
TIMESINDONESIA, MALANG – Hujjatul Islam Sayyidil Imam Abu Hamid Al Ghazali radliyallahu anhu dalam ihya’nya yang sangat fenomenal pernah menyatakan:
إن من أوثق عرى الإسلام الحب في الله والبغض في الله
Advertisement
Yang artinya; Sesungguhnya diantara tali pengikat keislaman yang paling kuat adalah cinta karena Allah serta benci karena Allah. Manusia dikaruniai oleh Allah swt nafsu dan akal yang dengannya ia dapat melahirkan banyak perilaku. Jika memiliki kecintaan yang berlandaskan karena Allah dan RasulNya tidaklah mencintai kecuali karena pertimbangan syara’ maka ini sebaik-baik cinta karena tidak berlandaskan nafsu belaka. Jika memiliki ghirah atau kecemburuan atau amarah yang berlandaskan Allah dan RasulNya pula tidaklah ia mengeluarkan amarahnya kecuali karena pertimbangan syara’ maka ini sebaik-baik amarah karena tidak berlandaskan luapan emosi semata.
Bahkan dalam jihad sekalipun saat peperangan sedang berkecamuk, Rasulullah SAW benar-benar berwasiyat dengan washiyat yang sungguh tidak mudah untuk dijalankan namun benar-benar dijalankan oleh para Sahabat-sahabatnya yaitu washiyat saat perang sedang berkecamuk sekalipun amarah harus benar-benar karena Allah swt sehingga beliau berpesan jangan membunuh atau melukai wanita, anak-anak, orang lanjut usia, jangan merusak tanaman atau tumbuh-tumbuhan, jangan merusak tempat ibadah agama lain dan masih banyak larangan-larangan beliau yang seakan beliau memberikan rambu-rambu hingga amarah kalian memuncak sekalipun kalian tidak boleh melanggar aturan-aturan ini. Maka jihad memang mengandung makna-makna kemanusiaan yang luhur dan tinggi.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Jika kita melihat di zaman kita saat ini betapa nilai-nilai kemanusiaan telah hilang pada oknum-oknum atau negara-negara yang katanya menjunjung tinggi hak asasi manusia. Semua karena kobaran amarah yang tak berlandaskan pada ikatan agama yang kuat. Maka relevan jika kita menyatakan tiada kebahagiaan pada kobaran amarah. Tentu yang dimaksud adalah amarah yang Mutlaq muncul dari nafsu emosi belaka. Namun jika marah tersebut benar-benar diikat dengan aturan-aturan Allah SWT maka tak akan mungkin terdapat penyesalan pasca amarah diluapkan.
Bagi Sebagian orang yang salah arti dalam memahami Islam Rahmatan lil alamin perlu diberikan penjelasan pula. Mereka menggaungkan dan menggemakan bahwa Islam harus ramah tak boleh marah, Islam menyebar cinta kasih dan harus anti intoleran dan radikalisme. Tenytu pemahaman ini jika difahami dengan faham yang benar maka dapat diwujudkan dengan mudah. Artinya menebar kasih sayang sesuai dengan syara’, memunculkan reaksi emosi yang pantas sesuai dengan syaara’ pula jika memang diperlukan. Bukan berarti sama sekali tidak diperkenankan marah sama sekali. Karena tali pengikat paling kuat keislaman dan keimanan seseorang adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah swt. Mencintai sepantasnya dan membenci sepantasnya pula yang harus selaras dengan aturan Allah dan RasulNya;
وعين الرضا عن كل عيب كليلة * كما أن عين السخت تبدي المساوي
Pandangan ridho atau terlalu cinta akan membutakan segala aib, sama halnya pandangan kebencian hanya akan memunculkan keburukan dan aib yang dibenci. Jika ukurannya hanya diri sendiri maka manusia bisa binasa karena amarahnya yang tidak dilandaskan pada Allah dan Rasul Nya. ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Thoriq Al Anshori, Dosen Fakultas Agama Islam, Sekretaris Pesantren Kampus Ainul Yaqin Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |