
TIMESINDONESIA, MALANG – Membaca data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik belum lama ini menjadi sebuah fakta yang cukup menarik, pasalnya data itu menunjukan bahwa 1 dari 4 penduduk Indonesia hari ini adalah pemuda, jumlahnya 65,82 juta jiwa dengan rentang usia 16-30 tahun. Dari data yang sama juga disebutkan bahwa ada 24,03 persen pemuda yang tinggal di pedesaan dan 23,99 persen nya tinggal di perkotaan, dan 24,32 persen nya adalah laki-laki sedangkan 23,68 persen merupakan perempuan.
Potret ini merupakan sebuah gambaran bahwa hari ini bangsa kita sedang mengalami kecukupan “resources” pembangunan yang bernama “pemuda”. Kenapa pemuda menjadi salah satu narasi bagi resources kemajuan bangsa ?, kita tahu bersama bahwa sepanjang sejarah kehidupan manusia adalah para pemuda yang menjadi motor penggerak perubahannya, mereka adalah satu segmen generasi yang memiliki kemampuan untuk melakukan transformasi sosial kemasyarakatan.
Advertisement
Mewujudkan Indonesia emas yang berkemajuan dan berdaya saing adalah perkara mewujudkan generasi gemilang saat sekarang dan dimasa mendatang. Generasi gemilang adalah mereka para pemuda yang memiliki kecakapan dan reputasi mumpuni dalam dirinya sehingga dia tampil menjadi satu segmen generasi yang menunjukan kualitas dan integritas dalam membangun diri, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Tentu hal ini bukan perkara yang gampang, karena faktanya potret bangsa kita saat ini menurut Global Innovation Index kita diperingkat 87 dari 127 negara, bahkan kita jauh dibawah negara-negara tetangga. Menurut data BPS tahun 2020 jumlah pernikahan dini di Indonesia masih cukup tinggi, ada 3,22 persen yang menikah dibawah 15 tahun dan 27,55 persen yang menikah direntang usia 16-18 tahun. Rasio jumlah pengusaha terhadap populasi di Indonesiapun jumlahnya hanya 3,1 persen jauh dibawah Vietnam, Thailand, Malaysia dan Singapura. Bahkan menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang Profesor dari Harvard University, pendidikan di Indonesia tertinggal 128 tahun jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.
Data yang lebih menyedihkan lagi, sebagaimana yang di rilis oleh Kementrian Kesehatan RI, bahwa 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting. Stunting adalah masalah gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek, umumnya penderita rentan terhadap penyakit, kecerdasannya dibawah normal dan produktivitasnya sangat rendah.
Menurut standar WHO sutau wilayah dianggap kronis stunting jika prevalensinya diatas 20 persen, dan Indonesia meski sudah mengalami penurunan angka prevalensinya dari 24,4 persen ditahun 2021 menjadi 21,6 persen ditahun 2022, namun faktanya memang masih banyak angka temuannya. Hal ini senada dengan hasil analisis Kompas yang tidak jauh berbeda juga dari analisis FAO (Food and Agriculture Organization) tahun 2021 yang menunjukkan bahwa ada 69,1 persen penduduk Indonesia yang tidak mampu membeli pangan bergizi.
Optimisme untuk melahirkan generasi gemilang sebenarnya bukanlah “isapan jempol” semata, karena jika kita menelisik penggalan sejarah kehidupan manusia, ternyata pernah ada masa dimana kegemilangan generasi itu terjadi. Masa dinasti Daulah Abasiyah adalah satu satunya, kita tahu bersama bahwa selama 508 tahun masa kejayaannya banyak terlahir ulama-ulama besar yang hari ini kita jadikan sebagai rujukan bersama, dan banyak juga para ilmuwan yang karyanya juga digunakan oleh dunia pendidikan dan penelitian saat ini.
Pada masa itu digambarkan dalam banyak buku sejarah, bahwa kepemimpinan lahir dan memimpin dengan penuh kacakapan dan dedikasi. Regulasi dan hukum yang dibuatpun jelas dan adil sehingga membingkai kehidupan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat yang ada. Masyarakat sangat maju dan berpendidikan tinggi sehingga tatanan bermasyarakatpun semakin lugas dan tertata. Perhatian pemerintah terhadap agama dan ilmu pengetahuan sangat tinggi, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan serta agama sangat progresif terjadi.
Membangun narasi generasi gemilang adalah perkara kita semua sebagai elemen anak bangsa memahami dengan seksama, bahwa ini adalah kewajiban kita. Masing-masing diantara kita memiliki peran, fungsi dan tanggungjawab yang sama untuk melahirkan dan “menggodok” generasi gemilang ini. Karena jika banyak terlahir generasi gemilang, maka masyarakatpun akan gemilang, bangsa dan negarapun juga akan sampai pada titik kegemilangannya.
Melahirkan generasi gemilang sebagaimana yang pernah terjadi pada abad pertengahan Islam adalah tentang “design” tata kehidupan dan masyarakat yang membuat semua orang memiliki kecakapan sebagai insan gemilang. Setidaknya ada delapan kerangka dalam melahirkan generasi gemilang yang sekaligus menjadi “blue print” bagi ikhtiar untuk melahirkan generasi bermartabat dan berdedikasi baru dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Pertama, menjadikan keluarga sebagai dapur produksi bagi lahirnya generasi gemilang. Kedua, generasi gemilang adalah mereka yang memiliki keberlimpahan finansial. Ketiga, generasi gemilang adalah mereka yang memiliki taraf pendidikan tertinggi. Keempat, generasi gemilang adalah mereka yang memiliki kecakapan dalam membangun sosial network. Kelima, generasi yang gemilang adalah generasi yang fisiknya sehat, tidak stunting dan tidak kerdil.
Keenam, generasi gemilang adalah mereka yang memiliki spiritualitas terbaik, sehingga mereka meski hidup dengan kecanggihan tekhnologi namun mereka memiliki “moral clarity”. Ketujuh, generasi gemilang adalah mereka yang memiliki jiwa kepemimpinan terbaik, yang atas itu hidupnya akan senantiasa berorientasi untuk menghasilkan “legacy” bagi sekitarnya. Kedelapan, generasi gemilang adalah mereka yang menjadi “entrepreneurship” sebagai profesi terbaiknya, orientasinya adalah menciptakan lapangan pekerjaan dan bukan mengemis pekerjaan.
Mewujudkan generasi gemilang adalah sebuah keniscayaan. Portofolio generasi terdahulu yang pernah ada, menjadi bukti bahwa menjadikan bangsa dan negara berdaulat adil dan makmur dengan melahirkan generasi gemilang adalah sebuah fakta nyata yang bisa diwujudkan.
***
*) Oleh : drh. H. Puguh Wiji Pamungkas, MM; -Founder RSU Wajak Husada;- Presiden Nusantara Gilang Gemilang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.