Kopi TIMES

Moralitas Terkikis di Zaman Serba Dinamis

Kamis, 26 Oktober 2023 - 07:27 | 110.25k
Muhammad Sofyan Sauri, Pegiat Literasi, Asal Kota Santri Situbondo.
Muhammad Sofyan Sauri, Pegiat Literasi, Asal Kota Santri Situbondo.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SITUBONDO – Apa yang penulis tulis kali ini bukan sebuah narasi fiktif yang tak terbukti. Tema yang diangkat merupakan puncak kecemasan penulis yang terjadi di segala sisi bumi pertiwi. Orang terdahulu pasti haus akan moral yang sukar tampak dalam diri anak muda masa kini. 

Cara berkomunikasi anak muda saat ini jauh dari kata sopan, bullying, kekerasan, pelecehan, tipu daya, provokasi dan segala bentuk kriminalitas lainnya marak sekali terjadi. Lagi dan lagi media sosial sebagai dalang. Menggerus peradaban dengan sangat jalang. 

Advertisement

Tak ayal jika saat ini banyak sekali kasus seorang siswa memukul guru, anak memukul orang tua. Jelas hal ini sebab-musabab minimnya penerapan pendidikan karakter di lingkungan sekolah, dan minimnya pendidikan karakter dalam keluarga. 

Moral juga mengikis sebagian orang tua terhadap sistem dan metode pembelajaran yang ada di sekolah. Salah satu contoh saat ini marak pula orang tua mempidana seorang guru karena memukul anaknya, ini terdengar sangat lucu dan tragedi yang menggelitik perut penulis. 

Secara psikologi, jika seorang anak mendapat pembelaan dari orang tua, justru akan mengalami terhambatnya cita-cita tercapainya pendidikan karakter. Sebab lingkungan yang diciptakan orang tua kepada anak membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar. 

Seorang guru tidak akan memukul jika murid tidak keluar batas wajar. Bukankah tujuan menyekolahkan anak secara klasik karena tidak mempunyai orang tua soal waktu dan IQ? Berbeda sekali dengan orang tua zaman dulu yang pasrah dhahir batin terhadap guru. Guru zaman sekarang di jeruji undang-undang yang dipelopori orang tua yang kurang sadar.

Dalam hal ini pendidikan dalam berbagai jenjang harus berkontribusi lebih terhadap perkembangan zaman. Baik dari kurikulum maupun sumber daya manusianya (SDM) yang berperan di dalamnya. Terlebih lagi peran orang tua ketika di rumah memberikan jeda pembatasan dan pengawasan terhadap penggunaan smartphone kepada anak dalam rangka pembentukan karakter.

Demi mengawal tontonan, postingan dan lingkungan sosial medianya yang cepat sekali diserap oleh otak anak dan kemudian biasanya diterapkan kedalam dunianya. Media sosial seperti sebuah pisau. Di tangan orang yang tepat akan digunakan untuk mengupas buah-buahan, di tangan yang salah akan mencederai lingkungan sekitar. Penyebaran berita hoax, caci-maki, tipu daya dan semacamnya.

Ada solusi yang paling mujarab menurut penulis. Yaitu memasukkannya ke dalam pondok-pondok pesantren yang amat kental dengan pendidikan akhlak. Senada dengan masalah karakter seorang anak. KHR. As’ad Syamsul Arifin, pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo pernah berdawuh kepada santrinya “jhek perak ajher elmu se bede tolesanna, ajheri kia elmu se tadek tolesanna, jeria elmu tengka”.

Artinya, jangan hanya belajar ilmu yang yang tertulis. Tetapi juga pelajari ilmu yang tidak tertulis, yaitu ilmu akhlak. Dawuh beliau sangat fleksibel, sesuai dalam segala macam kondisi lingkungan. Karena sudah pasti ada suatu daerah yang berbeda takaran dalam penerapan akhlaknya. 

Jika dikaji lebih dalam lagi, kita sebagai seorang anak maupun orang tua tidak akan menjadi manusia berfikir praktis. Jika ada hal yang tampak berbeda didalam lingkungan baru. 

Dengan berada di pondok pesantren. Juga setidaknya kita sebagai orang tua sudah meminimalisir penggunaan smartphone kepada anak dalam mencegah ketimpangan moral. Dimana-mana yang di ganti oleh buku-buku untuk menjadi jalan di masa-masa perkembangan anak. 

Menurut Najwa shihab “buku akan mengasah pikiran menjadi tajam dan dewasa, tidak melihat dunia sebagai hitam putih, agar tidak gampang terprovokasi, memahami arti penting toleransi.” Jadi, untuk para orang tua tinggal pilih, mana yang di anggap tepat untuk membentuk karakter sang buah hati.

***

*) Oleh : Muhammad Sofyan Sauri (Pegiat Literasi, Asal Kota Santri Situbondo)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES