Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Hedonisme dan Konsumerisme yang Semakin Membudaya di Indonesia

Selasa, 29 Agustus 2023 - 19:32 | 64.08k
Atika Zuhrotus Sufiyana, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA)
Atika Zuhrotus Sufiyana, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Di kepulauan Indonesia yang subur, sebuah negara yang terkenal dengan tradisinya yang dinamis, bentang alam yang menakjubkan, dan beragam budaya, sebuah transformasi sedang terjadi. Sebuah transformasi yang didorong oleh kekuatan hedonisme dan konsumerisme yang mengancam untuk mengaburkan esensi identitas dan nilai-nilai bangsa Indonesia.

Lonjakan impor perangkat elektronik, gadget, dan ponsel dari tahun ke tahun memberikan gambaran yang membingungkan tentang masyarakat yang berada di persimpangan antara melestarikan warisan budaya dan menyerah pada daya tarik materialisme.

Advertisement

Indonesia, negara dengan lebih dari 17.000 pulau dan lebih dari 700 bahasa berbeda, telah lama dikenal karena tradisinya yang mengakar dan cara hidup komunalnya. Namun, dengan munculnya globalisasi, lanskap budaya telah berubah. Maraknya hedonisme, yang diartikan sebagai pencarian kesenangan sebagai pencapaiantertinggi, telah menyebabkan banyak masyarakat Indonesia memprioritaskan kepuasan pribadi dibandingkan kesejahteraan kolektif. Pergeseran ini tercermin dalam berkembangnya budaya konsumeris, di mana perolehan harta benda sering kali disamakan dengan status, kebahagiaan bahkan kesuksesan seseorang.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Salah satu wujud nyata dari tren ini adalah meningkatnya permintaan perangkat elektronik impor. Tingkat permintaan ponsel pintar di Indonesia telah meroket, dengan jumlah perangkat yang diimpor dalam jumlah besar setiap tahunnya. Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2022, Indonesia tercatat melakukan impor pakaian dan aksesorisnya naik dari bulan Februari sebesar 11,49% yakni dari 1.546 ton menjadi 1.723 ton.

Selain itu, impor HP juga naik dari sepanjang tahun 2022 hingga Maret 2023 sebesar 7,72%. Peningkatan jumlah impor barang-barang ini tidak hanya menunjukkan meningkatnya pola pikir konsumeris namun juga menyoroti dampak besar perusahaan global terhadap budaya dan perekonomian lokal.

Meskipun para pendukung tren ini berpendapat bahwa penerapan teknologi modern meningkatkan konektivitas dan produktivitas, analisis yang lebih mendalam mengungkap terkikisnya nilai-nilai tradisional. Merajalelanya smart phone dan gawai, selain memfasilitasi komunikasi, juga mengakibatkan peralihan dari interaksi tatap muka dan berkurangnya penekanan pada ikatan komunal. Generasi muda, khususnya, nampaknya terjerat oleh dunia maya, seringkali mengabaikan kekayaan warisan budayanya sendiri.

Selain itu, dampak buruk konsumerisme terhadap lingkungan tidak dapat diabaikan. Obsesi terhadap harta benda memicu produksi dan pembuangan limbah elektronik, sehingga berkontribusi terhadap degradasi ekologi dan polusi.

Di negara yang sudah bergulat dengan tantangan lingkungan hidup seperti penggundulan hutan dan sampah plastik, lonjakan impor perangkat elektronik memperburuk permasalahan ini dan menurunkan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap alam.

Selain itu, membudayanya konsumerisme telah menyebabkan homogenisasi budaya. Ketika merek-merek global membanjiri pasar, membuat produk-produk buatan lokal buatan Indonesia sendiri menjadi terpinggirkan.

Budaya konsumerisme menumbuhkan pola pikir di mana nilai suatu produk ditentukan oleh mereknya, bukan signifikansi budayanya. Hal ini tidak hanya menghambat kreativitas namun juga mengikis rasa bangga untuk menggunakan produk-produk buatan dalam negeri.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Tentu kita tahu bahwa tidak semua kemajuan teknologi merugikan. Persoalannya terletak pada gaya konsumtif dan hedonistik yang tidak terkendali tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Daripada langsung menolak modernitas, masyarakat Indonesia harus mengupayakan pendekatan seimbang yang mengintegrasikan kemajuan teknologi dan pelestarian budaya.

Kesimpulannya, Indonesia berada pada titik penting di mana kekayaan warisan budayanya bertentangan dengan paham hedonisme dan konsumerisme. Masuknya perangkat elektronik impor menjadi simbol yang mengharukan dari perjuangan ini.

Sebagai masyarakat, Indonesia harus menghidupkan kembali apresiasinya terhadap warisan budaya, memupuk lingkungan di mana modernitas dan tradisi dapat hidup berdampingan secara harmonis. Dengan menyadari bahaya hedonisme dan konsumerisme yang tidak terkendali, masyarakat kita dapat menjaga identitas dan keberagaman bangsa  untuk kebaikan saat ini dan masa mendatang. Terima kasih.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Atika Zuhrotus Sufiyana, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES