TIMESINDONESIA, MALANG – Malam Lailatul Qadar adalah salah satu malam yang sangat penting yang terjadi pada bulan Ramadan yang mulia. Bahkan dalam Al-Quran surat Al-Qadr ayat 3, Allah SWT menetapkan keutamaan malam Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan. Lailatul Qadar jatuh pada malam ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadan. Meskipun tanggal pastinya tidak diketahui, namun terdapat petunjuk dalam Al-Quran dan hadits yang memberikan informasi tentang tanda-tanda dan keistimewaan malam ini.
Selain membaca tanda-tanda dan berusaha mendapatkan malam lailatul qadar, kita juga perlu memahami arti dan makna lailatul qadar itu sendiri. Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Quran, memberikan penjelasan terkait arti dan makna kata qadar dalam Al-Quran. Terdapat tiga arti pada kata qadar, sebagai berikut:
Advertisement
Pertama, qadar berarti penetapan atau pengaturan sehingga lailatul qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan Firman Allah pada QS Ad-Dukhan ayat 3. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun. Al-Quran yang turun pada malam lailatul qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad SAW guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. “Inilah malam ketika Allah menentukan takdir semua peristiwa dalam tahun tersebut, hidup dan mati, suka dan duka, tenang dan damai serta yang lainnya. Hal tersebut dipertegas dalam Surat Ad Dukhan ayat 4-5 berikut ini:
"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutusnya (rasul-rasul)."
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Kedua, qadar berati kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Kata qadar yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 Surat Al-An am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu ‘ala basyarin min syay i (mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia). Lailatul qadar menjadi malam yang mulia karena fa’il dan fi’il atau karena pelaku dan apa yang dilakukannya. Orang yang melakukan ibadah dan amal saleh pada malam ini akan menjadi orang yang mulia dan ketaatan yang dilakukan pada malam ini juga memiliki nilai yang sangat tinggi di hadapan Allah Ta’ala.
Ketiga, qadar berarti sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi sehingga mereka berhimpitan, seperti yang ditegaskan dalam Surat Al-Qadar: "pada malam itu turun malikat-malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan." Kata qadar yang berarti sempit digunakan oleh Al-Qur’an antara lain dalam ayat ke-26 Surat Ar-Ra du: “Allah yabsuthu al-rizqa liman yasya wa yaqdiru” (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempitnya bagi yang dikehendakinya). Disebut lailatul qadar sebab sempitnya bumi karena diturunkannya malaikat. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Pada malam Lailatul Qadar, umat Muslim disarankan untuk melakukan ibadah dan memperbanyak amalan kebaikan seperti shalat malam, tadarus Al-Quran, berdzikir, bersedekah, dan berbuat baik pada sesama.
Marilah kita perbaiki takdir kita pada malam perubahan takdir ini dengan amal-amal saleh kita. Sampaikan doa-doa indah yang kita pasrahkan kepada Allah Swt agar diturunkan-Nya aneka rahmat dan berkah untuk kita. Pada momen ini, mintalah juga ampunan-Nya yang begitu mulia. Sehingga saat terbuka pintu maaf-Nya, maka kita bisa mendapat kemudahan untuk meraih malam qadr yang mulia. Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf. Maka maafkanlah aku.” (Diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi, al-Nasa’ dan Ibn Majah) ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |