Flexing Politik: Mengapa Partai Politik Harus Menjauhinya?
TIMESINDONESIA, MALANG – Saya percaya bahwa berpolitik di era yang cerdas merupakan tantangan yang serius bagi partai politik di Indonesia. Terlebih lagi, dengan tahun politik 2024 yang semakin dekat, partai-partai politik, terutama yang berada di pemerintahan (incumbent), dan oposisi saling berkompetisi untuk mendapatkan perhatian dan dukungan masyarakat. Namun, dalam perjalanan mereka menuju puncak kekuasaan, ada beberapa strategi yang perlu diperhatikan agar partai politik tidak terjebak dalam pusaran polarisasi yang menghancurkan dan terhindar dari praktik flexing yang tidak etis.
Personal branding menjadi salah satu strategi penting dalam politik modern. Membangun citra dan reputasi yang kuat bagi partai politik merupakan kunci untuk memenangkan hati masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa personal branding yang sukses bukanlah tentang memperlihatkan keunggulan atau prestasi semata, tetapi juga melibatkan komunikasi yang efektif dengan hati-hati kepada masyarakat.
Advertisement
Dalam konteks politik, komunikasi massa memiliki peran yang sangat penting. Partai politik harus memahami bahwa masyarakat dan netizen saat ini telah menjadi cerdas dalam berpolitik. Mereka tidak lagi mudah terpengaruh oleh janji manis atau retorika yang kosong. Oleh karena itu, dalam menjalankan komunikasi massa, partai politik harus memastikan bahwa pesan yang disampaikan adalah jujur, transparan, dan berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Masyarakat menghargai partai politik yang dapat menyampaikan pesan dengan kredibilitas dan integritas.
Selain itu, partai politik juga harus berhati-hati terhadap polarisasi yang telah menghantui dunia politik Indonesia sejak Pemilu 2014. Polarisasi telah memecah belah masyarakat dan menyebabkan konflik yang tidak perlu. Oleh karena itu, partai politik yang bijak harus berusaha untuk menghindari jebakan polarisasi ini. Mereka harus menciptakan dialog yang inklusif, mengedepankan kepentingan bersama, dan mencari titik temu yang membangun. Partai politik yang mampu menyatukan masyarakat akan memiliki daya tarik yang kuat dan mendapatkan dukungan yang lebih luas.
Selain polarisasi, partai politik juga harus mewaspadai praktik flexing yang dapat merusak citra dan reputasi mereka. Flexing, yang pada dasarnya adalah memamerkan kekayaan atau prestasi untuk mendapatkan pengakuan atau pujian, tidak tepat dalam konteks politik yang seharusnya berorientasi pada pelayanan publik. Partai politik harus menghindari jebakan flexing dan lebih fokus pada upaya membangun citra yang berkualitas dan berintegritas. Personal branding dalam politik harus mengedepankan nilai-nilai, kompetensi, dan dedikasi dalam melayani masyarakat.
Saya berharap bahwa partai politik di Indonesia saat ini memahami pentingnya menjaga integritas dan etika dalam berpolitik. Masyarakat dan netizen telah mencapai tingkat kecerdasan politik yang tinggi, dan mereka tidak akan terpancing oleh retorika kosong atau praktik yang tidak etis. Partai politik harus berfokus pada pelayanan publik yang baik, mengedepankan dialog yang inklusif, dan membangun personal branding yang menghargai nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Dalam era yang cerdas ini, partai politik harus mampu beradaptasi dengan cepat dan berkompetisi secara sehat. Masyarakat membutuhkan partai politik yang dapat diandalkan, transparan, dan memiliki visi jelas untuk memajukan bangsa. Dengan menghindari polarisasi dan flexing yang merusak, partai politik dapat membangun hubungan yang kuat dengan masyarakat, memenangkan kepercayaan mereka, dan meraih dukungan yang lebih luas. Inilah waktu yang tepat bagi partai politik untuk membuktikan bahwa mereka mampu membawa perubahan positif yang berkelanjutan bagi negeri ini.
Saya yakin bahwa partai politik yang mampu menghindari polarisasi dan flexing dalam personal branding akan memberikan dampak yang positif bagi demokrasi Indonesia. Dalam menjalankan kegiatan politik, partai politik harus memiliki kesadaran yang tinggi akan tanggung jawab mereka sebagai pelayan masyarakat. Masyarakat saat ini semakin cerdas dan kritis dalam memilih pemimpin dan partai politik yang akan mewakili mereka.
Dalam menghadapi tahun politik 2024, partai politik harus berfokus pada substansi dan kebijakan yang ditawarkan kepada masyarakat. Personal branding yang kuat sebaiknya dibangun berdasarkan integritas, kompetensi, dan dedikasi dalam melayani rakyat. Partai politik harus menunjukkan bahwa mereka memiliki visi dan misi yang jelas untuk memajukan negara, serta kemampuan untuk menghadapi tantangan yang ada.
Selain itu, partai politik harus memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat dengan baik. Mereka harus melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan memperhatikan berbagai isu yang menjadi perhatian publik. Dengan berkomunikasi secara terbuka dan transparan, partai politik dapat membangun hubungan yang kuat dengan masyarakat dan meningkatkan kepercayaan publik.
Selain berfokus pada personal branding, partai politik juga harus menjalankan komunikasi massa yang hati-hati. Dalam era digital yang semakin maju, pesan politik dapat dengan mudah disebarkan dan dipengaruhi oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, partai politik harus berhati-hati dalam menyampaikan pesan-pesan politik mereka, memastikan bahwa informasi yang disampaikan akurat, dapat dipertanggungjawabkan, dan tidak memicu konflik atau perpecahan sosial.
Dalam menghadapi tahun politik yang penuh tantangan ini, partai politik juga harus berupaya untuk membangun kolaborasi dan kerjasama antarpartai yang konstruktif. Aliansi yang kuat dan sinergi antarpartai akan memperkuat posisi mereka dalam persaingan politik. Lebih penting lagi, kolaborasi tersebut dapat membawa perubahan positif yang lebih besar bagi bangsa dan negara.
Sebagai masyarakat, kita juga memiliki peran penting dalam memilih pemimpin dan partai politik yang tepat. Saat ini, kita harus menjadi masyarakat yang cerdas dalam berpolitik, tidak mudah terpancing oleh retorika kosong atau kampanye negatif. Kita perlu mengedepankan substansi dan integritas dalam memilih pemimpin yang akan mewakili kita.
Kesimpulannya, partai politik di era politik 2024 harus berupaya untuk menghindari polarisasi yang merusak dan flexing yang tidak etis dalam personal branding. Masyarakat yang cerdas mengharapkan partai politik yang fokus pada pelayanan publik, komunikasi yang hati-hati, dan integritas yang tinggi. Dengan mengutamakan substansi dan membangun hubungan yang kuat dengan masyarakat, partai politik dapat membawa perubahan positif yang berkelanjutan bagi Indonesia.
***
*) Oleh: Syahiduz Zaman, Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Rizal Dani |