Kopi TIMES

Memaknai Politik yang Seharusnya

Senin, 19 Februari 2024 - 09:20 | 56.27k
Haikal Fadhil Anam, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam.
Haikal Fadhil Anam, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Jalanan yang riuh nampak kotor dan penuh dengan kebengisan sebagai kumpulan ide tak ayal disebut dan diberi nama politik, tak lain dan bukan, ditujukan hanya untuk memenuhi nafsu kekuasaan. Ia dijelmakan sebagai laku yang penuh dengan intrik jahat dan licik. Sangat disayangkan, anggapan seperti itu picik dan tak utuh yang telah lama disematkan pada kata politik. 

Politik identik dengan kuasa. Kuasa seringkali disederhanakan menjadi tahta yang mana menjadi bagian dari tiga yang tak terpisahkan dari sebuah daya tarik dan godaan duniawi yang memikat: Harta, Tahta, dan Manusia (Pria-Wanita). Meskipun begitu, tahta yang tinggi tidak kemudian menjadi yang paling berkuasa tetapi tahta yang tinggi setidaknya menjadi simbol yang paling berkuasa.

Advertisement

Nomenklatur politik sesungguhnya bermakna negara dari asal kata polis atau berkaitan dengan warga negara dari asal kata politikos. Sederhananya adalah berkenaan dengan negara dan warga negara. Sejak zaman Yunani Kuno kata ini sudah muncul dan bahkan menjadi judul buku misalnya Politica Aristoteles. Demikian juga pembahasan tentang konsepnya, Plato menulis karya politik monumental The Republic berbicara tentang negara ideal dan kebijaksanaan pemerintah. 

Dalam pandangan Aristoteles, tujuan utama suatu negara (polis) adalah menciptakan kondisi di mana warga negara dapat mencapai kebahagiaan (eudaimonia). Secara filosofis, negara juga telah diuraikan secara imajinatif oleh Plato yang meng-andaikan akan keadilan yang dilandaskan pada keharmonisan individu. Semuanya berkenaan dengan politik yang sesungguhnya tujuannya adalah mulia.

Namun, jika kita menelisik sejarah, banyak tragedi besar yang amat mencekam dan penuh kesadisan dari sebuah pertunjukan politik. Salah satunya adalah kolonialisme (penjajahan). Atas dasar kepentingan dan hasrat untuk menguasai, pengerukan sumber daya, pendudukan wilayah, perbudakan kerja paksa, dan hal keji lainnya, dilanggengkan. Wilayah-wilayah yang lemah secara militer menjadi sasaran empuk. Contoh konkrit lainnya adalah pembantaian manusia di Jerman atau tragedi Holocaust (1933-1945). Enam Juta manusia dibunuh secara sistemik sebagai sebuah rasialisme. 

Tragedi mengerikan mungkin menjadi episode yang memilukan dan traumatik. Namun tampaknya tidak menjadi bahan manusia untuk berbenah. Hingga saat ini, politik dijadikan alat untuk tetap memenuhi hasrat kekuasaan. Israel, sebagai contoh, telah lama menduduki dan menjajah Palestina, masih terus melanggengkannya bahkan tanpa tedeng aling dan rasa malu, membunuh, menyiksa, dan mengusir masyarakat Palestina. Pun juga yang terjadi pada warga masyarakat Rohingya (stateless people), pengusiran dan pembantaian besar-besaran dilakukan dan juga tempat lainnya.

Beranjak dari kepayahan dan kebobrokan-nya, dengan politik juga, masyarakat mendapatkan kebahagiaan sebagaimana Aristoteles citakan. Ini dapat diraih dengan kebijakan yang baik dan menghendaki akan keadilan serta kesejahteraan rakyatnya. Terlihat misalnya, Jepang menjadi negara termiskin pasca perang dunia ke 2 bertransformasi menjadi negara kaya makmur pada abad ke-20, setidaknya wujud bahagia paling mendasar dari sisi materialisme, berkecukupan basic needs-nya. Itu juga bagian proses politik dari menghendaki adanya perubahan untuk perbaikan dan kemajuan. 

Politik juga sebagai corong suara dan lokomotif perjuangan yang penuh dengan aksi heroik dan romantik. Nelson Mandela melalui gerakan anti-apartheidnya berhasil melawan dan membentuk pemerintah demokratis. Bung Tomo dengan gema takbirnya, mampu memundurkan Inggris dari upaya pendudukan kembali tanah Indonesia. Gandhi melakukan gerakan perlawanan romantiknya dengan cara nirkekerasan (ahimsa/tanpa kekerasan) mengusir para penjajah. 

Dari sini dapat dilihat bahwa politik sendiri tidak selalu berarti licik dan munafik. Ia bisa saja begitu, tetapi juga bisa menjadi perbaikan yang apik serta aksi yang heroik dan romantik. Dengan politik, kekejaman bisa terjadi. Dengan politik, kebahagiaan bisa terwujud. Ia tidak bersifat rigid dan kaku. Ia selalu dinamis di tangan aktor yang melakoninya dan sistem yang mengitarinya. 

Piranti Kritisisme dalam Politik

Apa yang dinarasikan dan didiseminasikan apapun itu harus selalu melalui perangkat filter yang baik. Salah satu piranti-perangkat tersebut adalah kritisisme. Kritisisme selalu menghendaki upaya-upaya yang tidak serampangan dan ugal-ugalan dalam mengonsumsi ide dan wacana yang beredar. Kritisisme selalu mengedepankan proses yang penuh dengan ketajaman, kedalaman, dan pengulangan yang teliti untuk mendapati sesuatu yang ingin dimasukan pada alam pikiran sebagai sebuah kebenaran dan kebaikan.

Alam bawah sadar term politik yang telah kuat mendapatkan label sebagai sebuah intrik-licik perlu dinetralkan kembali atau justru perlu diposisikan sebagai jalan perjuangan luhur keadilan bukan sebaliknya. Demikian juga dengan wacana dan narasi yang beredarnya, perlu didekati dengan piranti kritisisme agar bisa dikembalikan pada ruang seharusnya mendapatkan lebih banyak porsinya, yaitu upaya penyejahteraan dan pemakmuran masyarakat.

Di tengah kehidupan digital yang dapat menelanjangi ragam pernyataan dan tindakan menjadikan sarana yang penting untuk mendobrak pintu-pintu kejahatan yang ditutup rapat dalam akal bulus aktor-aktor politik. Sesederhana mereka yang inkonsistensi dalam berkata, tidak selaras dalam kata dan lelakunya, tidak menepati apa yang dijanjikannya, dapat dibongkar habis-habisan melalui penelusuran jejak digital. Kamera menjadi mata yang tajam untuk merekam segala tindak-tanduk para aktor politik. Ia tidak bisa lari dari jejak yang ia tinggalkan.

Melalui upaya kritis terhadap segala bentuk ucapan, tindakan, janji dan keputusan, dapat dihasilkan sebuah kebenaran sebagai penilaian atas kesimpulan sebagai sebuah keberhasilan atau kebobrokan. Kritisisme penting untuk memporak-porandakan segala macam narasi manipulatif serta  pengaburan data dan fakta. Karena sejatinya, upaya manipulasi dan pembodohan dalam praktik politik merupakan upaya untuk pemulusan laju kekuasaan yang pincang dan sewenang-wenang.

Tandai para aktor politik yang terus menerus memproduksi pernyataan yang inkonsisten, ia tak lain hanya berupaya untuk memuaskan dahaga kuasa dirinya bukan rakyat. Demikian juga dengan populerisasi isu sebagai sebuah pengalihan. Keterlenaan atas satu isu yang penting karena ditumpuk isu lainnya yang tidak penting adalah satu persoalan untuk dipahami dan didalami. Karena ia adalah alat memperlupa dan memperdaya dari isu yang sebenarnya lebih penting. 

Kesadaran Politik dan Politik Kesadaran Berbasis Kebijaksanaan

Setidaknya kritisisme adalah satu alat penting untuk membangunkan kesadaran politik maupun politik kesadaran berbasis kebijaksanaan. Dua istilah itu setidaknya dapat menunjukan tahap atau level yang berbeda dari sebuah perspektif politik. Baik kesadaran politik maupun politik kesadaran menempatkan politik dalam posisi ditujukan untuk kebaikan. 

Kesadaran politik berarti mendongkrak pikiran untuk secara sadar mengenali politik adalah bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dan dihiraukan begitu saja. Bahwa apa yang ada dalam berbagai ranah lini kehidupan selalu merupakan hasil campur tangan politik dan ragam proses praktis yang mengitarinya. Mulai dari level filosofis-ideologis sampai dengan teknis. 

Sebagai contoh, di Indonesia, dasar filosofi negara yang disebut Pancasila merupakan hasil dari proses politis para pendahulu melakukan perdebatan dan diskusi yang amat panjang lagi sengit bertarung pikiran dan gagasan antar berbagai latar belakang golongan. Begitupun dengan jalan-jalan yang dibangun, apakah menggunakan beton atau aspal, juga merupakan hasil dinamika politik. 

Lawan dari kesadaran politik adalah apatisme, sikap acuh dan tak peduli. Ketidakpedulian tidak lain adalah awal dari sebuah kehancuran. Bagaimanapun, ketidakpedulian hanya akan menjadikan politik semakin suram dan muram. Bagaimana tidak, ketika ruang politik diisi oleh para penjahat bengis lagi rakus, dan kita tidak pedulikan, maka yang terjadi adalah kesemrawutan. Setidaknya kesadaran politik harus hadir sesederhana peduli pada yang terjadi dalam politik.

Lebih jauh, setelah kritisisme hadir menjadi kesadaran politik maka di atasnya adalah politik kesadaran berbasis kebijaksanaan. Kata kuncinya terletak pada kebijaksanaan. Sebagaimana diketahui bersama bahwa ujung politik adalah kebijakan. Dalam kebijakan harus berbasis pada kebijaksanaan. Asal kata kesemuanya adalah bijak. 

Ketika kebijakan justru bukanlah berangkat dari kebijaksanaan, maka ia bukan kebijakan tetapi sekedar aturan. Saya lebih suka para aktor politik atau pejabat menggunakan kata kebijakan dari pada aturan. Kata kebijakan menekankan bukan sekedar arti sempit pengaturan, ia harus mendasar pada asal katanya bijak yang berarti akal budi, arif, dan tajam pikiran. 

Daripada semua itu, tentu politik yang hadir dan dihadirkan adalah seharusnya  politik yang kritis, berkesadaran, dan mengandung kebijaksanaan. Sudah terlalu lama dan mendalam politik hanya dinarasikan sebagai hal yang dangkal serta buruk. Bukan lagi waktunya menutup mata dari melihat kebobrokan atau menyumpal mulut untuk tak bersuara pada kebenaran-kebaikan, kini saatnya menuang air jernih meski di kolam keruh dan menebar benih meski di tanah tandus. 

***

*) Oleh : Haikal Fadhil Anam, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Satria Bagus

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES