Ketentuan Baru, Pemerintah Mengenakan Pajak atas Barang atau Fasilitas Perusahaan untuk Karyawan
TIMESINDONESIA, BENGKULU – Penerimaan Pajak sampai 30 Juni 2023 mencapai Rp970,20T dari target APBN sebesar Rp1.718T, setoran Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) menyumbang Rp 107,67T atau 11,1% dari seluruh penerimaan pajak.
PPh 21 merupakan pajak atas pemotongan gaji dan imbalan sejenis, tapi tahukah anda masih terdapat ketidakadilan dalam pemotongan pajak atas gaji karyawan?
Gaji karyawan (berupa uang) dipotong PPh 21 sesuai tarif UU PPh.
Advertisement
Karyawan level bawah tentu tidak banyak mendapat fasilitas dari perusahaan, tinggal di rumah pribadi, berangkat ke kantor naik angkutan umum atau naik motor dengan biaya bensin sendiri.
Karyawan level atas seperti manajer dan direktur selain mendapat gaji berupa uang seringkali mendapat fasilitas rumah, mobil dengan BBM dan sopir yang dibayar perusahaan, fasilitas yang bisa sangat mahal tersebut ditanggung perusahaan dan tidak dipotong PPh21, adilkah?
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 mengatur ulang pengenaan pajak atas fasilitas perusahaan. Mulai 1 Juli 2023 atas imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura atau kenikmatan dijadikan objek pajak penghasilan, sehingga pengenaan PPh 21 tidak memandang bentuk penghasilan baik dalam bentuk uang atau selain uang.
Natura merupakan imbalan dalam bentuk barang yang dialihkan kepemilikannya dari pemberi ke penerima contohnya pemberian mobil eks perusahaan ke karyawan, Kenikmatan merupakan imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan fasilitas pemberi yang dimanfaatkan oleh penerima contohnya fasilitas mobil yang dipakai untuk karyawan.
Namun pengenaan pajak natura atau kenikmatan tersebut akan menjadi bumerang kepada pegawai level bawah jika dikenakan tanpa batasan, hingga muncul rumor fasilitas laptop akan dikenakan pajak.
Dengan memperhatikan nilai kepantasan pemerintah mengecualikan dari objek pajak atas beberapa jenis natura atau kenikmatan:
1. Makanan dan minuman yang disediakan bagi seluruh pegawai
2. Sarana, prasarana, dan fasilitas bagi pegawai beserta keluarga yang bekerja di daerah tertentu termasuk daerah terpencil
3. Natura atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan (K3)
4. Natura atau kenikmatan yang bersumber dari APBN/D/Desa
5. Natura atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.
Beberapa jenis Natura atau kenikmatan tidak dikenai pajak, tanpa batasan nominal. Bingkisan 5 hari raya keagamaan (Hari Raya Idul Fitri, Natal, Nyepi, Waisak, dan Tahun Baru Imlek), peralatan dan fasilitas kerja seperti laptop, komputer, ponsel, pulsa, dan internet, fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan dalam penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan, dan pengobatan lanjutannya, fasilitas tempat tinggal komunal (asrama dan sebagainya), fasilitas iuran kepada dana pensiun yang ditanggung pemberi kerja, fasilitas peribadatan.
Natura atau kenikmatan tidak dikenakan pajak, namun dibatasi nominalnya. Kupon makan pegawai dinas luar maksimal 2jt perbulan atau senilai dengan yang disediakan di kantor, bingkisan selain hari raya keagamaan maksimal Rp3 juta per tahun.
Fasilitas olah raga selain golf, pacuan kuda, power boating, terbang layang, dan otomotif maksimal Rp1,5 juta per tahun, tempat tinggal non komunal (sewa apartemen/rumah) maksimal Rp2 juta per bulan, fasilitas kendaraan jika pegawai/penerima bukan pemegang saham dan penghasilan bruto dari pemberi kerja tidak lebih dari Rp100 juta per bulan.
Ketentuan baru ini masih menimbulkan kebingungan karena di lapangan banyak variasi jenis natura atau kenikmatan, atas natura atau kenikmatan yang tidak disebut dalam PMK 66 apakah dikenakan pajak atau dikecualikan, selain makanan dan minuman, Car Ownership Program, pemberian seragam harian kantor, dan outing.
Beban pajak tentu harus berdasarkan prinsip keadilan. Pengenaan pajak atas imbalan berupa natura atau kenikmatan sangat tepat karena pada dasarnya natura atau kenikmatan merupakan penghasilan yang dikonsumsi dalam bentuk selain uang.
Namun pemerintah perlu segera memberikan penegasan terkait berbagai variasi Natura atau kenikmatan agar tidak timbul beda tafsir dalam penentuan objek PPh antara pengusaha dan petugas pajak di lapangan.
***
*) Oleh: Samsul Arifin, Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jawa Timur I.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |