Availability Payment Method Sebagai Alternatif Pembiayaan Proyek

TIMESINDONESIA, JAKARTA – BONUS demografi Indonesia yang akan mencapai puncak di tahun 2030-an harus dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian menuju Indonesia Emas 2045. Guna mendukung cita-cita tersebut, pemerintah harus menyediakan berbagai infrastruktur yang memadai. Pembangunan proyek infrastruktur yang dilakukan pemerintah memerlukan anggaran yang sangat besar, padahal kemampuan anggaran pemerintah terbatas tiap tahunnya. Hal ini membuat perlunya keterlibatan pihak lain, yaitu badan usaha atau swasta untuk ikut membiayai pembangunan infrastruktur. Kita mengenal istilah Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau yang juga dikenal dengan Public Private Partnership (PPP).
KPBU adalah sebuah skema penyediaan dan pembiayaan infrastruktur yang berdasarkan pada kerja sama antara pemerintah dan badan usaha atau swasta. Pada kesempatan kali ini, kita ingin membahas salah satu skema KPBU yaitu Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 260/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pembayaran Ketersediaan Layanan Pada Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur.
Advertisement
Yang dimaksud Availability Payment adalah pembayaran secara berkala oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam perjanjian KPBU. Tidak seperti skema KPBU pada umumnya, pengembalian investasi pada metode availability payment tidak bersumber dari pembayaran oleh pengguna atas tarif layanan yang telah dibangun.
Availability payment merupakan solusi yang menyeimbangkan affordability pemerintah dan feasibility proyek. Banyak proyek infrastruktur yang harus segera disediakan seperti pembangunan jalan non tol, pemeliharaan jalan nasional, pembangunan jembatan, dan pembangunan jalan kereta api. Namun, pemerintah memiliki keterbatasan anggaran untuk membangun.
Di sinilah peran badan usaha untuk melakukan pembiayaan pendahuluan atas proyek tersebut. Selain itu, availability payment juga digunakan sebagai alat alokasi pengalihan risiko permintaan bagi investor. Misal ada proyek penggantian jembatan dimana tidak ada tarif yang dikenakan pada penggunanya. Badan usaha yang sudah memberikan modalnya untuk membangun jembatan tersebut harus tetap memperoleh kompensasi.
Di sanalah peran pemerintah untuk melakukan pembayaran kepada badan usaha. Meskipun kendaraan yang melewati jembatan tidak harus membayar sehingga tidak ada penerimaan, badan usaha tetap mendapat sejumlah pembayaran dalam jumlah tertentu dari pemerintah. Hanya saja perlu diingat bahwa pembayaran penuh akan didapat apabila seluruh indikator layanan yang diperjanjikan bisa dipenuhi badan usaha selama masa proyek, seperti namanya availability payment yang artinya pembayaran atas tersedianya suatu layanan.
Keuntungan dari metode availability payment salah satunya adalah memungkinkan Pemerintah/PJPK memperoleh layanan infrastruktur tanpa harus menyediakan dana yang besar pada awal proyek untuk konstruksi.
Sebagai contoh, untuk proyek KPBU Jalintim Riau, Kementerian PUPR tidak mengeluarkan anggaran sekaligus senilai Rp1,6 triliun, tetapi secara bertahap selama 15 tahun. Selama tiga tahun masa konstruksi PUPR hanya mengeluarkan anggaran sebesar Rp407 miliar. Setelah tiga tahun masa konstruksi, pemeliharaan tetap menjadi tanggung jawab kontraktor selama 12 tahun dengan biaya konsesi yang dibayarkan Pemerintah sebesar Rp147 miliar per tahun. Availability Payment Method meringankan PUPR sebagai pengguna anggaran karena pembayaran tidak dilakukan sekaligus untuk satu proyek. Dengan demikian, anggaran bisa digunakan untuk membangun proyek-proyek lainnya.
Dengan metode ini proyek-proyek infrastruktur yang kurang layak secara finansial dapat ditawarkan sebagai proyek KPBU melalui metode availability payment. Daya tarik atas proyek KPBU bagi para investor akan meningkat dengan adanya kepastian kelayakan finansial dan kepastian pengembalian investasi. Di samping itu investor tidak menanggung risiko atas kerugian apabila terjadi penurunan permintaan (demand risk) atas layanan yang disediakan.
Proyek infrastruktur yang telah menggunakan metode availability payment saat ini adalah Proyek Perkeretaapian Makasar-Parepare, Proyek Preservasi Jalan Nasional Lintas Timur Sumatera di Provinsi Sumatera Selatan, Proyek Preservasi Jalan Nasional Lintas Timur Sumatera di Provinsi Riau, dan Proyek Jembatan Callender Hamilton (CH) Jalur Utama Trans Jawa.
Pada akhirnya pemerintah perlu mendorong pertumbuhan produk-produk dalam negeri. Pembangunan di sektor pertanian dan industri harus tetap mendapat perhatian dan bantuan dari pemerintah. Sehingga infrastruktur yang telah tersedia mampu meningkatkan daya saing produk domestik atas barang impor, terutama dalam segi harga. Kita tidak mengharapkan produk impor akan lebih cepat membanjiri pasar yang lebih luas di Indonesia dan mengalahkan produk domestik karena adanya infrastruktur transportasi yang kita bangun. Produk domestiklah yang seharusnya mendapatkan keuntungan dari pembangunan tersebut.
***
*) Oleh: Muhammad Yusuf, SE, Seksi Pencairan Dana KPPN Jakarta V.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Bambang H Irwanto |
Publisher | : Rochmat Shobirin |