Fikih Sosial dan Kemaslahatan Keluarga

TIMESINDONESIA, MALANG – Pembahasan mengenai keluarga tidak akan pernah lepas dari ikatan perkawinan. Dalam islam, institusi perkawinan merupakan satu-satunya jalan yang legal dalam membentuk sebuah keluarga. Oleh kerena itu, fikih sosial memandang bahwa keluarga tidak hanya sebatas institusi peribadatan yang terdiri sepasang suami-istri sebagai hamba Allah semata, melainkan keluarga juga merupakan institusi ibadah sosial.
Fikih sosial sangat erat kaitannya dengan kemaslahatan sosial, yang didalamnya ada masyarakat itu sendiri. Dalam ruang lingkup ini, kedudukan keluarga sebagai entitas terkecil dari masyarakat menjadi krusial, kerena pada tiap-tiap keluarga inilah cikal bakal tumbuh kembang suatu masyarakat.
Advertisement
Maka sangat tidak berlebihan jika disebut bahwa unsur sentral dalam membangun masyarakat dengan berkepribadian kuat salah satunya dengan membentuk keluarga yang baik, yaitu keluarga yang dibangun dan dilandasi dengan pondasi serta tuntunan moral yang kuat, sehingga semakin baik sebuah keluarga maka semakin baik pula masyarakat.
Menurut Muhammd Nasikh Ridwan keluarga maslahah adalah keluarga yang kebutuhan pokoknya bisa terpenuhi yakni kebutuhan lahir dan batin dari keluarga itu sendiri. Lebih jauh lagi, keluarga maslahah adalah keluarga yang harmonis dan bahagia serta dapat memberi kemaslahatan baik bagi anggota keluarga maupun bagi masyarakat luas.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Kata maslahah itu sendiri berasal dari kata saluha yang berarti baik. Di samping itu keluarga harus bermanfaat dan penting. Arti dari kata penting adalah baik untuk pribadi, keluarga dan masyarakat dan juga terpeliharanya agama, jiwa, harta, keturunan, akal, atau kehormatan.
Selanjutnya, beberapa hal yang sudah disebutkan di atas menjadi syariat yang penting guna terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT. Namun upaya tersebut, dalam mewujudkan tujuan tersebut, dalam fikih sosial tidak cukup berbekal ketakwaan yang bersifat ukhrawi semata, akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut setiap keluarga harus sadar dan responsif terhadap perkembangan zaman kerena dalam pandangan fikih sosial terdapat hubungan saling mempengaruhi antara kepentingan duniawi dan ukhrawi. Artinya, kekuatan duniawi dan ukhrawi harus berimbang guna tercapainya keluarga yang baik.
Menurut kiai sahal dalam bukunya “Fikih Sosial dan Kesetaraan Hak dalam berkeluarga” (2021), terdapat beberapa aspek yang menjadi acuan sebuah keluarga untuk mencapai tujuan perkawinan berumah tangga, pertama, aspek pendidikan.
Menurutnya, pendidikan merupakan hal paling penting dalam mewujudukan keluarga yang baik. Apabila pasangan suami istri memiliki bekal keilmuan yang cukup, maka kesadaran akan hak dan tanggung jawab akan terbentuk dan terlaksana dengan baik atas dasar keilmuan masing-masing. Kedua, aspek kesehatan.
Kiranya dapat dipahami dan menjadi acuang penting, mengapa aspek kesehatan menjadi aspek penting keberlangsungan terbentuknya keluarga maslahah, sebab keberadaannya telah secara jelas berpengaruh terhadap keberlangan hidup seseorang.
Apabila seseorang tidak sehat, maka jelas akan terjadi beberapa ketimpangan baik yang bersifat duniawi seperti ketidakmampuan menunaikan hak dan kewajiban dalam bekerja dan memberi nafkah, dan juga yang bersifat ukhrawi yakni ketidakmampuan menunaikan ibadah kepada Allah swt seperti halnya shalat dan puasa. Selanjutnya yang ketiga, adalah aspek ekonomi yang juga tidak kalah penting dari dua aspek sebelumnya. Bahkan bisa jadi aspek ini yang paling banyak bersinggungan dengan problem masalah rumah tangga pada umumnya di tengah gempuran arus modernisme yang cenderung materialis-kapitalistik ini.
Oleh kerena itu, beberapa aspek di atas apabila terpenuhi dalam satu keluarga, maka menurut kiai sahal keluarga tersebut adalah yang sukses dan membawa kemaslahatan, sebab terpenuhi hak-hak dan kewajibannya.
Selain beberapa aspek tersebut yang sudah disebutkan sebelumnya, terwujudnya cita-cita kemaslahatan dapat tercapai juga bilamana kedua pasangan telah siap secara dhohir dan batin dalam mengarungi dinamika kehidupan berumah tangga. Kesiapan tersebut dapat terealisasi apabila kedua belah pihak, baik suami atau istri telah matang baik secara fisik dan juga secara mental. Kematangan aspek fisik dan aspek mental ini adalah modal sangat penting dalam berkeluarga, untuk saling mengerti, memahami, dan membahagiakan satu sama lain. (*)
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |