
TIMESINDONESIA, MALANG – Inses adalah topik yang tabu di banyak masyarakat, dan ajaran Islam dengan tegas mengutuk perilaku tercela tersebut. Al-Qur'an secara eksplisit melarang hubungan seksual antara anggota keluarga dekat, menekankan pentingnya menjaga kesucian dalam ikatan kekeluargaan. Perintah ilahi terhadap inses ini bukan sekadar larangan; itu adalah refleksi mendalam dari konsekuensi psikologis, biologis, dan sosial yang luas yang dapat ditimbulkan oleh hubungan inses terhadap individu dan komunitas.
Dari segi psikologis, inses meninggalkan luka yang tak terhapuskan pada korban yang terlibat. Pengkhianatan kepercayaan dan pelanggaran batas oleh anggota keluarga menghancurkan rasa aman dan aman yang seharusnya melekat dalam ikatan kekeluargaan. Para korban sering menderita perasaan bersalah, malu, dan menyalahkan diri sendiri yang mendalam, yang menyebabkan tekanan emosional jangka panjang dan masalah kesehatan mental. Selain itu, dinamika kekuatan yang berperan dalam hubungan inses mempersulit korban untuk keluar dari siklus pelecehan, yang menyebabkan dampak mendalam pada harga diri dan kemampuan mereka untuk membentuk hubungan yang sehat di masa depan. (Johnson:1991)
Advertisement
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Secara biologis, inses menimbulkan risiko yang signifikan bagi keturunan yang lahir dari serikat tersebut. Perkawinan kerabat, umum dalam budaya tertentu, meningkatkan kemungkinan kelainan genetik dan cacat lahir. Praktik kawin campur dalam lingkungan keluarga dekat mengarah pada prevalensi penyakit keturunan yang lebih tinggi, yang berdampak buruk pada kesehatan dan kesejahteraan generasi mendatang. Islam, dalam kebijaksanaannya, mendorong keragaman dalam perkawinan, yang membantu mengurangi risiko genetik ini dan meningkatkan vitalitas kumpulan gen manusia.
Dampak sosial dari inses juga tidak dapat diabaikan. Dalam masyarakat di mana praktik semacam itu dimaafkan atau ditoleransi, kepercayaan dalam keluarga terkikis, dan konsep kohesi keluarga menjadi rapuh. Inses dapat menimbulkan budaya kerahasiaan dan penyangkalan, melanggengkan siklus pelecehan dan menghalangi jalan menuju keadilan bagi para korban. Selain itu, komunitas yang lebih luas dapat menganggap tindakan tersebut sebagai cerminan dari kerusakan moral dalam masyarakat tersebut, yang mengarah pada stigmatisasi dan marginalisasi keluarga yang terkena dampak. (Cole: 1992)
Ajaran Islam sangat menekankan pentingnya menjaga kesucian keluarga. Inses mengganggu jalinan halus keluarga, merobek ikatan yang penting untuk komunitas yang sehat dan berkembang. Prinsip-prinsip Al-Qur'an mendorong pembinaan kasih sayang, belas kasihan, dan saling menghormati dalam keluarga, mempromosikan lingkungan pengasuhan bagi semua anggotanya.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Mengatasi fenomena inses membutuhkan pendekatan multifaset dalam kerangka ajaran Islam. Pendidikan sangat penting dalam meningkatkan kesadaran tentang konsekuensi psikologis, biologis, dan sosial dari inses. Ulama dan pemimpin agama harus mengambil sikap tegas terhadap praktik semacam itu, mempromosikan budaya akuntabilitas dan tanggung jawab. Konseling dan sistem pendukung harus dibangun untuk membantu para korban sembuh dari trauma mereka dan membangun kembali kehidupan mereka dengan bermartabat dan kuat.
Masyarakat perlu menghadapi norma-norma budaya yang mungkin secara tidak sengaja mengaktifkan atau menormalkan hubungan inses. Dengan mendorong dialog terbuka dan menantang tradisi berbahaya, masyarakat dapat secara aktif melindungi individu yang rentan dari kengerian inses dan dampaknya yang merusak.
Kesimpulannya, inses merupakan pelanggaran yang mengganggu dan merusak kesucian ikatan keluarga, dan pandangan Islam dengan tegas mengutuk perilaku seperti itu. Kerugian psikologis para korban, risiko biologis terhadap keturunan, dan erosi tatanan sosial menyoroti konsekuensi yang luas dari hubungan inses. Islam, sebagai agama yang menjunjung tinggi martabat manusia dan kesejahteraan masyarakat, sangat mementingkan menjaga kesucian dan keharmonisan dalam keluarga. Dengan mematuhi prinsip-prinsip ini dan mengatasi masalah ini secara proaktif, kita dapat berupaya menjaga kesehatan psikologis, biologis, dan sosial individu dan masyarakat secara keseluruhan.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Adi Sudrajat, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.