Kopi TIMES

Kunci Kebahagiaan Hidup di Lingkungan Pesantren

Senin, 04 Maret 2024 - 22:37 | 19.91k
Thoriq Al Anshori, Dosen Fakultas Agama Islam, Sekretaris Pesantren Kampus Ainul Yaqin, Universitas Islam Malang (UNISMA).
Thoriq Al Anshori, Dosen Fakultas Agama Islam, Sekretaris Pesantren Kampus Ainul Yaqin, Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Pesantren merupakan institusi pendidikan Islam tradisional di mana peserta didiknya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang Murabbi Ruh atau biasa disebut kyai atau pembimbing jiwa dan raga. Pesantren juga memiliki asrama di mana santri menginap serta hidup bersosial dengan para santri dan guru 24 jam.

Kompleks tersebut juga memiliki masjid atau musholla untuk beribadah, ruang belajar, dan aktivitas keagamaan lainnya. Biasanya, kompleks ini dikelilingi oleh tembok untuk memantau masuk dan keluar para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ketatnya aturan yang berlaku bertujuan untuk menempa diri para santri agar senantiasa disiplin dalam berbagai hal.

Advertisement

Pesantren juga dapat dianggap sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama tradisional atau modern, tergantung pihak pengelola bagaimana menyiapkan outputnya. Di sana, seorang kiyai mengajarkan siswa agama Islam berdasarkan kitab-kitab ulama Abad Pertengahan dalam bahasa Arab, dan siswa biasanya tinggal di asrama pesantren.

Dalam kehidupan yang kompleks ini bukan berarti dengan tegaknya aturan yang berlaku di pesantren tanpa kendala, justru pasti ada saja kendala yang timbul. Seperti yang baru-baru ini terjadi pada salah satu pesantren di Kediri Jawa Timur.

Terjadi pembunuhan pada salah seorang santri akibat Tindakan aniaya yang dilakukan oleh oknum pesantren. Tentu ini sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai akhlakul karimah pesantren yang biasa diterjemahkan melalui sikap para guru dan santri. Kejadian ini pula tidak dapat disamaratakan bahwasannya semua pesantren lantas umumnya lepas control atau jauh dari kata tertib.

Jika direnungi dengan seksama, terlepas dari motif apa yang melatarbelakangi terjadinya kejadian tersebut yang sungguh menyayat hati, jika setiap individu di pesantren atau  bahkan di luar pesantren menyadari bahwa kunci kebahagiaan hidup khususnya di pesantren adalah dengan pengejawentahan qona’ah serta ridlo atas apapun yang ditetapkan Allah SWT.

Syaikh Mutawalli Sya’rawi pernah berkata yang kurang lebih artinya sebagai berikut ini, “jika kau ingin hidup Bahagia maka jangan bandingkan kehidupanmu dengan orang lain. Ketahuilah! Engkau memiliki kehidupan, keadaan, lingkungan, pemikiran dan pribadi yang berbeda dengan orang lain. Oleh karena itu Allah memberimu BAGIAN dan KADAR yang sesuai dengan dirimu dan tidak serupa dengan yang lain, maka dengan penuh rasa syukur ucapkanlah selalu Alhamdulillah.”

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dimanapun kita berada setidaknya kita harus sadar dan sabar mengahadapi keberagaman orang-orang di sekeliling kita yang seringkali tidak sesuai denga napa yang kita inginkan. Setidaknya terdapat 3 cara bersikap kepada manusia; pertama, jika tak mampu berbuat baik kepada orang lain maka jangan pernah menyakitinya. Kedua, jika tak mampu membuat orang lain bahagia maka jangan pernah membuatnya sedih. Ketiga, jika tak mampu berkata yang baik maka jangan pernah mencela siapapun. Hal-hal seperti ini jika benar-benar disadari penting untuk dilakukan maka tak akan mungkin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan seyogyanya pesantren mengambil peran terdepan mengejawentahkan nilai-nilai ini.

Allah swt berfirman dalam al Quran surat Al Baqarah ayat 156:

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: “Dan sungguh akan benar-benar Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Jika diamati dengan seksama dalam ayat ini terdapat ta’kid (penguat) ganda yaitu lam ta’kid dan nun ta’kid tsaqilah yang dalam gramatika B. Arab memiliki makna penguatan secara ganda atau memiliki arti ‘sungguh akan benar-benar kami uji kalian’ kata Allah SWT kepada para manusia di muka bumi ini. Pasti akan diuji dengan sedikit rasa lapar, sedih, kekurangan Kesehatan atau harta dan sebagainya. Setiap orang berakal pasti bisa berfikir bahwa hidup ini bukan mungkin diuji namun pasti diuji.

Apalagi jika kaitannya dengan hubungan dengan sesama manusia. Maka seorang muslim atau mukmin sejati harus benar-benar mengedepankan prinsip itsar atau priorotas orang lain daripada dirinya sendiri. Jika semua hal ini benar-benar disadari akan pentingnya dan mau diamalkan maka tak akan pernah terjadi hal-hal yang menyayat hati seperti yang telah disebutkan di atas. (*)

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Thoriq Al Anshori, Dosen Fakultas Agama Islam, Sekretaris Pesantren Kampus Ainul Yaqin, Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES