Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Perlunya Pemerintah Apresiasi Critical Thinking yang Berkembang Dalam Masyarakat

Kamis, 15 Februari 2024 - 09:28 | 20.45k
Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Pada saat ini, kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang harus dikembangkan oleh setiap masyarakat, tidak terkecuali dalam lingkup sekolah. Dalam bidang pendidikan, critical thinking sangat penting untuk memiliki kurikulum tersendiri.

Namun dalam pengaplikasiannya istilah ini masih memang dianggap hal asing bagi masyarakat terutama bagi para peserta didik dan pendidik. Padahal dampak dari adanya pola berpikir kritis ini memang sangat besar bagi kualitas berbangsa dan bernegara.

Advertisement

Selanjutnya, fakta dilapangan masih banyak sekolah yang belum mengajarkan kemampuan berpikir kritis dalam kegiatan belajar mengajar. Pihak pemangku kepentingan dalam pendidikan ini belum sepenuhnya sadar bahwa kemampuan berpikir kritis yang tinggi, mampu membawa seseorang menghadapi masalah dengan solusi yang cemerlang. Bahkan dalam lingkup lebih luas misalnya pada kehidupan bernegara masyarakat dengan kemampuan berpikir kritis mampu menjadi pembanding dalam proses pengambilan kebijakan.

Selain itu, pendapat Johnson (2010) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir dengan baik merupakan kemampuan berpikir kritis, dan bagian dari berpikir dengan baik adalah dengan mendalami cara berpikir dengan baik. Kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan sejak peserta didik masih berada dipendidikan sekolah dasar dan pendidikan lain setingkatnya, hasilnya tentu akan memberikan pola berpikir sangat matang ketika telah dewasa.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Diungkapkan oleh Darmina Pratiwi (2016) menyatakan bahwa “Berpikir kritis adalah kemampuan untuk bernalar dalam suatu cara yang terorganisasi. Berpikir kritis memungkinkan untuk memanfaatkan potensi dalam melihat masalah, memecahkan masalah, menciptakan dan menyadari diri.”

Dalam proses praktiknya ada beberapa faktor yang menentukan seseorang berhasil atau tidak dalam belajar yaitu factor internal dan factor eksternal. Salah satu factor internal yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran tentu adalah intelegensi, menurut seorang psikolog, Donald Stener, intelegensi adalah kemampuan seseorang menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki untuk membantu memecahkan suatu masalah.

Salah satu bentuk intelegensi adalah kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis berkaitan dengan pemikiran bahwa berpikir merupakan peluang pada manusia yang perlu dikembangkan agar kemampuan yang dimiliki bergera ksecara optimal. Berdasarkan hal ini peserta didik akan memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan mencoba memecahkan masalahnya. Setiap orang memiliki tingkat berpikir sangat beragam.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Critical thinking atau berpikir kritis bukan hanya menjelaskan pemikiran manusia, dalam berpikir kritis juga terdapat proses belajar, kekuatan dalam berpikir, dan juga sikap tidak mudah percaya, hal inilah yang menjadi alasan penting mengapa kehidupan beragara sangat perlu memiliki sumbangsing cara pandang dari orang dengan kemampuan critical thinking berkualitas. Menurut Angelo (1995) berpikir kritis adalah mewujudkan pemikiran yang logis, pemikiran kritis yang tinggi, dengan cara menganalisis, mengenal, menggabungkan, mendalami permasalahan serta cara memecahkannya, serta membuat simpulan serta evaluasi terkait suatu masalah.

Berbicara konteks Indonesia saat ini kualitas demokrasi merupakan satu-satunya asas yang sangat dijunjung tinggi. Dengan demokrasi maka diharapkan semua element masyarakat bisa secara bebas mengutarakan pendapat untuk kemajuan bangsa dalam berbagai prespektif terbarukan. Namun pada kenyataannya tidak sedikit proses berdemokrasi ini bertolak belakang dengan respon pemerintah yang masih kurang kompatibel.

Artinya semua pendapat dalam bentuk kritik dari semua masyarakat cenderung mentah dan tidak pernah digubris sebagai suatu masukan pada pengembangan bernegera khususnya saat hendak mengambil kebijakan.

Jika suatu kebijakan akan diambil tanpa memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang melakukan kritik maka tentu proses pengambilan kebijakan akan sangat timpang. Oleh sebab itulah sudah saat Indonesia melalui semua aspek pemangku kebijakan mulai menitik beratkan dan tidak menganggap sebelah mata pihak-pihak yang memiliki kemampuan critical thinking.

Apalagi sistem bernegara demokrasi yang baik tentu wajib memiliki chek and balancing yang konsisten dan tentunya stabil. Jika tidak ada sistem tersebut maka konteks bernegara demokrasi hanya akan menjadi asas mati. Dan salah satu bentuk chek and balancing tersebut tentu hadir dari masyarakat yang mamiliki kemampuan berpikir kritis.

Alih-alih menganggap bahwa masyarakat kritis adalah produk demokrasi, saat ini pemerintah Indonesia cenderung acuh ketika banyak kritik datang. Dengan demikian maka jika hendak menghasilkan kualitas negara demokrasi yang baik maka perlu adanya apresiasi setinggi mungkin bagi pihak yang berani berpikir kritis dan merawatnya melalui pendidikan. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES