Kopi TIMES

AJI: Pelopor Jurnalis Independen di Indonesia

Jumat, 16 Juni 2023 - 13:40 | 193.30k
Puguh Priyo Cahyono, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mataram.
Puguh Priyo Cahyono, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mataram.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi yang memiliki peran penting dalam menjaga kebebasan pers serta mendukung kebebasan berekspresi.

Namun apakah kebebasan pers di Indonesia sudah ideal?

Advertisement

Di dalam perjalanan sejarahnya banyak organisasi dan lembaga-lembaga yang berperan dalam memperjuangkan kebebasan pers di Indonesia. Salah satunya adalah AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Jogja yang didirikan pada tanggal 15 Juni 1998, di mana AJI menjai pelopor jurnalis independen di Indonesia. 

Awal pembentukannya AJI (Aliansi Jurnalis Independen) sebagai organisasi profesi jurnalis adalah untuk menandingi organisasi jurnalis yang berada di bawah kontrol rezim Soeharto pada waktu itu, salah satu organisasi tertua dan berada di bawah kontrol pemerintah adalah PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), selain itu wartawan selalu diawasi dalam membuat pemberitaan, hingga disfungsi tugas jurnalis dan hak-hak jurnalis yang dibatasi.

Karena hal ini terbentuklah AJI yang lahir dari semangat perlawanan para aktivis seperti wartawan, LSM, mahasiswa, hingga akademisi. Mereka memperjuangkan hak-hak para jurnalis dan menjalankan fungsi-fungsi jurnalis seperti semestinya tanpa adanya pengaruh dan tekanan dari pihak lain termasuk pemerintah. 

Terbentuknya AJI juga dapat menjadi wadah para jurnalis yang ingin menjalankan fungsi-fungsi jurnalis dan kontrol-kontrol sosial. Hal yang dibawa oleh AJI adalah independen dan kesejahteraan sosial dengan didasari oleh Tripanji AJI yaitu kebebsan pers, profesionalitas jurnalis, dan kesejahteraan jurnalis. 

Di dalam konteks kebebsan pers, AJI memainkan peran alam mempromosikan prinsip jurnalistik yang independen, etis, serta bertanggung jawab. Organisasi AJI ini terdiri dari para jurnalis dan praktisi media yang memiliki komitmen untuk melawan penindasan terhadap jurnalis, dengan memperjuangkan hak-hak jurnalis, serta memastikan terciptanya lingkungan kerja yang kondusif didalam jurnalistik. Salah satu contohnya pada kasus di Wadas, Jawa Tengah terdapat tekanan terhaap salah satu jurnalis hingga terjadi perebutan kamera secara paksa dan pemukulan oleh seseorang yang diduga adalah intel.

Namun dalam hal tersebut AJI langsung turun tangan dengan memberikan advokasi. Pada kasus lain apabila terdapat wartawan yang mendapatkan intimidasi makan AJI akan memberikan perlindungan sepertu pemindahan lokasi sementara, hingga fasilitas lain seperti pergantian nomor, keluar dari grup yang bertujuan untuk menghindari penyadapan oleh oknum tertentu dan pengamanan saat berpergian.

Tak hanya sampai di situ saja, AJI juga menjalankan perannya dengan melakukan berbagai macam cara. Salah satunya dengan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan jurnalistik bagi anggotanya hingga masyarakat umum, melalui event seminar, workshop, dan diskusi. AJI juga berusaha meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan jurnalistik untuk anggotanya serta memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya jurnalisme yang baikdan berkualitas. Dari situ juga dana pemasukan yang diperoleh oleh AJI, dengan melakukan funding dari berbagai macam event tersebut. Dana yang diperoleh digunakan sebagai biaya operasional dan kebutuhan lainnya. 

Sebagai pelopor jurnalis independen, AJI juga turut aktif dalam melakukan pengawasan praktik-praktik dapat merugikan kebebasan pers bahkan independensi para jurnalis. AJI berperan sebagai pengawas yang mengadvokasi kebebasan berekspresi an melindungi para jurnalis yang terancam oleh hal apapun. AJI secara konsisten memperjuangkan hak-hak jurnalis, seperti hak atas informasi, perlindungan kekerasan dan ancaman, serta hak menyuarakam suara dengan bebas.

Contoh kasusnya pada pemberitaan penutupan patung Bunda Maria yang dilakukan oleh salah satu wartawan yang memberitakan kasus sebelum pihak polisi melakukan konferensi pers, sehingga wartawan tersebut mendapatkan tekanan dari pihak kepolisian. Di dalam narasi pihak polisi meyatakan jika penutupan patung didasari karena belum adanya surat ijin oleh pemiliknya. Namun di lain sisi wartawan membuat pemberitaan tanpa menggunakan narasi polisi dengan menyatakan apabila penutupan patung dilakukan karena adanya permintaan oleh salah satu ormas, hingga sampai pada akhirnya ormas tersebut melakukan klarifikasi dengan memberikan label hoax pada pemberitaan tersebut.

Akan tetapi, AJI tidak hanya tinggal diam, mereka tetap memperjuangkannya dengan melakukan berbagai macam upaya, seperti membuat press release, mengumpulan bukti yang dapat menjadi fakta yang kongkret dalam memberikan informasi sesuai dengan yang ada pada lapangan. 

AJI juga terlibat dalam berbagai macam kampanye dan gerakan sosial yang tetap berkaitan pada kebebasan pers, demokrasi, dan hak asasi manusia. Karena mereka menyadari bahwa kebebasan pers merupakan pilar yang pentimg dalam menjaga demokrasi yang kuat dan melindungi hak-hak para rakyat. Sehingga dalam konteks ini AJI menjadi salah satu organisasi yang menyuarakan kepentingan publik dengan melawan segala bentuk pembungkaman kebebasan pers dengan menjunjung indepen atau tanpa adanya keberpihakan dengan pihak manapun. 

Keberadaan AJI juga dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan kualitas jurnalisme yang ada di Indonesia. Di mana organisasi ini mendorong etika jurnalistik yang tinggi dan integritas profesi jurnalis. Di dalam lingkungan yang mudah berubah dengan cepat , AJI berperan menjadi penjaga dan penegak etika jurnalistik. Dimana wartawan AJI cukup berbeda dnegan wartawan lainnya, mereka tidak diperbolehkan menerima amplop dari pihak manapun termasuk narasumber, karena hal ini menyangkut independensi jurnalis, sehingga apabila menerimanya dapat mengurangi independen pada AJI.

Ini juga mengacu pada persyaratan utama yang wartawan AJI yaitu Independen dan Komitmen. Meskipun terdapat track record buruk pada pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh wartawan, namun jika tetap berkomitmen pada AJI maka tetap diperbolehkan untuk bergabung dalam organisasi tersebut, sehingga komitmen merupakan salah satu hal yang penting dan dimiliki oleh para wartawan AJI. 

Kehadiran AJI ini juga menginspirasi berbagai komunitas jurnalis dan organisasi media lainnya di Indonesia, sehingga mulai bermunculan organsisasi jurnalis lokal sejenis yang juga mengedepankan independen para jurnalis. 

Jurnalis Indonesia, Independen!

***

*) Oleh : Puguh Priyo Cahyono, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mataram.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES