
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Permasalahan kesejahteraan sosial di Indonesia masih belum tertangani secara maksimal. Masih banyak pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS) membutuhkan intervensi masalah dari tenaga ahli. Menurut data Kementerian Sosial RI ada 26 kategori pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial perlu penanganan baik secara individu dan keluarga, komunitas maupun kebijakan. Dari jumlah kategori pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial memiliki kriteria masing-masing dalam proses penanganan masalah yang dihadapi. Pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial yang termasuk dalam 26 kategori diantaranya, anak balita terlantar, penyandang disabilitas, anak berhadapan dengan hukum, korban tindak kekerasan, tuna susila,fakir miskin,korban penyalahgunaan NAPZA dan sebagainya.
Banyaknya jumlah pemerlu pelayanan kesjehateraan sosial tentu tidak dipungkiri hanya melibatkan instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terkait. Tentu dalam memberikan intervensi dalam penyelesaian masalah sosial dibutuhkan sumber daya manusia yang berkompeten dalam melakukan pendekatan-pendekatan terhadap pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial, baik dalam masalah sosial ekonomi, korban tindak kekerasan, anak berhadapan dengan hukum, pemberian bantuan sosial dan sebagainya.
Advertisement
Dalam hal ini tenaga ahli yang dibutuhkan dalam melakukan penanganan masalah kesejahteraan sosial adalah perlu adanya pekerja sosial yang berkompeten dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial. Menurut undang-undang No 14 Tahun 2019 tentang pekerja sosial bab 1, pekerja sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi. Kemudian disebutkan juga dalam undang-undang tersebut praktik pekerjaan sosial meliputi melakukan pencegahan disfungsi sosial, rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial serta pengembangan sosial.
Dari definisi dan praktik yang dilakukan pekerja sosial telah jelas bahwa profesi pekerja sosial di lingkungan masyarakat baik melalui instansi pemerintah maupun pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat sangat diperlukan. Salah satu syarat utama menjadi pekerja sosial sesuai dengan definisi undang-undang No 14 Tahun 2019 adalah menempuh pendidikan di Universitas atau perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan strata 1/DIV kesejahteraan sosial maupun pekerjaan sosial.
Eksistensi profesi pekerja sosial sangat diperlukan dalam memberikan layanan kesejahteraan sosial. Setting pekerjaan sosial saat ini cukup luas dengan berbagai macam user sebagai sumber daya manusia, baik di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kesejahteraan sosial, lembaga pendidikan sekolah menengah atas,perusahaan industri, rumah sakit pemerintah dan daerah dan sebagainya.
Pasca disahkannya UU No 14 Tahun 2019 pekerja sosial sangat luas dalam melakukan praktik pekerjaan social. Dan tidak semua pelaksana kegiatan layanan sosial disebut sebagai pekerja social. Hal ini perlu sosialisasi lebih luas, agar eksistensi pekerja sosial dapat dipahami masyarakat umum dan lembaga pemerintah dan daerah terkait yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial sesuai praktik pekerjaan sosial yang sudah disebutkan dalam undang-undang tersebut.
Maka dari itu, dalam mengembangkan dan memperkuat eksistensi profesi pekerja sosial perlu keterlibatan banyak user yang sudah mengetahui adanya pekerja sosial serta para praktisi pekerja dalam mensosialisasikan profesi ini. Masih banyak lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang belum mengetahui dan memahami profesi pekerja sosial. Tentunya profesi pekerja sosial juga dilindungi oleh wadah organisasi profesi yakni Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia, dan hampir setiap provinsi di Indonesia memiliki dewan pengurus daerah organisasi profesi pekerja sosial(DPD Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia).
***
*) Oleh : Zena Fajrin Naufal, S.Sos; Praktisi Pekerja Sosial DIY dan ketua Koordinator bidang keanggotaan dan organisasi DPD IPSPI DIY.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rizal Dani |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.