
TIMESINDONESIA, TANGERANG – Tidak hanya di Jakarta terjadi kenaikan harga beras yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat, di beberapa daerah juga mengalami kenaikan harga secara signifikan. Semakin terpencil suatu daerah, maka dampak kenaikan harga membuat beban hidup masyarakat semakin berat.
Selain faktor perubahan iklim yang membuat panen raya mundur, terbatasnya pasokan juga menyebabkan kenaikan harga barang kebutuhan pokok menjadi tinggi. Termasuk bahan kebutuhan pokok lain yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Manajemen persediaan menjadi kunci dalam mengatasi permasalahan ini, termasuk tersedianya lahan pertanian yang cukup untuk produksi. Jika lahan dan hasil pertanian tidak ditambah maka permasalahan harga beras akan selalu terulang, karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun.
Advertisement
Bertambahnya jumlah penduduk berdampak pada meningkatnya jumlah kebutuhan pangan. Sementara pasokan tidak sejalan dengan bertambahnya permintaan pangan. Pulau Jawa yang selama ini menjadi pusat dan sumber penghasil pertanian (beras) mulai berubah fungsi menjadi lahan industry dan property. Disamping minat generasi milenial dan generasi z yang tidak tertarik menjadi petani. Alasan lain yang muncul dari petani adalah tidak suburnya lahan mereka karena perubahan iklim dan biaya tanam yang semakin besar, sementara hasil panen tidak berbanding lurus dengan biaya yang dikeluarkan.
Ada benarnya apa yang disampaikan petani. Kalau masalah bibit padi, mereka mampu menyediakan sendiri. Namun ketika berbicara tentang pupuk, mereka tidak punya kekuatan bahkan lebih membuat para petani putus asa. Disinilah peran pemerintah untuk memperbaiki sistem distribusi pupuk subsidi agar sampai kepada petani. Memanfaatkan jalur Koperasi Unit Desa (KUD) seperti jaman presiden Soeharto perlu diadopsi.
Stabilitas harga tidak bisa dilakukan hanya dengan menambah pasokan melalui import beras sebagai kebutuhan pokok. Cara paling tepat adalah dengan meningkatkan kemampuan serta kapasitas produksi beras didalam negeri. Jika kemampuan ini terwujud, maka permasalahan harga beras dan kebutuhan pokok lainya didalam negeri akan teratasi. Walaupun memperbaiki sistem pertanian membutuhkan waktu yang cukup panjang. Karena lahan yang dibutuhkan selain luas merupakan lahan baru.
Kita harus memahami bahwa membuka lahan baru disamping membutuhkan waktu lama, kalaupun bisa ditanam seperti jagung atau palawija belum tentu hasilnya maksimal. Disinilah peran akademisi dan ahli pangan mengimplementasikan hasil penelitian mereka. Lahan pertanian tidak mungkin dibuka dan dikembangkan di pulau jawa, tapi mempertahankan lahan pertanian yang sudah ada di jawa hukumnya wajib.
Seperti yang disampaikan oleh Menteri PUPR bahwa Indonesia perlu membangun sistem irigasi yang baik dan terstruktur agar permasalahan pangan kedepan bisa diatasi dari sekarang. Apa yang disampaikan oleh Menteri PUPR ada benarnya, jika dikaitkan dengan musim yang ada di negara kita, dimana ketika musim kemarau banyak sawah yang tidak produktif (kering) sementara pada saat musim hujan sebagian lahan pertanian terkena banjir (gagal panen), maka dibutuhkan saluran irigasi yang baik untuk meminimalisasi resiko di atas.
Kerjasama antar kementrian, lembaga dan pemangku kepentingan sangat penting untuk mewujudkan swasembada pangan di dalam negeri. Perubahan iklim telah merubah pola tanam dimana sebagian besar musim tanam menjadi mundur berdampak pada musim panen yang mengalami kemunduran juga. Sehingga pasokan gabah kering menjadi berkurang pada musim panen.
Kenaikan harga gabah kering akan berdampak pada kenaikan harga beras di pasar seperti yang terjadi saat ini. Dalam kondisi pasokan terbatas dengan harga yang tinggi, pemerintah melakukan operasi pasar melalui bantuan sosial dengan membagikan lima (5) kilogram beras kepada keluarga pra sejahtera untuk mengurangi beban hidup mereka. Dimana bansos ini akan dibagikan kepada masyarakat sampai dengan bulan Juni 2024, dengan harapan pada bulan tersebut memasuki panen raya dan persediaan beras melimpah sehingga harga beras terjangkau oleh masyarakat.
Cara yang terbaik menjadi swasembada pangan adalah dengan memperkuat sistem pertanian dan petani di dalam negeri, termasuk membangun lumbung pangan (food estate) di daerah yang masih memiliki lahan untuk dimaksimalkan. Cara ini tentu lebih baik dibandingkan bangsa kita menjadi importir beras.
***
*) Oleh : Sugiyarto, S.E., M.M, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
____
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sholihin Nur |