Partai Politik Pasca Reformasi dan Relevansi Demokrasi Terpimpin Ala Bung Karno

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Di negara demokrasi partai politik menjalankan tugas atau fungsinya sesuai dengan harkatnya, partai politik memiliki peranan pokok sebagai wadah bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan negara sekaligus memperjuangkan kepentingannya.
Perkembangan dinamika politik di Indonesia melewati beberapa fase tersendiri di setiap rezim pemerintahan. Dimulai dari zaman pemerintahan awal pasca kemerdekaan yakni orde lama, orde baru dan kemudian reformasi. Setiap rezim tentunya mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing dalam hal dinamika partai politik itu sendiri. Hal ini dapat dicermati dari kebijakan-kebijakan yang ada kaitannya dengan pertumbuhan dan jumlah partai politik dari masa ke masa yang senantiasa berubah dan dinamis, baik dari segi jumlah dan segmentasi politik.
Advertisement
Seperti diketahui kondisi perpolitikan Indonesia pada masa pra reformasi belum mengalami perkembangan yang signifikan dibandingkan pada masa pasca reformasi yang telah berkembang pesat. Perkembangan partai politik pasca reformasi mengalami perbaikan baik dari segi kualitas dan kuantitas, ini terbukti dari jumlah partai politik yang mengikuti pemilu pada tahun 1999 yang meningkat pesat, serta kemajuan dalam bidang politik yang telah dikeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengarahkan jiwa demokrasi terutama dalam kebebasan berpendapat dan berpolitik, walaupun masih juga ada kebijakan yang kurang pro rakyat.
Reformasi sebagai pintu pembuka awal suburnya pertumbuhan partai politik, setelah reformasi jumlah partai politik di Indonesia mengalami lonjakan drastis. Mengulas sejarah, Sejak Pemilihan Legislatif 1977 hingga Pemilihan Legislatif 1997 hanya terdapat tiga partai politik peserta pemilu, yakni Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia. Jumlah tersebut kemudian meningkat menjadi 48 parpol pada Pemilu 1999 pada saat reformasi.
Namun, angka tersebut berangsur-angsur menurun pada Pemilu tahun-tahun berikutnya. Pemilu 2004 yang diikuti oleh 24 parpol, kemudian Pemilu 2009 diikuti 38 parpol, selanjutnya Pemilu 2014 diikuti 12 parpol, Pemilu 2019 diikuti 16 parpol dan Pemilu 2024 diikuti 18 parpol. Sebagai tambahan, Pemilu 2014 dan 2019 diikuti pula oleh partai lokal (Aceh) dengan jumlah 3 parpol pada Pemilu 2014, 4 parpol pada Pemilu 2019 dan 6 parpol pada Pemilu 2024.
Dari data diatas dapat dapat disimpulkan bahwa pemerintah yang berkuasa dimasanya memiliki andil penting dalam hal pengaturan partai politik, hal ini erat kaitannya dengan dinamika politik yang ada. Partai yang notabene sebagai lokomotif tentunya memiliki sikap politik masing-masing, itu tercermin pasca suksesi perebutan kekuasaan (pemilu) dimungkinkan muncul opsi antara partai koalisi atau oposisi. Sikap tersebut lumrah sebagai chek and balance terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah penguasa. Partai politik memiliki kontribusi penting dalam setiap pengambilan keputusan-keputusan politik rezim yang berkuasa.
Polarisasi partai politik senantiasa berubah dari masa ke masa dalam mencari bentuk yang ideal dengan karakteristik bangsa Indonesia. Dewasa ini partai politik memiliki corak kepemimpinannya tersendiri, mulai dari pemilihan ketua umum sebagai pucuk pimpinan maupun kepemimpinan level dibawahnya. Hal itu nampak belakangan ini elit partai politik berelaborasi dalam gaya kepemimpinan yang semula mengcopy gaya kepemimpinan demokrasi ala Barat kini mulai bergeser kepada demokrasi pancasila atau biasa disebut pola demokrasi terpimpin ala bung karno yang mana kebijakan-kebijakan politik tersentral di pucuk pimpinan partai politik.
Demokrasi terpimpin yang merupakan sistem politik yang pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada era pemerintahan Presiden Soekarno. Konsep demokrasi terpimpin didasarkan pada ideologi politik Ir. Soekarno yang dikenal sebagai “Pancasila” yang merupakan dasar negara Indonesia. Dalam demokrasi terpimpin, kekuasaan politik terpusat pada satu pemimpin atau kelompok kecil yang disebut “Dwi Tunggal” yang terdiri dari Presiden dan Wakil Presiden. Pemimpin atau kelompok tersebut dianggap sebagai orang yang paling memahami kebutuhan dan aspirasi rakyat dan mereka bertindak sebagai mediator atau penengah antara rakyat dan pemerintah.
Demokrasi terpimpin mengklaim menggabungkan nilai-nilai demokrasi dengan nilai-nilai sosialisme. Dalam prakteknya, demokrasi terpimpin memberikan kekuasaan yang signifikan kepada pemimpin dan partai politik yang dominan, dengan tujuan mencapai tujuan sosial dan ekonomi yang dianggap penting bagi masyarakat. Adapun kelebihan dari demokrasi terpimpin: Pertama Nasionalisme. Demokrasi terpimpin mempertahankan dan memperkuat kedaulatan nasional serta kemandirian negara dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, dan budaya.
Kedua Keadilan sosial. Demokrasi terpimpin mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Tujuan ini termasuk pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan, dan akses yang lebih adil terhadap sumber daya dan pelayanan publik.
Ketiga Kesejahteraan rakyat. Demokrasi terpimpin meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum dengan meningkatkan standar hidup, mengurangi pengangguran, menyediakan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Keempat, Kemandirian ekonomi. Demokrasi terpimpin mendorong pembangunan ekonomi nasional dengan mengurangi ketergantungan terhadap pihak asing dan mempromosikan pengembangan industri, pertanian, dan sektor-sektor ekonomi strategis lainnya.
Kelima, Modernisasi sosial dan budaya. Demokrasi terpimpin mengubah dan memodernisasi masyarakat dalam hal nilai-nilai, norma, dan gaya hidup, sambil tetap mempertahankan warisan budaya dan tradisi yang berharga.
Keenam Persatuan dan kebersamaan. Demokrasi terpimpin membangun persatuan dan kesatuan nasional, memperkuat ikatan sosial, dan meningkatkan rasa kebersamaan antar warga negara.
Demikian nilai lebih dari penerapan demokrasi terpimpin pada pola kepemimpinan yang juga bisa diterapkan pada partai politik meskipun tidak menutup kemungkinan diiringi kelemahan dalam proses penerapan misal; pola kepemimpinan otoriter, usulan dibawah tidak selalu didengar dan lain sebagainya.
***
*) Oleh : Muh. Arias’ Udin, SH.,M.AP., Sekretaris PA GMNI Lamongan 2019-2024.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |