2023, pemerintah diharapkan mampu menyusun proyeksi data kantong produksi pangan di setiap kabupaten/kota yang ada di seluruh Indonesia secara layak, baik dan berstandar. Seperti saat ini, urgensi tata kelola proyeksi manajemen cadangan pangan wajib untuk dapat dipersiapkan serius karena pada gilirannya pengaturan hulu hilir pendistribusian pangan bergantung pada hal semacam ini.

Di sinilah, semua perangkat kerja Pemerintah (baik pusat dan daerah) secara kolektif harus berperan aktif menjadi fasilitator ketahanan pangan secara optimal. Jika ini berhasil, maka kemajuan pertanian Indonesia akan mampu dicapai.

***

*) Oleh: Haris Zaky Mubarak, MA, Analis dan Ketua Riset Jaringan Studi Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES