
TIMESINDONESIA, PAMULANG – Tidak mudah menjadi masyarakat dewasa. Teknologi telah mempengaruhi manusia lupa dengan etika, sopan santun dan unggah-ungguh. Tatakrama dilanggar demi mencurahkan ego dan luapan emosi diri yang tidak bertanggung jawab. Saat ini sedang di putar film karya anak bangsa yang bercerita tentang budi pekerti terkait perlakuan seorang guru terhadap masyarakat di sebuah pasar yang di viralkan oleh orang yang tidak mengerti duduk persoalan yang sebenarnya.
Itulah gambaran masyarakat kita yang mudah terbawa cerita dan berita dengan narasi provokatif dan memperkeruh suasana. Sebaiknya kita memberikan contoh kepada masyarakat agar menerima informasi secara hati–hati dan selektif terhadap berita yang belum jelas sumber dan pokok permasalahan yang sesungguhnya. Bisa jadi orang yang menyebar luaskan informasi subjektif serta tidak mengetahui pokok permasalahan yang sebenarnya.
Advertisement
Menjelang pemilihan umum, banyak beredar informasi dengan narasi berita yang kurang baik untuk dibaca. Terkadang teman dekat yang kita anggap santun dan lemah lembut ternyata punya hobby menyebarluaskan informasi yang tidak jelas dan bisa membuat persahabatan menjadi tidak nyaman. Kita sebagai masyarakat bawah memiliki tugas yang sama untuk menjaga stabilitas keamanan lingkungan dan komunitas dimana kita berada.
Kita harus sadar bahwa kondisi keamanan dan ekonomi global semakin tidak jelas arahnya. Jika masyarakat dan pemimpin tidak bisa bersatu, bisa terganggu stabilitas ekonomi dan keamanan didalam negeri. Sehingga tugas negara menjadi semakin berat untuk menggerakkan perekonomian. Sementara pengangguran meningkat karena sempitnya lapangan kerja dan rendahnya pertumbuhan industry manufacture didalam negeri.
Benar yang disampaikan presiden Jokowi ketika memberikan arahan pada malam ulang tahun partai Golkar ke 59, hendaknya para elite partai setelah berkompetisi bersatu kembali dalam membangun negara dan memberikan contoh yang baik kepada masyarakat pentingnya dewasa dalam berpolitik. Dari manapun asal partai politik, jika sudah terpilih dan menjadi pemimpin negara maka dia milik rakyat dari semu golongan.
Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki keberanian dalam mengambil keputusan termasuk dalam membuat kebijakan untuk menggerakkan perekonomian didalam negeri dengan hilirisasi industry semua lini produk termasuk hasil pertanian dan sumber daya alam lainnya. Sektor pangan harus menjadi prioritas siapapun presiden terpilih selanjutnya.
Jumlah penduduk yang terus meningkat akan berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan pangan. Jika negara gagal dan tidak fokus dalam membangun ketahanan pangan, jangan kaget bangsa kita akan menjadi importir pangan seperti kita import BBM.
Permasalahan pangan akan menjadi issue dan perhatian pemimpin dunia pada masa mendatang. Dengan kondisi iklim dan cuaca yang tidak menentu serta meningkatnya panas bumi setiap tahun dan keamanan global yang tidak stabil bisa mengganggu distribusi pangan dunia.
Indonesia sebagai negara besar, subur dan memilki sumber pangan melimpah harus bisa dikelola dengan maksimal agar bangsa ini tidak tergantung dari negara lain. Hilirisasi hasil pertanian sudah saatnya dimulai agar negara mampu memenuhi kebutuhan pangan dari dalam negeri.
Untuk menjadi besar dibutuhkan jiwa besar dan mampu berpikir sebagai orang besar serta melihat kepentingan yang jauh lebih besar. Kita harus menyadari setiap manusia ada masanya dan setiap masa ada orangnya.
Ketika rakyat mulai memberikan kesempatan kepada anak muda untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan melalui kepemimpinan tingkat kabupaten atau kota, propinsi ataupun level nasional hendaknya para senior mulai ikhlas dengan perubahan yang berjalan. Sesungguhnya banyak generasi muda yang memiliki kemampuan tapi belum mendapat kesempatan karena sistem politik di negara kita yang masih didominasi oleh generasi tua.
Melanjutkan program yang baik untuk kepentingan rakyat tentu menjadi kewajiban bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memilih dan memilah dengan hati yang bersih. Masyarakat juga harus pintar memilih pemimpin yang sudah selesai dengan urusan pribadinya, bukan memilih calon pemimpin yang haus kekayaan dan kekuasaan.
Bila mengacu teori Abraham Maslow, masih banyak rakyat Indonesia yang membutuhkan makan, minum serta pakaian di bandingkan mereka yang membutuhkan tempat untuk menunjukan aktualisasi diri. Lakukan pendekatan kepada masyarakat dengan program dan kegiatan yang bermanfaat untuk mereka dalam jangka panjang. Jangan datang ketika mereka dibutuhkan.
***
*) Oleh : Sugiyarto, S.E., M.M.; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |