
TIMESINDONESIA, MALANG – Manusia Menjunjung Tinggi Keselamatan, Kesejahteraan Dan Memberantas Angkara Murka
Sunan kalijogo seorang tokoh wali sembilan yang dikeramatkan orang-orang jawa mewariskan nasihat kehidupan yang dikenal dengan dasa pitutur. Diantarannya adalah Nasihat mengenai bagaimana melakoni hidup ini menjadi bagian dari pitutur jawa kepada para generasi penerus bangsa.
Advertisement
Salah satu pitutur Jawa dari dasa pitutur peninggalan Sunan Kalijaga yakni memayu hayuning bawana ambrasta dur hangkara yang artinya (Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).
Sunan Kalijaga memang dikenal sebagai salah satu wali songo yang memiliki cara khas dalam berdakwah, karena menggunakan budaya setempat agar lebih dekat dengan masyarakat. "Sebagai manusia hidup di dunia apalagi yang dicari jika bukan kebahagiaan? Maka jauh jauhlah dari sifat angkara murka, serakah dan tamak,"
Memayu Hayuning Bawana memiliki relevansi dengan wawasan kosmologi Jawa atau kosmologi kejawen. Kejawen memiliki wawasan kosmos yang tidak lain sebagai perwujudan konsep memayu hayuning bawana. Memayu hayunig bawana adalah ihwal space culture atau ruang budaya dan sekaligus spiritual culture atau spiritualitas budaya.
Dipandang dari sisi space culture, ungkapan ini memuat serentetan ruang atau bawana. Bawana adalah dunia dengan isinya. Bawana adalah kawasan kosmologi Jawa. Sebagai wilayah kosmos, bawana justru dipandang sebagai jagad rame. Jagad rame adalah tempat manusia hidup dalam realitas. Bawana merupakan tanaman, ladang dan sekaligus taman hidup setelah mati. Orang yang hidupnya di jagad rame menanamkan kebaikan kelak akan menuai hasilnya.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Selain itu, memayu hayuning bawana juga menjadi spiritualitas budaya. Spiritualitas budaya adalah ekspresi budaya yang dilakukan oleh orang Jawa di tengah-tengah jagad rame (space culture). Pada tataran ini, orang Jawa menghayati laku kebatinan yang senantiasa menghiasi kesejahteraan dunia. Realitas hidup di jagad rame perlu mengendapkan nafsu agar lebih terkendali dan dunia semakin terarah. Realitas hidup tentu ada tawar-menawar, bias dan untung rugi. Hanya orang yang luhur budinya yang dapat memetik keuntungan dalam realitas hidup. Dalam proses semacam itu, orang Jawa sering melakukan ngelmu titen dan petung demi tercepainya bawana tentrem atau kedamaian dunia. Keadaan inilah yang dimaksudkan sebagai hayu atau selamat tanpa ada gangguan apapun. Suasana demikian oleh orang Jawa disandikan ke dalam ungkapan memayu hayuning bawana.
Memayu hayuning bawana memang upaya melindungi keselamatan dunia baik lahir maupun batin. Orang Jawa merasa berkewajiban untuk memayu hayuning bawana atau memperindah keindahan dunia, hanya inilah yang memberi arti dari hidup. Di satu fisik secara harafiah, manusia harus memelihara dan memperbaiki lingkungan fisiknya. Sedangkan di pihak lain secara abstrak, manusia juga harus memelihara dan memperbaiki lingkungan spritualnya. Pandangan tersebut memberikan dorongan bahwa hidup manusia tidak mungkin lepas dari lingkungan. Orang Jawa menyebutkan bahwa manusia hendaknya arif lingkungan, tidak merusak dan berbuat semena-mena.
Dalam pandangan islam bahwa memayu hayuning bawana ambrasta dur hangkara memilikimakna dan penafsiran sebagaimana berikut: Pertama, manusia harus selalu menjaga maqosidul syariah artinya manusia harus selalu menjaga keselamatan agama, jiwa, harta, aqal dan keturunan, Al- qur’an secara jelas menyatakan manusia harus dilindungi harkat dan martabatnya menuju insan kamil.
Kedua, Kesejahteraan merupakan tujuan dari ajaran Islam dalam bidang ekonomi. Kesejahteraan merupakan bagian dari rahmatan lil alamin yang diajarkan oleh Agama Islam ini. Namun kesejahteraan yang dimaksudkan dalam Al-Qur'an bukanlah tanpa syarat untuk mendapatkannya, tetapi kesejahteraan terbebasnya seseorang dari jeratan kemiskinan, kebodohan dan rasa takut sehingga dia memperoleh kehidupan yang aman dan tenteram secara lahiriah maupun batiniah.
Ketiga, Dalam Islam, kemungkaran sangat dilarang atau diharamkan. Bahkan dalam beberapa surat Al-Qur’an dan hadis juga menjelaskan untuk wajib memeranginya. Untuk itu, perlu mengetahui cara mencegah perbuatan kemungkaran ada pada diri sendiri.
Kemungkaran adalah semua perkara yang diingkari, dilarang, dan dicela pelakunya oleh syariat, maka masuk di dalamnya semua bentuk maksiat, bid’ah, dan yang paling jeleknya adalah kesyirikan kepada Allah SWT. Keempat, Tamak sama dengan serakah yang berarti berlebih-lebihan dalam mencari harta. Azab yang diganjar bagi pelaku sifat tamak ialah dicabutnya keberkahan hidup. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Imam Bukhari. Makna dari hilangnya keberkahan pada hadits di atas ialah dicabutnya rasa cukup dalam hati seseorang. ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |