Kopi TIMES

Saatnya Kepemimpinan Inklusif dan Transformasional

Jumat, 06 Oktober 2023 - 11:34 | 98.01k
Ari Kuswandi Arbi (Wasekum Infokom HMI Cabang Mataram)
Ari Kuswandi Arbi (Wasekum Infokom HMI Cabang Mataram)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MATARAM – Saya memulai tulisan ini dari sebuah pepatah Belanda kuno terkenal berbunyi Leiden is lidjen, yang artinya “Memimpin adalah menderita.” Pepatah ini dikutip oleh Mohammad Roem dalam karangannya berjudul “Haji Agus Salim, Memimpin adalah Menderita,” (Prisma No 8, Agustus 1997). 

Kutipan ini menyiratkan makna bahwa menjadi seorang pemimpin bukanlah perkara mudah. Namun, ia adalah perkara sulit yang menuntut keberanian, tanggung jawab dan pengorbanan. Lalu ada kisah khalifah Islam, Umar Bin Abdul Aziz yang terkenal sebagai raja yang adil nan bijaksana menangis tersedu-sedu setelah mengetahui dirinya diberikan amanah sebagai khalifah (raja) oleh Sulaiman Bin Abdul Malik. 

Advertisement

Ia bahkan menggigil karena membayangkan bahwa jabatan seorang khalifah sejati tidak terlepas dari kesukaran dan pengorbanan. Kisah Umar Bin Abdul Aziz ini menggambarkan sekaligus memberitahukan begitu beratnya tanggung jawab seorang pemimpin. Sehingga orang sekelas umar menggigil ketika diamanahkan sebagai khalifah (raja). 

Sungguh berat amanah seorang pemimpin. Lalu bagaimana dengan pemimpin saat ini? Pemimpin saat ini jauh berbeda. Orang-orang justru berlomba-lomba menawarkan diri untuk memikul tanggung jawab berat tersebut. 

Adapun fenomena di Indonesia, para artis tanah air berbondong-bondong maju mencalonkan diri menjadi pemimpin. Baik sebagai calon dewan perwakilan rakyat (legislatif), hingga kepala daerah (eksekutif). Entah apa motivasi para aktris-aktris ini sehingga membanting stir dan berani menerima tanggung jawab besar tersebut. 

Tentu hal tersebut tidak salah dan melanggar aturan, karena semua warga negara berhak untuk mencalonkan diri. Namun hal tersebut juga bisa berbahaya, karena menyangkut hajat hidup orang banyak dibawahnya. Ketika seorang pemimpin salah dalam melangkah dan mengambil keputusan. Maka yang paling terkena imbas adalah rakyat-rakyat dibawahnya.

Kita bisa melihat negara-negara seperti Sri Langka, Zimbabwe, Yunani, hingga  Venezuela kacau dan bangkrut akibat pemimpin mereka salah dalam mengurus negaranya (Detik, 23 Juni 2022). Pengalaman ini bisa saja terjadi di Indonesia, jika pemimpin negeri ini tidak memiliki kemampuan, kapabilitas dan pengalaman. 

Terlebih wilayah Indonesia yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke menjadi tantangan bagi seorang pemimpin dalam mengelola negara ini. Selain itu keragaman budaya, suku, ras dan agama juga menjadi tantangan dalam menjaga persatuannya.

Melihat banyaknya para kandidat yang mencalonkan diri, dan banyak diantaranya yang tidak diketahui kapabilitas dan pengalaman memimpin. Maka penting sekali bagi rakyat untuk mengidentifikasi calon-calon pemimpin yang akan dipilihnya. 

Ketika merujuk salah satu pemimpin besar dan berpengaruh di dunia yaitu Nabi Muhammad SAW, terdapat empat sifat yang melekat pada dirinya yang bisa digunakan untuk mengukur pemimpin saat ini.

Pertama, Shiddiq, yang artinya jujur. Kejujuran adalah sikap utama yang selalu dipegang Rasulullah dalam memimpin. Ia juga dikenal sebagai sosok yang sangat jujur dan jauh dari dusta. Kejujuran inilah yang semestinya tertanam dalam diri setiap pemimpin. Pemimpin harus berani mengatakan dan berpihak kepada kebenaran, walaupun pahit. 

Kedua, Amanah, artinya mampu menjalankan sekaligus menjaga kepercayaan yang diberikan. Sikap amanah ini sudah mengakar kuat pada diri Rasulullah semenjak beliau berusia belia. Sifat amanah ini juga yang seharunya dimiliki oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang amanah akan menyadari bahwa ia mengemban amanah untuk melayani kepentingan rakyat. Bukan menjadi pelayan kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, kepentingan partai, kepentingan pemilik modal atau bahkan kepentingan asing.

Ketiga, Tabligh, artinya menyampaikan kebenaran dan berani mengungkap kebatilan. Kepemimpinan Rasulullah juga ditopang oleh sikap transparansi, keterbukaan, dan selalu menyuarakan kebenaran apapun resikonya. Sifat inilah yang juga harus ditanamkan oleh pemimpin saat ini. Berani mengungkap kebatilan-kebatilan yang ada. 

Keempat, Fathanah, artinya cerdas. Kecerdasan, kemampuan menguasai persoalan dan mengatasi masalah mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Rasulullah dalam memberikan arahan, menentukan kebijakan, dan mengambil keputusan selalu mendasarkan pandangan beliau pada ilmu. 

Seorang pemimpin harus cerdas dan berilmu. Dari pemimpin yang cerdas dan berilmu akan lahir kebijkan-kebijakan yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan rakyat. Berdasarkan situasi dan kondisi yang telah diuraikan sebelumnya, dan dalam rangka melakukan perbaikan negeri, dibutuhkan sosok pemimpin yang inklusif dan transformasional dalam mengelola negara yang besar dan beragam ini. Baik di tingkat pusat hingga daerah. 

Pemimpin Inklusif

Kepemimpinan inklusif adalah pemimpin yang memposisikan dirinya ke dalam posisi yang sama dengan orang lain atau kelompok lain sehingga membuat orang tersebut berusaha untuk memahami perspektif orang lain atau kelompok lain dalam menyelesaikan sebuah permasalahan (Arasli, 2020). 

Keragaman budaya, ras, suku hingga agama di negeri kita membuat sosok pemimpin inklusif sangat diperlukan sebagai penengah di tengah perbedaan. Pemimpin inklusif merupakan sosok yang mudah menerima perbedaan. 

Hal ini sejalan yang ditulis oleh  (Octavia dan Ratnaningsih, 2017) bahwa kepemimpinan inklusif memiliki sifat penerimaan yang unik, rasa memiliki, dan inklusivitas. Pemimpin inklusif juga menghargai cara berpikir orang yang berbeda dengan dirinya, tidak cepat menuduh dan menyalahkan (Alshoukri, 2020).

Peran ini harus dimainkan oleh pemimpin kita. Dalam suasana perbedaan, perlakuan pemimpin terhadap semua orang haruslah adil dan tidak membeda-bedakan. Tidak boleh ada yang lebih tinggi dan lebih rendah dalam memberikan pelayanan ataupun sanksi kepada rakyatnya.

Pemimpin harus adil dalam memberikan setiap keputusan dan kebijakannya, sehingga rakyat tidak ada yang terzolimi. Selain itu, sebagai seorang pemimpin juga harus mau mendengar anggotanya, terlebih rakyatnya. Ia harus mau menerima pendapat, masukan, hingga kritik. Karena sejatinya kerja pemimpin adalah untuk melayani tuannya, yaitu rakyat.

Ketika para pemimpin menjalankan kepemimpinan yang inklusif dengan maksimal, maka suasana kepemimpinannya akan berlangsung cair, terbuka dan penuh kekeluargaan. Dari situasi ini pemimpin bisa menjalankan tugas dengan maksimal dan rakyat juga bisa merasakan keadilan dari pemimpinnya.

Pemimpin Transformasional

Jika sebelumnya kepemimpinan inklusif bisa menciptakan suasana yang cair dan terbuka antara pemimpin dengan orang-orang sekitarnya, maka kepemimpinan transformasional akan mengarahkan pemimpin agar mampu menjalankan fungsi kepemimpinannya secara efektif dan maksimal. 

Sudarwan Danim dalam (Salahuddin, 2015) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional berasal dari kata “to transform” yang artinya mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk yang berbeda. Seperti mentransformasikan visi menjadi sebuah realita, potensi yang menjadi aktual, laten yang menjadi manifest dan lain-lain. 

Pemimpin-pemimpin kita saat ini tentunya harus mempunyai kemampuan tersebut. Ia yang terpilih harus bisa mentransformasikan visinya menjadi sebuah tindakan nyata, dan dapat dirasakan manfaatnya. Selain mentransformasikan visi menjadi realita, pemimpin kita saat ini juga harus bisa mentransformasikan sumber daya yang ada secara optimal dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Bernard Bass dalam (Jurnal Ilmiah Indonesia, No 1, Vol.7 tahun 2021) kaitannya dengan kepemimpinan transformasional mengatakan bahwa seorang pemimpin transformasional harus mampu mentransformasikan secara optimal tentang sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target yang telah ditentukan. 

Pendekatan Kepemimpinan Transformasional harus mulai dilakukan oleh pemimpin-pemimpin kita. Baik di tingkat pusat hingga daerah. Upaya memaksimalkan sumber daya manusia, sumber daya alam, hingga potensi sumber daya baru juga harus digalakkan. Tindakan ini dalam rangka mewujudkan kepentingan masyarakat. 

Untuk mencapai efektifitas kepemimpinan, beberapa komponen harus ada pada diri seorang pemimpin transformasional seperti diterangkan dalam (Bakhtiar, 2019), diantaranya:  

Pertama, Pengaruh Ideal (Idealized influenc). Pemimpin yang tekun, ulet, dan cerdas. Mampu menunjukan visi dan misi serta mencontohkan moral yang baik. Dari sana, akan muncul simpati dan empati anggota terhadap pemimpin. Selain itu, ia juga sosok yang dapat mencontohkan dan dapat ditiru. 

Kedua, Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation). Seiring perkembangan zaman, pemimpin akan dihadapkan dengan masalah-masalah yang baru. Dalam hal ini pemimpin dituntut inovasi-inovasinya, pada poin ini pemimpin harus menggunakan pengetahuan untuk memunculkan inovasi. 

Ketiga Pertimbangan Individual, (Individual Consederation). Pemimpin transformasional mempertimbangkan apa saja yang dibutuhkan anggotanya. Disini pemimpin berlaku sebagai mentor atau pelatih, penerapan seperti ini akan mengetahui kekurangan dan kelebihan anggotanya.  

Keempat, Motivasi Inspirasi (Inspiration motivation). Pemipin yang mempunyai standar di atas rata-rata dan dapat mengarahkan dan memastikan anggota agar dapat mencapai rata-rata tersebut. Sebelum sampai pada tingkat itu,  pemimpin memotivasi agar dapat konsisten dalam proses pencapaiannya. 

Penerapan Kepemimpinan Transformasional secara maksimal oleh pemimpin-pemimpin kita di negeri ini membantu proses pengelolaan sistem dan sumber daya yang ada menjadi lebih mudah. Selain itu, rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya bisa lebih maksimal dirasakan manfaatnya. Saatnya Kan kini? Pemimpin inklusif dan transformasional suatu keniscayaan.

***

*) Oleh: Ari Kuswandi Arbi (Wasekum Infokom HMI Cabang Mataram)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES