
TIMESINDONESIA, MALANG – Makam islam tertua selain Fatimah binti Maimun adalah makan Syaikh Syamsuddin al-Wasil atau Sulaiman Wasil Syamsuddin, yang terletak di kompleks makam Setana Gedong, Kediri. Kompleks makam ini terletak di dalam Kota Kediri, tepatnya di pusat kota yang bisa dicapai dari jalan Dhoho balik ke kanan, masuk kampung Setana Gedong. Sekitar 100 meter dari ujung kampung terletak Masjid Setana Gedong.kompleks makam Syeik Syamsuddin al-wasil terletak di barat laud masjid.
Menurut survei epigrasi islam yang dilakukan Luis-Charles Damais dalam laporan berjudul Lepigraphie Musulamane Danes Le Sud-est Asiatique inspirasi kuno di makan Setana Gedong di Kediri menyebutkanm makan seorang ‘’al-Imam al-Kamil’’, yang epitafnya diakhiri dengan keterangan ‘’al-syafi’I madzhanam al-arabi nisban wa huwa tadj al-qudha(t)’’. Namun, tidak terdapat tanggal tepat tentang inskripsi tersebut.
Advertisement
Inskripsi dimakan Setan Gedong di Kediri itu terdiri dari tiga bidang empat persegi satu dari atas yang lain, dengan tiap bidang berisi dia baris tulisan mendatar; berarti keseluruhanya ada enam baris. Namun, permukaan lempengan itu rusak pada bidang kedua, di akhir berbasi pertama dan sisir kiri baris kedua, sedangkan di bidang ketiga hanya tampak beberapa huruf di awal baris pertama serta sekelompok huruf terpisah di paruh kiri baris kedua.
Menurut Claude Guillot dan Ludvik Kalus dalam Lenigmatiqu Inscription Musulmane du Maqam de Kediri, perusakan itu seperti disengaja terbukti dari pukul-pukulan yang dilakukan oleh orang beragama islam yang paham bahasa Arab, karena para perusak tidak merusak nama Nabi dalam al-hijrah al-nabawiyah setelah tangganya. Kelihatanya, bagian yang rusak itu pernah sengaja dimartil, artinya tulisan itu sengaja dihapus.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Masih menurut Claud Guillot dan Ludvik Kalus, dalam inskripsi Setana Gedong tersebut ditemukan sejumlah kata yang unik dalam epigrafi Arab, seperti kata sifat al-wasil yang digunakan untuk mensifat kan sebuah kata benda seperti bentuk partisipal al-mustakmil. Kata al-wasil dan al-mustakmil tidak di temukan dalam thesaurus d’epigraphie islamique.
Namun, kata al-wasil ini dihubungkan oleh masyrakat sebagai istilah yang berhubungan dengan tokoh suci yang dikebumikan di makam Setan Gedong. Sebaliknya, menurut Claude Guillot dan Ludivik Kalus, yang terpenting dalam inskripsi itu adalah penggunaan kata benda dalam bentuk kasusu langsung tiga kali untuk menyatakan satu keadaan yang berhubungan dengan almarhum: (1) asy-Syaf’I madzhaban, (2) al-Abarkhui, dan (3) al-Bahryani.
Claude Guillot dan Ludvik Kalus menafsirkan ketiga kata dalam inskripsi tersebut berhubungan dengan tokoh yang dimakamkan di Setana Gedong. Pertama, kata asy-Syafi’I madhhaban merujuk pada penegasan bahwa tokoh yang terkubur di Setana Gedong itu bermazha Syafi’iy, suatu hal yang tidak mengherankan di dunia Melayu, tempat Mazhab Syafi’iy menjadi mazhab fikih paling dominan.
Kedua, kata al-Abarkhui bisa jadi hubungan dengan kota Abarquh atau Abarkuh, kota kecil iran antara Shiraz dan Yazd. Ketiga, kata al-Bahrayni mungkin berkaitan dengan kepulauan Bahrani atau juga dapat dihubungkan dengan suku Arab ‘’al-bahraniyun’’ yang pada masa lampung berkelanah di wilayah Irak. Dengan berbagai kesulitan mengukap siapa jati diri almarhum yang dikebumikan di Setana Gedong karena rusaknya inskripsi, Claude Guill dan Ludvik Kalus menyimpulkan bahwa tokoh yang dijuluki masyrakat dengan Syamsuddin al-Wasil itu adalah seorang’ alim, mubaligh kediri.
Mereka juga berargumen bahwa kata maqam yang terdapat pada inskripsi Setana Gedong bukunlah menunjuk kuburan melainkan lebih berhubugan dengan ‘’monumen peringatan’’ yang dibuat lebih belakang.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Prof. Dr.Habibi Mustopa, guru besar Universitas Negri Malang yang melakukan penelitian dengan basis data historis dan arkeologis menyimpulkan bahwa tokoh Syaikh Syamsuddin al- Wasil yang dikebumikan di makan Setan Gedong adalah ulama besar yang hidup pada abad ke-21, yaitu pada masa kerajaan kediri. Jika nama al-wasil tercantum dalam inskripsi Setana Gedong, nama Syamsudin di catat dalam histografi jawa yang tersimpan di Museum Nasional Jakarta.
Di dalam histografi jawa tersebut toko Syek Syamsudin al-Wasil di sebutkan sebagai ulama besar asal Negri Ngerum/Rum (Persia), yang datang ke Kediri untuk berdakwah atas perintah Raja Kediri Sri Maharaja Mapanji Jayabhya membahas Kitab Muayarar yang berisi ilmu pengetahuan khusus seperti perbintangan (ilmu falak) dan nujum (ramalan-meramal).
Naskah seret jangka jayabhya yang muncul pada abad ke-12 yang diyakini masyrakat jawa sebagai karya Sri Majapahit Jayabhaya dalam meramal masa depan Nusantara, dihubungkan dengan keberadaan tokoh Syaikh Syamsuddin al-Wasil yang berasal dari Rum (persia).
Catatan histografi jawa yang menyebut bahwa tokoh Syaikh Syamsuddin al-Wasil berasal daru Rum(persia), sedikitnya dibenarkan dengan inskripsi yang menunjuk pada al-Abarkhui yang berhubungan dengan kota kecil Abarkuh di iran (persia).
Menurut Habib Mustopo, tokoh Syaik Syamsuddin inilah yang kiranya terlah berupaya menyebarkan dan mengembagkan agama islam didaerah pedalaman kediri pada abad ked-21. Itu sebabnya, sangat wajar setelah meninggal, Syaikh Syamsuddin sangat dihormati masyrakat islam di pedalaman. Menurut cerita tutur yang berkembang di masyrakat, makam Syaikh Syamsuddi semula berada di tempat terbuka.
Untuk menghormati jasa jasanya, dibangunlah makam oleh seorang bupati kediri bernama Suryo Adilogo yang beragama islam. Oleh kerena Bupati Suryo Adilogo-menutur sumber histografi adalah Mertua Sunan Derajat Putera Sunan Ampel- hidup di abad ke-16, maka masuk akal jika bangunan makam Syaikh Syamsuddin secara arkeologi beradal dari abad ke-16, meski makan itu sendiri sudah ada di kompleks perkebunan Setana Gedong sejak abad ke-12 Masehi.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |